Aguron-guron Ditinggalkan, Wayan M Bukan Seorang Sulinggih

Kira-kira dapat perlakuan khusus gak ya di dalam penjara?

Denpasar, IDN Times – Kasus dugaan pencabulan oleh oknum sulinggih berinisial IBRASM dengan nama welaka (Asli), I Wayan M (38), telah memasuki tahap dua pelimpahan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar. Berdasarkan pantauan di Kantor Kejari Denpasar, Wayan M datang bersama istri dan tim kuasa hukum sekitar pukul 10.20 Wita, pada Rabu (24/3/2021). Ia masih memakai atribut kesulinggihannya seperti rambut yang dikuncung hingga membawa tongkat.

Namun begitu dibawa ke dalam mobil tahanan kejaksaan menuju rutan Kepolisian Daerah (Polda) Bali, Wayan M tidak membawa tongkatnya.

Kepala Seksi Penerangan Kejaksaan Tinggi Bali, A Luga Harlianto, menyebutkan ada lima jenis barang bukti yang dilampirkan dalam berkas perkara Wayan M di antaranya kain kamen, celana boxer, handphone, dokumen surat, surat pernyataan dari seorang pria berinisial I Gede NA.

“Pekerjaan sulinggih. Kira-kira itu di BAP (Berita Acara Pemeriksaan)-nya,” ungkap Luga, Rabu (24/3/2021).

Kuasa Hukum Wayan M, I Made Adi Seraya, mengungkapkan telah mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Wayan M sampai sekarang tidak mengakui telah melakukan pencabulan. Sehingga tim Kuasa Hukum berkomitmen membuktikannya di pengadilan karena tidak ada saksi yang melihat. Hanya suami korban.

"Kami dari Kuasa Hukum sudah berusaha dengan mengajukan penangguhan. Namun masih menjadi pertimbangan dari pimpinan di Kejaksaan,” terangnya.

Pengajuan penangguhan tersebut dilakukan mengingat Wayan M masih menjalankan tugas sebagai seorang sulinggih dan mempunyai anak-anak balita paling kecil umur delapan bulan. Adi juga mengungkapkan kliennya shock jika ditahan.

"Menurut kami, beliau adalah orang suci seharusnya peristiwa ini kalaupun ditetapkan di pengadilan bisa dipertimbangkan untuk tidak ditahan. Untuk masalah pembuktian kan kita buktikan di pengadilan bersalah atau tidaknya itu. Sampai sekarang beliau ini masih sebagai sulinggih."

Sebagai orang suci, apakah Wayan M mendapatkan pelayanan khusus selama ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)?

Baca Juga: Oknum Sulinggih Tersangka Pelecehan di Bali Diborgol dan Ditahan

1. Apakah Wayan M mendapatkan perlakuan khusus ditahan, mengingat status pekerjaan di BAP adalah sulinggih?

Aguron-guron Ditinggalkan, Wayan M Bukan Seorang SulinggihIlustrasi Penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Wayan M kini statusnya sebagai tahanan Kejari Denpasar. Penahanannya dititipkan ke rumah tahanan (Rutan) Kepolisian Daerah (Polda) Bali. Apakah ia mendapatkan perlakuan khusus selama di dalam rutan Polda Bali, mengingat Wayan M mengaku sebagai sulinggih?

IDN Times lalu mengonfirmasi Kepala Seksi Penerangan Kejaksaan Tinggi Bali, A Luga Harlianto, terkait ini pada Rabu (24/3/2021) malam. Luga menyatakan tidak ada perlakuan khusus kepada Wayan M.

“Oh gak ada. Sama dengan tahanan lainnya di Polda Bali,” jawabnya singkat.

Sementara Direktur Tahanan dan Barang Bukti (Dir Tahti) Polda Bali, AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini, ketika dikonfirmasi Rabu malam melalui sambungan telepon belum meresponsnya.

Baca Juga: Kumpulan Foto Oknum Sulinggih Tersangka Pelecehan, Maskernya Menarik

2. Wayan M dinilai bukan seorang sulinggih

Aguron-guron Ditinggalkan, Wayan M Bukan Seorang SulinggihIDN Times/Ayu Afria

Kasus yang menjerat Wayan M mendapat perhatian dari tokoh sulinggih yang juga seorang akademisi, Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda. Ia meluruskan informasi yang berkembang, di mana menyebut I Wayan M sebagai seorang sulinggih. Acharya Nanda menegaskan jika Wayan M bukanlah seorang sulinggih.

"Ia (Wayan M) bukan sulinggih. Saya sudah dapat informasi lengkap terkait yang bersangkutan," ujar Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda ketika dikonfirmasi, Rabu (24/3) malam.

Ia menjelaskan, Wayan M menggunakan diksa widhi widhana (Tata upacara penyucian) untuk menjadikan dirinya sendiri seakan-akan sebagai seorang sulinggih. Ia tidak mediksa (Diupacarai) melalui nabe-nya (Guru), sebagaimana sulinggih pada umumnya.

"Ia (Wayan M) menggunakan diksa widhi, berarti tidak menggunakan seorang nabe. Kan berarti ia sudah meninggalkan garis aguron-guron (Proses berguru dalam pembelajaran khusus menjadi seorang sulinggih). Saya dapat informasi ini dari nabe-nya dulu," jelas Acharya Nanda.

Baca Juga: [SURVEI] Sulinggih Tetap Manusia, Tidak Kebal Hukum Apabila Bermasalah

3. Wayan M sendiri sudah meninggalkan aguron-guron. Siapa yang bertanggung jawab?

Aguron-guron Ditinggalkan, Wayan M Bukan Seorang SulinggihIDN Times/Ni Ketut Sudiani

Nama Wayan M, lanjut Acharya Nanda, juga tidak tercatat di mana-mana sebagai sulinggih. Termasuk tidak tercatat di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan tidak melakukan diksa pariksa (Prosesi upacara kesulinggihan). Wayan M juga disebut telah meninggalkan nabe-nya.

"Ia sendiri sudah meninggalkan aguron-guron. Siapa yang bertanggung jawab? Makanya tidak ada pembatalan diksa. Siapa yang berani mencabut kesulinggihannya, karena dia memang bukan seorang sulinggih," ungkapnya.

Wayan M hanya menjadikan dirinya sebagai sulinggih atas nama legacy Tuhan melalui diksa widhi. Wayan M sebelumnya sudah mengingkari perintah nabe-nya dengan tidak melakukan proses dwijati. Sehingga batal kesulinggihannya.

"Ini yang tidak diketahui masyarakat, dikira dia sulinggih beneran. Wartawan harus meluruskan ini, agar tidak kacau ini," tegasnya.

Baca Juga: Beratnya Jadi Sulinggih di Bali, Harus Menjauhi Nafsu dan Duniawi

4. Status kesulinggihannya apabila melakukan pelanggaran hukum

Aguron-guron Ditinggalkan, Wayan M Bukan Seorang SulinggihIlustrasi Borgol (Dok. IDN Times)

Acharya Nanda sangat menyayangkan hal ini. Sebab sudah merusak citra kesulinggihan, dan Wayan M sudah melecehkan agama karena bukan sulinggih tetapi mengaku sebagai sulinggih.

"Sekarang banyak sekarang orang-orang mengaku sulinggih mendapatkan spiritualitas. Sekarang kalau kita tidak tegas dengan pelecehan agama, akan banyak orang-orang seperti ini mengaku sulinggih," tegasnya lagi.

Acharya Nanda juga menjelaskan, apabila seorang sulinggih terjerat masalah hukum, status kesulinggihannya akan dihentikan sementara sampai ada keputusan yang tetap dari pengadilan. Jika dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman, status kesulinggihanya juga batal secara hukum.

Dalam aturan lontar aturan kepanditaan juga disebutkan, bahwa seorang sulinggih yang tidak tinggal di griya (Sebutan tempat tinggal untuk sulinggih dalam Bahasa Bali), maka sudah otomatis kehilangan status kepanditaannya yang berlaku dalam waktu enam bulan.

Baca Juga: PHDI Bali Buka Suara Soal Oknum Sulinggih Tersangka Pelecehan Seksual

5. Wayan M termasuk dalam kategori muda untuk menjadi seorang sulinggih. Tetapi tidak langsung mendaftarkan diri ke PHDI karena dokumennya terbakar

Aguron-guron Ditinggalkan, Wayan M Bukan Seorang SulinggihSuasana Pura Campuhan di Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Wayan M melakukan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan berinisial YD (33) ketika melakukan pengelukatan (Pembersihan diri menggunakan air) di Tukad Campuhan, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar yang terjadi sekitar pukul 01.00 Wita pada 4 Juli 2020 lalu.

Pada Jumat (6/2/2021) lalu, IDN Times pernah menghubungi Ketua Tim Kuasa Hukum I Wayan M, Komang Darmayasa, melalui sambungan telepon terkait status kesulinggihannya. Darmayasa membeberkan bahwa kliennya termasuk dalam kategori muda untuk menjadi seorang sulinggih, yaitu sekitar umur 37 tahun. Ketika diupacarai sebagai sulinggih, kliennya tidak langsung mendaftarkan diri ke PHDI.

“Belum mendaftarkan saat itu dan saat kasus ini baru muncul, yang bersangkutan sedang proses pendaftaran. Jadi sempat ditanya di kepolisian alasannya, mengapa kok sudah sekian lama dilantik sebagai seorang sulinggih, kok sekian lama itu tidak terdaftar di PHDI? Karena yang bersangkutan sempat menyampaikan bahwa sempat terjadi kebakaran waktu itu. Jadi beberapa dokumen yang harus dilengkapi, tidak bisa dilengkapi gitu,” ungkapnya kala itu.

Akan tetapi kata Darmayasa, kliennya sudah menjalankan prosesi upacara-upacara kepada masyarakat sebagaimana tugasnya seorang sulinggih. Tim kuasa hukum tetap berpedoman pada asas praduga tak bersalah dalam kasus ini, sebelum ada putusan yang menyatakan kliennya bersalah. Sejauh pemeriksaan yang diikutinya, klien tetap bersikukuh tidak mengakui perbuatan tersebut.

“Kami kan tetap berdasarkan asas praduga tak besalah.”

Berdasarkan konfirmasi dari Ketua PHDI Karangasem, Ni Nengah Rustini, menyebutkan sang nabe resmi terdaftar di PHDI Karangasem. Sementara Ketua PHDI Gianyar, I Wayan Ardana, membenarkan bahwa tersangka tidak tercatat di PHDI Gianyar.

"Beliau memang tidak melalui Parisada proses paridaksanya. Sehingga beliau tidak tercatat di PHDI," kata Ardana ketika dikonfirmasi IDN Times via WhatsApp, pada Senin (8/1/2021).

Adapun informasi tersebut sesuai dengan daftar terkini dari PHDI Provinsi Bali, bahwa jumlah total sulinggih di Bali sebanyak 1.714 sulinggih. Setelah IDN Times cek satu per satu daftar itu, nama kesulinggihan Wayan M tidak tercatat.

6. Apabila tidak melalui PHDI, ketika melakukan proses kesulinggihan itu bagaimana? Jika dijawab dengan sah dan tidak sah, agak berat

Aguron-guron Ditinggalkan, Wayan M Bukan Seorang SulinggihIDN Times/Wayan Antara

Kasus ini menjadi sorotan publik sejak tim IDN Times menerbitkan liputan khusus (Lipsus) pada 11 Februari 2021, berjudul [LIPSUS] Berkedok Pembersihan, Sulinggih di Bali Tersangka Pelecehan.

Pada awal terbitnya lipsus, IDN Times menyematkan kata "Sulinggih" kepada I Wayan M. Dasarnya adalah pernyataan dari Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi, yang diwawancara di kantornya Jalan Ratna Nomor 71, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, pada 4 Februari 2021 lalu.

Pertanyaan yang tim IDN Times ajukan pada saat itu: Bagaimana statusnya apabila sulinggih melalui proses diksa pariksa tanpa pemberitahuan ke PHDI? Apakah tetap bisa disebut sebagai sulinggih?

Sudiana tidak dapat menyatakan secara pasti apakah status kesulinggihannya dianggap sah atau tidak. Sebab menurutnya, PHDI bukan lembaga justice (Hukum). Tetapi berdasarkan penilaiannya, bisa saja disebut sulinggih namun tidak melalui mekanisme yang formal dan tidak tercatat di PHDI.

“Secara formal, lembaga yang berwenang hanya PHDI. Bila ada lembaga lain yang melakukan, ya tidak formal itu. Proses diksa wajib melalui PHDI. Apabila tidak melalui PHDI, ketika melakukan proses kesulinggihan itu bagaimana? Jika dijawab dengan sah dan tidak sah, agak berat. Tapi yang jelas, belum melalui mekanisme yang lengkap. PHDI tidak bertanggung jawab karena tidak tahu dan tidak dicatatkan di pemerintahan,” jawabnya.

Tim penulis: Ayu Afria Ulita Ermalia, Wayan Antara.

Baca Juga: [BREAKING] Makna Rerajahan di Masker Oknum Sulinggih Bali, Mantra Ya?

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya