Pemuda Jepang di Bali Divonis Terbukti Melecehkan Anak

Ia divonis 2 tahun karena dianggap masih muda

Denpasar, IDN Times - Sidang putusan terdakwa anak berkewarganegaraan Jepang berinisial FS (17), yang terjerat tindak pidana kejahatan seksual diselenggarakan di Pengadilan Negeri Denpasar, pada Selasa (13/12/2022) sekitar pukul 12.00 Wita.

Dalam sidang tersebut terdakwa divonis hukuman 2 tahun penjara dan pelatihan kerja selama 3 bulan. Atas keputusan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan masih pikir-pikir.

Baca Juga: 5 Cara Spill Kasus Kekerasan Seksual di Medsos

Baca Juga: Fakta Sidang Terdakwa Pelecehan WNA Jepang, Ipung: Penuh Keistimewaan

1. Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan tipu muslihat

Pemuda Jepang di Bali Divonis Terbukti Melecehkan AnakSidang putusan perkara kekerasan seksual yang dilakukan oleh terdakwa anak berinisial FS warga negara Jepang. (IDN Times/Ayu Afria)

Hakim Kony Hartanto memutuskan perkara kekerasan seksual yang dilakukan FS, terdakwa anak berkewarganegaraan Jepang, sesuai tuntunan JPU dengan pidana penjara selama 2 tahun dipotong masa tahanan, dan 3 bulan pelatihan kerja.

"Menyatakan FS telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain," ungkap Kony.

Tipu muslihat yang dilakukan terdakwa dijelaskan mulai dari merayu korban dengan mengatakan mencintainya, hingga membujuk melakukan hubungan seksual di kamar mandi kafe kawasan Jimbaran, Kabupaten Badung.

Putusan Hakim dalam perkara ini sesuai dengan tuntutan JPU, Ni Putu Widyaningsih. Namun ketika sidang berakhir, JPU malah menyatakan pikir-pikir.

2. Terdakwa diungkap masih muda dan belum pernah dihukum

Pemuda Jepang di Bali Divonis Terbukti Melecehkan AnakTerdakwa anak WN Jepang berinisial FS pelaku kejahatan seksual. (Dok.IDN Times/istimewa)

FS ditahan di dalam Rutan Polresta Denpasar sejak 16 November 2022 hingga sekarang. Putusan pidana 2 tahun yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar berdasarkan pertimbangan hal-hal yang memberatkan, dan meringankan.

Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan anak FS merusak masa depan korban, membuat malu, dan korban mengalami trauma.

Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. FS masih berstatus pelajar dan belum pernah dihukum. Keluarga FS berusaha meminta maaf kepada keluarga korban. FS masih berusia muda dan ingin melanjutkan sekolah.

3. Kuasa Hukum terdakwa meminta kliennya dan korban sama-sama memperbaiki diri

Pemuda Jepang di Bali Divonis Terbukti Melecehkan AnakKuasa hukum terdakwa FS, Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati. (IDN Times/Ayu Afria)

Sementara itu Kuasa Hukum terdakwa, Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati, menanggapi putusan hakim bahwa terlepas lama pidana, pada intinya adalah bagaimana terdakwa anak bisa memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi, diberi kesempatan belajar, dan latihan kerja.

Dengan sidang putusan yang telah berlangsung hari ini, pihaknya berharap baik kliennya yang merupakan terdakwa dan korban sama-sama melakukan perubahan sikap. Yakni bagaimana menjaga pertemanan dan bergaul sehingga tidak terulang kejadian serupa.

"Anak ini bisa lebih baik di masa depannya dengan diberikan bahwa dia akan latihan kerja. Tetap diberikan kesempatan untuk belajar. Ini yang kami harapkan," katanya.

4. Kuasa Hukum korban akui ada perbedaan penafsiran pasal tentang minimum dakwaan pidana

Pemuda Jepang di Bali Divonis Terbukti Melecehkan AnakKuasa Hukum korban, Siti Sapurah alias Ipung. (IDN Times/AYu Afria)

Kuasa Hukum korban, Siti Sapurah alias Ipung, mengatakan kasus kejahatan seksual atau kekerasan seksual yang dulunya ada di UU Nomor 23 Tahun 2002 perubahan pertama UU Nomor 35 Tahun 2014 memang kekerasan seksual. Namun dengan lahirnya Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016 khusus mengatur Pasal 81 tentang persetubuhan dan Pasal 82 tentang pencabulan, menjadi kejahatan yang luar biasa.

Ipung mengatakan, di sinilah titik perbedaan penafsiran pasal. Dengan mengacu aturan tersebut, kekerasan seksual telah menjadi kejahatan luar biasa yang memiliki batas minimum (pidana). Dengan demikian, seharusnya penanganan perkara ini tidak lagi mengacu kepada Pasal 79 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.

"Saya berterima kasih walaupun sebenarnya saya agak kecewa dengan tuntutan yang sangat terlalu di bawah minimum. Tapi inilah Undang-Undang Indonesia, selain ada Pasal 79 Ayat 2 yang mengatakan separuh dari ancaman orang dewasa. Ada Ayat ketiga juga (Pasal 79 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2012) yang anak tidak dikenakan batas minimum. Kita punya penafsiran yang berbeda di sana," terangnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya