Ahli Hukum Universitas Dwijendra: Polri Sangat Hati-hati Ungkap Kasus Brigadir J

Kepercayaan masyarakat terhadap polisi menurun

Denpasar, IDN Times – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, pada Selasa (9/8/2022) petang, mengumumkan bahwa mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo, sebagai tersangka tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, pada 8 Juli 2022 lalu. Pengumuman ini sangat ditunggu masyarakat karena kasus intern di tubuh kepolisian ini sejak awal dianggap sudah janggal.

Lalu bagaimana masyarakat menyikapi penanganan kasus ini? Ahli Hukum Pidana Universitas Dwijendra, Made Wahyu Chandra Satriana, mengatakan bahwa kepolisian sangat hati-hati menangani kasus Brigadir J sehingga terkesan lambat dalam menanganinya. Kasus ini berdampak pada menurunkan kepercayaan masyarakat kepada Polri.

Baca Juga: Pasutri Asal Gianyar Jadi Tersangka Pornografi, Buat Video Sendiri

1. Kepolisian wajib menyandingkan fakta hukum dengan KUHAP atas meninggalnya seseorang

Ahli Hukum Universitas Dwijendra: Polri Sangat Hati-hati Ungkap Kasus Brigadir JJenazah Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sebelum dimakamkan. (facebook.com/rohani7131)

Sebagai Ahli Hukum, Made Wahyu mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, karena ada korban meninggal dunia, yakni Brigadir J, sehingga penanganan kasus tindak pidana mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Tujuannya tentu untuk mencari keadilan, kepastian, dan kemanfaatan sebagaimana tujuan hukum itu sendiri.

Dalam hukum, ketika ada orang yang meninggal, menurutnya perlu dilakukan penyelidikan penyebab meninggalnya orang tersebut. Fakta hukum meninggalnya seseorang harus disandingkan dengan KUHAP, sehingga kepolisian wajib melakukan proses penyelidikan dan penyidikan.

“Nah, dalam proses penyidikan inilah ditentukan siapa kira-kira pelakunya. Itu secara normatif, secara aturan. Nah kalau misalnya sudah diduga pelakunya A, B, C, atau dan D misalnya, kita mengacu pada asas presumption of innocence atau asas praduga tidak bersalah. Kita tidak boleh sembarangan menuduh seseorang itu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan. Kan gitu secara bunyi asasnya,” terangnya pada Rabu (10/8/2022).

2. Masyarakat antara optimis dan pesimis terhadap kinerja Polri dalam menangani kasus kematian Brigadir J

Ahli Hukum Universitas Dwijendra: Polri Sangat Hati-hati Ungkap Kasus Brigadir J

Lanjutnya, dalam proses penyelidikan maupun penyidikan terhadap seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana, dalam hal ini pembunuhan, harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Hal itu berlaku baik untuk masyarakat biasa dan tentunya juga untuk aparat hukum.

“Kebetulan kasusnya ini korbannya polisi. Pelakunya juga diduga polisi, kejadiannya juga di rumah dinas polisi gitu. Nah, di situlah yang menjadi serunya kasus ini. Gitu. Masyarakat atau publik ini kan menunggu nih, kira-kira gimana ending dari kasus ini. Berani nggak orang-orang yang terlibat itu dan yang mengungkap itu, mengungkapkan fakta yang sebenarnya,” terang Made Wahyu. 

Kondisi tersebutlah yang ia ungkapkan menjadi penyebab terjadinya fluktuasi kepercayaan di masyarakat terhadap instansi kepolisian. Ada masyarakat yang optimis dan ada yang bersikap pesimis.

“Terbelah ini opini masyarakat. Ada yang yakin polisi pasti sebagai aparat hukum yang independen bisa menyelesaikan kasus ini walaupun jabatan-jabatan orang-orang yang diduga melakukan suatu pembunuhan itu pangkatnya tinggi-tinggi atau jenderal-jenderal berbintang itu,” terangnya.

Di satu sisi bagi masyarakat yang pesimis terhadap kinerja Polri dalam menangani kasus ini, cenderung berpikir akan ada pengalihan isu dan lain sebagainya.

Ia menyebutkan bahwa kedua opini masyarakat ini tidak ada yang salah dan juga tidak ada yang benar. Mengapa? Karena dua opini ini saling dikuatkan oleh argumentasi masing-masing.

“Contoh kalau nggak percaya. Di awal CCTV hilang, kemudian ketemu lagi CCTV. Kemudian dibilang tembak menembak, ternyata tidak, cuma ditembak dan lain sebagainya. Itu membuat publik tidak percaya,” tegasnya. 

3. Secara garis besar kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri menurun

Ahli Hukum Universitas Dwijendra: Polri Sangat Hati-hati Ungkap Kasus Brigadir JKadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Made Wahyu mengungkapkan bahwa secara garis besar kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri menurun setelah mendapatkan gambaran penanganan kasus Brigadir J tersebut. Namun bagi masyarakat yang optimis, akan cenderung berpikir kepolisian masih melakukan penyelidikan. Argumen ini dibuktikan dengan dibolehkannya visum kedua sehingga publik sudah mulai percaya lagi kepada Polri.

“Saya yakin dengan adanya pihak-pihak yang ikut memantau. Bahkan ya dari masyarakat, dari sosial media, kemudian dari Pak Mahfid MD, yang notabene sebagai Menkopolhukam. Kemudian dari Komnas HAM dan Kompolnas. Dari semua lini yang memantau kasus ini. Kalau menurut kaca mata saya sebagai dosen, saya yakin kasus ini akan segera terungkap seterang-terangnya, setransparasinya,” jelasnya.

Lalu apakah penetapan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam pembunuhan ini akan memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri? Ia mengatakan bahwa terkait pengaruh kepercayaan masyarakat terhadap Polri ini, akan mengalir apa adanya. Dalam artian, kalau dalam kasus ini mungkin kepercayaan masyarakat akan menurun. Tapi, hal itu tidak akan berlangsung lama apabila Polri segera berbenah.

“Segera memperbaiki diri, memperbaiki kinerja khususnya dan mampu untuk menjalankan profesinya sebagai pelindung, pengayom itu bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Saya rasa kepercayaan masyarakat akan pulih kembali,” terangnya.

Namun khusus penanganan kasus meninggalnya Brigadir J, karena sejak awal banyak kejanggalan yang ditangkap publik, menyebabkan masyarakat sedikit berkurang kepercayaannya terhadap instansi Polri. Polri dianggap kurang responsif dalam menangani kasus ini karena terlalu banyak opini-opini dari orang-orang yang mungkin merasa punya kewenangan menyampaikan ke publik tanpa didukung data-data yang jelas.

“Terlalu berhati-hati, jadi kesannya agak lambat,” cetusnya.

Inilah yang menurutnya pekerjaan rumah (PR) berat instansi Polri bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat.

“Dengan cara meningkatkan kinerja yang baik. Jangan ada tindakan-tindakan yang mengecewakan masyarakat lagi,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya