Orang Bali Cuma Dimanfaatkan Investor Asing Jadi Nominee

Kurang dari 10 persen jadi pemilik usaha pariwisata

Badung, IDN Times – Belum lama ini Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan bahwa Provinsi Bali mencari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menyoroti manfaat dari gemerlap dan mewahnya pariwisata di Bali. Saat itu ia juga menyatakan bahwa tidak banyak dari orang Bali yang menikmati manfaat dari mewahnya pariwisata Bali ini.

Apa yang membuat Koster sampai mengutarakan hal itu? Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya kepada IDN Times menjelaskan kondisi bisnis pariwisata di Pulau Dewata ini. Rai Suryawijaya mengungkapkan bahwa hanya sekian persen saja usaha pariwisata menjadi milik masyarakat Bali. 

1. Tidak signifikan dirasakan oleh masyarakat lokal

Orang Bali Cuma Dimanfaatkan Investor Asing Jadi Nominee

Suryawijaya mengungkapkan bahwa kepemilikan investasi warga lokal Bali di sektor pariwisata memang sangat kecil. Bahkan angkanya disebut kurang dari 10 persen. Ia menilai bahwa selama ini kemajuan sektor pariwisata di Bali hanya dinikmati oleh kapitalis yang notabene bukan dari pengusaha lokal itu sendiri.

“Tentang kepemilikan dari investasi yang ada di Bali memang sangat kecil. Kurang dari 10 persen. Sehingga kemajuan dari pariwisata Bali itu tidak signifikan dirasakan oleh masyarakat lokal itu sendiri. Pokoknya yang tinggal di Bali (masyarakat lokal),” terangnya Senin (20/7/2020).

Baca Juga: Pariwisata Bali Pasca COVID-19: Membangun Kolaborasi Bukan Kompetisi

2. Banyak orang asing yang memanfaatkan orang lokal

Orang Bali Cuma Dimanfaatkan Investor Asing Jadi NomineePantai Batu Belig di Kecamatan Kuta Utara (IDN Times/Ayu Afria)

Ia menyampaikan bahwa banyak orang asing yang nominee (pinjam nama) orang lokal untuk berbisnis di Bali. Contoh konkretnya, orang asing menyewa tanah 20 are untuk dibangun 10 unit vila. Semua pengurusan izinnya menggunakan nominee orang lokal dengan izin residen. Namun kemudian vila tersebut dibisniskan online dan langsung masuk ke rekening orang asing tersebut sehingga tidak bisa dikontrol dan luput dari pajak. Sementara pajak yang dibayarkan hanyalah pajak Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) saja.

“Jangan dimanfaatkan saja orang lokalnya sedangkan kepemilikan orang lain. Inilah yang mau kami tertibkan dengan nanti adanya perda yang mengatur tentang standart kepariwisataan. Tidak akan ada bisnis yang illegal yang kita biarkan tumbuh subur, sehingga kita kehilangan PAD itu baik dari pajak, izin-izin dan lain sebagainya,” terangnya.

Perda ini dinilainya sangat penting untuk penyelenggaraan kepariwisataan Bali sehingga ke depannya berkualitas dan berkelanjutan. Izin kunjungan warga negara asing menurutnya juga perlu diperketat sehingga meminimalisir penyalahgunaan izin tinggal.

Baca Juga: Dubes RI Ajak Investor Tiongkok 'Work from Bali'

3. Banyak owner tanah di Bali yang jadi tukang banten dan tukang kebun

Orang Bali Cuma Dimanfaatkan Investor Asing Jadi NomineeIDN Times/Ayu Afria

Menurut keterangan dari General Manager Wizzela Management, Romanica Anggela Intanisari bahwa sejak ia pindah ke Bali dari Jakarta, ia berkali-kali bekerja untuk para investor asing dari berbagai negara. Kondisi tersebut membuatnya trenyuh melihat pemilik tanah (orang lokal Bali) yang rupanya justru melakukan pekerjaan yang sederhana sekali.

“Yang punya tanah malah menjadi pekerja di tempat tersebut. Ada yang jadi tukang banten dan berkebun. Dan saat mereka butuh uang dipermainkan. Bahkan sampai di Lembongan dan Nusa Penida banyak mereka (investor asing), memiliki usaha property, agen, dan lainnya. Ini kok izinnya mudah sekali ya,” terangnya.

Baca Juga: Koster: Bali Tidak Buru-buru Ikuti New Normal dan Buka Pariwisata

4. Jadi nominee tidak takut untuk rugi

Orang Bali Cuma Dimanfaatkan Investor Asing Jadi Nomineearsitag.com

Seorang pengusaha berinisial WS yang tinggal di Kecamatan Kuta Utara, kepada IDN Times menyampaikan bahwa dari pantauannya di lapangan, memang banyak investor orang asing di Bali. Bahkan ia sendiri pernah menjalani kesepakatan nominee ini.

“Pernah juga. lumayan sih fee-nya. Investasi sendiri, risiko juga. Investasi orang asing (kita nominee), kalau untung kita untung, kalu rugi kita nggak pusing. Tapi kalau melihat secara global, agak miris juga sih. Di lapangan sih bisa dilihat memang banyak ekspatriat yang memiliki usaha dibandingkan lokal,” terangnya pada Senin (20/7/2020).

Baca Juga: Koster: Berapa Persen Orang Bali yang Menikmati Mewahnya Pariwisata?

5. Lambat laun nominee ini hanya kedok saja

Orang Bali Cuma Dimanfaatkan Investor Asing Jadi NomineePantai Berawa (IDN Times/Ayu Afria)

Menurut keterangan Ni Kadek Novi Febriani (26) bahwa dengan nominee maka risiko yang harus dihadapi warga lokal adalah ketika terjadi permasalahan hukum. Biasanya orang asing akan lepas tangan dan orang lokallah yang bertanggungjawab sepenuhnya. Namun begitu, pasti ada dasar perjanjian sebelum orang lokal tersebut meminjamkan namanya.

“Nominee ini sebenarnya dan kalau saya mengamati itu paradoks karena kan semangatnya di Undang-undang kepemilikan tanah adalah Warga Negara Indonesia (WNI). WNI yang menguasai tanah. Tapi lambat laun nominee ini hanya kedok saja. Minjam nama saja. Tapi nggak (tidak) serta merta menjadi miliknya dia,” ungkapnya.

Sementara itu menurut keterangan seorang warga, Edy Black (38) bahwa sejauh pengamatannya, ia belum melihat data pasti terkait hal ini. Namun jika sistem nominee ini sesuai aturan yang berlaku, maka tidak masalah baginya.

“Belum pernah baca. Menurut aku sih fine-fine aja asalkan mengikuti alur yang benar. Kalau secara aturan benar, why not. Setuju-setuju aja kedua belah pihak merasa untung, tidak merasa dirugikan,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya