Status ASF di Bali Diklarifikasi Masih Suspect

Sekda Prov Bali mengklarifikasi kematian babi di Bali

Denpasar, IDN Times – Kematian ratusan babi di Bali yang sebelumnya dinyatakan positif ASF (African Swine Fever), kini diklarifikasi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, menjadi suspect (diduga) ASF. Lantaran bukti hasil uji laboratorium dari Balai Besar Veteriner (BBVet) Bali perlu dipastikan lagi ke BBVet di Medan.

“Sampai saat ini mengenai virus ASF itu masih suspect, belum positif ya. Karena Balai Veteriner yang ada di Bali ini sudah melakukan uji lab. Namun belum bisa memastikan, sehingga dikirim lagi ke balai Veteriner yang ada di Medan. Mengapa? Karena di sana wabahnya sudah duluan ada. Sehingga mereka punya pengalaman untuk mengidentifikasi virus ini. Jadi sekali lagi isu virus ASF yang ramai saat ini itu baru suspect,” ujar Dewa Indra, pada Jumat (7/2).

Berikut penjelasannya:

1. Banyak penyakit simtom atau gejalanya sama

Status ASF di Bali Diklarifikasi Masih SuspectIDN Times/Ayu Afria

Dewa Indra menjelaskan, untuk menentukan babi mati ini terkena virus ASF atau bukan harus melalui uji laboratorium. Karena banyak penyakit yang memiliki simtom atau gejala yang sama dengan ASF.

“Ya kan ada demamnya, ada diarenya ada muntahnya. Mungkin sama. Tetapi banyak penyakit sejenis yang simtomnya sama. Karena itu nggak boleh (Menyatakan positif ASF). Harus uji lab dulu,” jelasnya.

Ditanyai berapa lama hasil uji laboratorium tersebut akan keluar, pihaknya belum bisa memberikan tanggal kepastiannya. Ia hanya menjawab bahwa sampelnya sekarang sudah dikirim, dan pihaknya meminta ada percepatan guna mendapatkan kepastian.

“Tetapi yang lebih penting daripada itu bukan menunggu apakah positif atau tidak. Yang lebih penting daripada itu adalah pengendalian pada saat ini,” terangnya.

Baca Juga: Bukan Zoonosis, 8 Fakta Babi di Bali di Tengah Wabah Virus ASF

2. Status kematian babi dinilai masih wajar

Status ASF di Bali Diklarifikasi Masih SuspectIDN Times/Wayan Antara

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Ida Bagus Wisnuardana, sebelumnya menyampaikan sekitar 888 ekor ternak babi di Bali mati. Namun dalam kurun 10 hari terakhir ini, kematiannya di angka 0 (Nol).

“Kalau dari angka menurut saya kecil kok (Angka kematian). Kan populasi babi kita 700 ribu. Kecillah. Tapi kan kami nggak melihat kecilnya karena penularannya cepat,” ujar Wisnuardana.

Angka nol tersebut merupakan klarifikasi kepada para peternak setelah dilakukan upaya penyemprotan dan desinfeksi kandang. Kasus dugaan ASF ini terjadi di Denpasar, Badung dan Gianyar. Dugaan penyebarannya karena swill feeding (Makan makanan sisa) yang tidak dimasak dengan bagus.

Mendapati pertanyaan dari IDN Times terkait dugaan penyakit serupa selain suspect ASF, pihaknya mengungkapkan ada kemungkinan itu penyakit hog cholera.

“Kalau istilah medisnya hog cholera. Gejalanya hampir sama, dia demam tinggi kemudian memerah, warnanya memerah. Tubuhnya merah dan demam tinggi. Obatnya kan belum ada,” ungkapnya.

3. Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian ingatkan Bali harus waspada ASF

Status ASF di Bali Diklarifikasi Masih SuspectIlustrasi babi hutan (IDN Times/ Ayu Afria)

Sementara itu Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rassa, mengatakan kasus kematian babi di Bali yang terjadi sejak Desember 2019 memang perlu disikapi. Apalagi belakangan ini terjadi gejala penyebaran wabah penyakit hewan secara global.

Bali yang memiliki populasi ternak babi cukup tinggi harus waspada terhadap virus ASF, yang dinyatakan belum ada obat dan vaksinnya. Sehingga perlu peningkatan kewaspadaan, dengan menerapkan standar operasional.

“Di Indonesia yang menjadi populasi ternak babi yang tinggi ada banyak. Seperti Sulawesi Utara, NTT dan salah satunya adalah di Bali. Kita harus melakukan kewaspadaan penyakit ini. Oleh karena itu setiap ada kasus kematian ternak babi perlu dicurigai,” kata Fadjar.

Bentuk kewaspadaan tersebut adalah penerapan biosecurity terutama pada peternakan rakyat, dengan melakukan pembatasan keluar masuk ke kandang, desinfeksi dan bagaimana tidak menggunakan swill feeding atau pakan sisa dari makanan. Selain itu, pedagang babi juga harus turut menjaga kesehatan peternakannya, bukan malah sebagai media penyebar penyakit.

Baca Juga: 3 Penyakit yang Sering Menyerang Peternakan Babi di Bali, Bukan ASF

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya