Negara Beri Bantuan Kompensasi, 39 Korban Bom Bali Ikut Assessment

Semoga para korban segera menerima bantuan ini

Denpasar, IDN Times – Pemerintah Indonesia melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan bantuan kompensasi terhadap lima korban tindak pidana terorisme pada Kamis (15/10/2020) di Kantor Gubernur Bali, Denpasar. Besaran kompensasi untuk kelima korban terorisme tersebut mencapai Rp2.152.439.671.

Menurut keterangan dari Ketua LPSK, Hasto Atmojo bahwa sesuai mandat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, maka LPSK akan menghitung besaran kompensasi dan menyampaikannya kepada para korban terorisme. Jumlah kompensasi tersebut bervariasi tergantung dengan jenis kerugian yang dialami.

“Macam-macam, yang paling rendah itu sekitar Rp20 juta. Paling tinggi Rp1 miliar lebih,” jelasnya.

Lima korban yang menerima kompensasi di antaranya tiga orang korban tindak pidana terorisme di Poso, Sulawesi Tegah pada tahun 2018 dan dua orang korban peristiwa terorisme penyerangan Polsek Wonokromo, Surabaya Jawa Timur tahun 2019.

Pada hari yang sama juga dilakukan assessment terhadap 39 korban terorisme peristiwa Bom Bali I dan II yang disebut sebagai korban masa lalu. Hasto menyampaikan bahwa berdasarkan catatan LPSK, sejak 2015 hingga saat ini, jumlah korban dan/atau saksi terorisme yang telah mendapat layanan yakni sebanyak 492 orang. Jumlah tersebut termasuk korban terorisme masa lalu. 

“Dari yang sudah terdaftar, kami sudah bisa melakukan klarifikasi. Dan kami sudah bisa melakukan proyeksi kurang lebih 207 orang. Bukan hanya untuk di Bali, tapi di seluruh peristiwa di Indonesia,” jelasnya.

Dari 207 orang tersebut, jumlah di Bali tercatat 60 orang dan diakuinya angka ini belum semuanya. “Barang kali masih ada yang belum mengetahui,” jelasnya.

Baca Juga: Kumpulan Foto Terkini Monumen Bom Bali, Tidak Ada Peringatan Tahun Ini

1. Sebagian besar korban cacat di bagian mata dan telinga

Negara Beri Bantuan Kompensasi, 39 Korban Bom Bali Ikut AssessmentTragedi bom bali I tahun 2002 (Dok.IDN Times/Made Mada)

Baca Juga: 18 Tahun Berlalu, Fakta Singkat Jerinx yang Pernah Terimbas Bom Bali I

Assessment terhadap korban Bom Bali I dan II dilakukan mulai tanggal 13 Oktober sampai tanggal 16 Oktober 2020. Hasil assessment yang dilakukan oleh salah satu Dokter Forensik dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Nola Margaret Gunawan mengungkapkan bahwa dengan jangka waktu yang panjang ini, luka pada sebagian korban tinggal tersisa jaringan perutnya saja. Selain itu sebagian besar korban cacat di bagian mata dan telinga. 

“Rata-rata kalau indra yang mengalami gangguan permanen, itu mata atau telinga. Ada yang sampai pendengarannya hilang, menurun itu ada. Selebihnya ya ada di alat-alat gerak, misalnya lengan atau kaki. Tapi kalau damage atau cacat permanen itu rata-rata di telinga atau mata,” jelas Hasto Atmojo.

2. Korban juga merekap seluruh biaya yang dikeluarkan selama perawatan dan kehidupan sehari-hari

Negara Beri Bantuan Kompensasi, 39 Korban Bom Bali Ikut AssessmentKorban Bom Bali I (IDN Times/Ayu Afria)

Korban Bom Bali I, Tumini (45) mengaku sudah lama menerima biaya pengobatan dari LPSK dan modal usaha dari Kementerian Sosial (Kemensos). Bupati Badung kala itu juga memberi bantuan sebesar Rp15 juta. Ada pula sumbangan selama tiga tahun dari Yayasan di Australia sebesar Rp2,5 juta per bulan. 

“Sudah lama kami mengajukan kompensasi ini. Cuman baru assessment sekarang. Kami korban masa lampau, waktu kami kena bom kan belum ada undang-undang. Jadi sekarang kami di-assessment,” jelasnya.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 ini, LPSK menghitung besaran kompensasi. Pihak korban juga melakukan rekapan terhadap seluruh biaya yang dikeluarkan selama perawatan dan kehidupan sehari-hari. Tumini mengaku awalnya mengusulkan besaran kompensasi sekitar Rp3 miliar. “Cuman berapa nanti terealisasinya, kita gak tahu,” tegasnya.

3. Korban merasa bersyukur ada bantuan kompensasi melalui LPSK

Negara Beri Bantuan Kompensasi, 39 Korban Bom Bali Ikut AssessmentKorban Bom Bali II sedang mengikuti assessment (IDN Times/Ayu Afria)

Sementara itu korban Bom Bali II, Ni Nyoman Ariningsing (47) mengungkapkan bahwa tragedi tersebut terjadi tepat di sebelah tempatnya bekerja. Ia menceritakan, saat itu ia dan temannya sedang bekerja, kemudian datang dua orang tidak dikenal yang diduga pelaku menghampiri korban dan bertanya kafe mana yang paling ramai di sekitar lokasi. Korban langsung menunjukkan kafe di sebelah tempatnya bekerja. Selang 30 menit kemudian, terjadi ledakan yang dasyat. Peristiwa itu merenggut indra pendengarannya. Gendang telinga bagian kanannya  pecah.

“Yang saya alami waktu bom kan hanya gendang telinga saja. Pecah gendang telinganya. Ini gak normal telinganya. Kalau dengan suara keras, sakit sama perih. Pakai HP di telinga saja gak bisa saya. Harus speaker,” jelas perempuan asal Kabupaten Tabanan itu.

Sejak kejadian itu, ia hanya sekali mendapatkan bantuan sosial, yakni dari salah satu yayasan sebesar Rp5 juta sebagai modal usaha jualan sembako. Ia mengaku sangat bersyukur dengan adanya bantuan sosial pendidikan dan medis dari negara berupa pembayaran kompensasi melalui LPSK.

“Dihubungi dari pihak LPSK. Awalnya sih dari yayasan gitu, dihubungkan dengan LPSK. Ya cukup membantu,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya