Sidang Vonis Kasus Pencabulan oleh Oknum Sulinggih di Bali Ditunda

Majelis hakim masih bermusyawarah

Denpasar, IDN Times – Sidang vonis kasus pencabulan yang menyeret terdakwa oknum mengaku sulinggih berinisial IBRASM, dengan nama welaka (Asli) I Wayan M (38), asal Tegallalang, Gianyar, yang rencananya berlangsung hari ini, Rabu (3/6/2021), ditunda menjadi Selasa (8/6/2021) mendatang.

Informasi tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim, Made Pasek, dalam sidang yang digelar di Ruang Tirta Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (3/6/2021), pukul 11.18 Wita. Penundaan sidang putusan ini dibenarkan oleh juru bicara PN Denpasar, I Gede Putra Astawa.

“Sidang putusan ditunda ke Selasa, 8 Juni. Majelis hakim masih bermusyawarah sehingga belum siap dengan putusan,” jawabnya.

Baca Juga: [LIPSUS] Berkedok Pembersihan, Sulinggih di Bali Tersangka Pelecehan

1. Kedudukan tinggi dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan pelecehan seksual

Sidang Vonis Kasus Pencabulan oleh Oknum Sulinggih di Bali DitundaIDN Times/Ayu Afria

Sejak pertama kali diberitakan, kasus ini menyita banyak perhatian publik. Tidak hanya karena peristiwa pencabulan itu, melainkan juga lantaran melibatkan tokoh yang selama ini dinilai seharusnya menjadi panutan umat. Belajar dari kasus ini, IDN Times menghubungi Staf Sub Bagian Psikologi Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Lyly Puspa Palupi, mengapa seseorang yang dihormati, tokoh terdidik, dan orang terdekat sampai tega melakukan pelecehan seksual terhadap korbannya.

Lyly Puspa menyampaikan bahwa hal tersebut kembali lagi pada karakteristik pribadi masing-masing individu. Status sosial, posisi tertentu yang dijabat seseorang, bisa berpotensi membuat seseorang menjadi pelaku. Pelaku memanfaatkan kesempatan untuk melakukan pelecehan kepada orang yang posisinya lebih lemah.

“Kedudukan sebagai tokoh, guru, bahkan orangtua dan lain-lain yang dianggap lebih tinggi, atau dominan terhadap pihak lain, dalam hal ini korban, justru menjadi kesempatan oknum tertentu untuk melakukan pelecehan terhadap korban yang dianggap posisinya lebih lemah,” jelasnya.

2. JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 6 tahun penjara

Sidang Vonis Kasus Pencabulan oleh Oknum Sulinggih di Bali DitundaIDN Times/Ayu Afria

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam Sidang Tuntutan pada Kamis (20/5/2021) di Pengadilan Negeri Denpasar, menuntut terdakwa dengan dakwaan primer Pasal 289 KUHP dengan pidana penjara selama 6 tahun penjara. Tuntutan yang diajukan oleh JPU tersebut, menurut keterangan dari Kepala Seksi Penerangan Kejaksaan Tinggi Bali, A Luga Harlianto, berdasarkan beberapa pertimbangan, baik yang memberatkan maupun yang meringankan terdakwa.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Wayan Mahardika dengan pidana penjara selama 6 tahun dikurangi selama terdakwa ditahan,” katanya.

3. Ada beberapa pertimbangan yang memberatkan dan meringankan terdakwa

Sidang Vonis Kasus Pencabulan oleh Oknum Sulinggih di Bali DitundaIlustrasi pengadilan. IDN Times/Sukma Shakti

Dalam keterangannya beberapa waktu lalu, Luga mengatakan pertimbangan dituntutnya terdakwa Wayan M berkenaan dengan hal-hal yang memberatkan, di antaranya:

  • Saksi korban pada saat memberikan keterangan di depan persidangan masih dalam keadaan depresi dan sempat pingsan
  • Terdakwa yang dianggap sebagai panutan umat seharusnya tidak melakukan perbuatan yang tercela
  • Perbuatan terdakwa dilakukan pada saat saksi korban dan suaminya sedang proses melukat serta terdakwa tidak mengakui perbuatannya kepada korban.

Sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa, di antaranya:

  • Terdakwa bersikap sopan dipersidangan
  • Terdakwa sebagai tulang punggung keluarga masih mempunyai anak kecil.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya