Miss Equality World Digelar di Bali, Suarakan Setop Diskriminasi

Ingin tetap memberikan hal-hal yang positif

Badung, IDN Times – Miss Equality World digelar di Kelapa Resort Bali dan diikuti oleh 10 perwakilan dari 9 negara, pada Sabtu (9/7/2022) lalu. Para peserta berasal dari Indonesia, Myanmar, Meksiko, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, India, dan Kamboja. Acara ini merupakan gelaran tahun pertama dari komunitas LGBT-Q+ internasional.

Adapun pemenang terpilih tahun pertama ini di antaranya Juara Pertama, Grace Phimpisa asal Thailand, Juara Kedua, Kelly Ariana dari Meksiko, dan Juara Ketiga, Catalya Grande dari Indonesia. Dalam gelaran ini, para pemenang dan seluruh peserta menyuarakan kemusiaan, stop bullying dan diskriminasi.

Baca Juga: Masyarakat Intaran Sanur Bakal Dilibatkan dalam Proyek Terminal LNG

1. Peserta Miss Equality World mengikuti beberapa tahapan seleksi

Miss Equality World Digelar di Bali, Suarakan Setop DiskriminasiPara peserta Miss Equality World 2022. (IDN Times/istimewa)

Presiden Miss Equality World, Gebby Vesta, menyampaikan bahwa event ini merupakan acara tahun pertama yang melibatkan 16 negara peserta. Namun kemudian hanya 10 orang peserta dari 9 negara yang lolos untuk menuju babak final kompetisi Miss Equality World. Dari negara-negara yang lolos, Singapura menjadi negara yang mengirim dua perwakilan sekaligus dan lolos ke babak utama kompetisi.

“Audisi by online untuk menuju ke Indonesia berkompetisi itu. Kami saring, kami antisipasi karena memang dalam kondisi COVID-19,” jelas Gebby Vesta, didampingi oleh Vice President Miss Equality World, Harry Hexa.

Dari 10 orang peserta yang lolos, dua orang terkendala masalah VISA dan terjangkit COVID-19 sehingga kompetisi ini hanya diikuti oleh 8 orang peserta.

Para peserta mendaftarkan diri secara personal maupun melalui perwakilan komunitas. Untuk penyelenggaraan tahun depan, Gebby mengaku belum memilih negara mana yang akan menjadi venue kompetisi. Meskipun sesungguhnya sudah ada beberapa negara yang dibidik untuk event selanjutnya.

“Mereka harus sudah feminim, sudah berbentuk seperti perempuan. Kedua smart, ketiga mereka memiliki advokasi tentang organisasi kami, yaitu tentang kemanusian atau humanity dan equality,” terangnya.

2. Suarakan setop diskriminasi dan kesetaraan gender

Miss Equality World Digelar di Bali, Suarakan Setop DiskriminasiPara peserta Miss Equality World 2022. (IDN Times/istimewa)

Terpilihnya Bali sebagai lokasi penyelenggaraan kompetisi ini karena masyarakat Bali dinilai lebih respect terhadap berbagai komunitas, termasuk keberadaan LGBT-Q+. Apalagi event Miss Equality World ini, ia ungkapkan, untuk mengadvokasi tentang humanity, equality, dan love. Sehingga dinilai cocok dengan karakter Bali.

“Tujuannya untuk menyuarakan stop diskriminasi, gender equality. Supaya kami juga bisa setara dengan orang normal, seperti perempuan dan laki-laki. Kami menyuarakan itu. Kami juga manusia, karena di situ ada humanity. Jadi kami memberi contoh bagaimana menjadi seorang manusia dan memanusiakan orang lain,” ungkap Gebby Vesta.

Gebby bersyukur atas suksesnya pelaksanaan kegiatan ini. Tidak ada kendala berarti yang dihadapi. Diakuinya banyak support dari yayasan, hotel, dan organisasi sosial di Indonesia  dalam pelaksanaan event tersebut, terutama dalam menyuarakan setop diskriminasi dan stop bullying.

“Kami disupport, memang nggak semua tapi disupport,” ungkapnya.

3. Ada masyarakat yang sudah mau terbuka, namun ada juga yang sulit menerima mereka

Miss Equality World Digelar di Bali, Suarakan Setop DiskriminasiPara peserta Miss Equality World 2022. (IDN Times/Istimewa)

Sementara itu, Grace Phimpisa menyampaikan di negaranya, setiap orang terbuka dengan komunitas LGBT-Q+ dan aktivitasnya. Masyarakat di negaranya telah memiliki pemahaman tentang humanity dan komunitas ini juga memiliki kesempatan untuk bekerja sebagaimana mestinya.

Berbeda dengan Grace, Kelly Ariana justru mengatakan bahwa Meksiko yang merupakan negara nomor dua dengan tingkat kriminalitas terbesar di dunia setelah Brazil, komunitas LGBT-Q+ tetap mendapatkan diskriminasi.

Senada, Catalya Grande, perwakilan dari Indonesia, menyampaikan bahwa di Indonesia masih terjadi diskriminasi yang dialami oleh LGBT-Q+. Menurutnya Komunitas LGBT-Q+ hanya perlu diterima dan bisa berdampingan dengan masyarakat umum lainnya.

“Saya tetap memberikan hal-hal yang positif. Memberikan pemahaman kepada mereka, bahwa kita itu punya talent, memberikan hal positif kepada masyarakat. Karena masyarakat di Indonesia sendiri masih tabu akan halnya kaum LGBT-Q+. Masih menganut adat ketimuran yang masih kental sekali,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya