Menguak Nasib KPK Menurut Ahli Kriminolog Unud

Kriminolog ini menilai masyarakat udah muak. Apa pendapatmu?

Denpasar, IDN Times - Meski mendapat penolakan dari sejumlah mahasiswa hingga elemen masyarakat lainnya, Presiden Joko "Jokowi" Widodo memastikan tidak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia beralasan masih ada proses uji materi yang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) yang masih harus dihormati. 

Atas dasar itulah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) meresmikan revisi UU KPK tersebut sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan UU KPK.

Lalu bagaimana sebenarnya posisi KPK di mata pengamat hukum?Apakah KPK benar-benar dilemahkan? Berikut ini pandangan dari pengamat hukum dari Universitas Udayana (Unud) saat diwawancarai IDN Times beberapa waktu lalu:

1. Apakah benar KPK akan lemah? Dari sisi mananya KPK dilemahkan?

Menguak Nasib KPK Menurut Ahli Kriminolog UnudANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Menurut Kriminolog Fakultas Hukum Universitas Udayana, Dr Gde Made Swardhana, KPK dilemahkan dalam bidang pengawasan, seperti penyadapan misalnya.

“Artinya ketika mereka menyelenggarakan pengawasan misalnya. Ada perkara yang Rp50 juta, ada perkara yang Rp100 juta. Ada korupsi yang Rp200 juta itu KPK yang nangkap. Padahal dalam ketentuannya, untuk Rp1 miliar itu kan ditangani oleh KPK. Sisanya kejaksaan kan gitu,” jelas Swardhana saat dihubungi IDN Times, Selasa (5/11) lalu.

Sedangkan kalau ingin melakukan penyadapan, KPK harus meminta izin dulu kepada pengawas. Kekhawatiran itu akan terjadi karena pihak pengawas berkesempatan untuk mengetahui siapa orang yang akan ditangkap.

“Sebaiknya sama dengan polisi atau orang yang tertangkap tangan. Kalau sudah disadap, orang ini masuk. Ya sudah tangkap, lalu laporkan kepada pengawas. Jadi minta izin itu. Lebih baik begitu sistemnya, di balik gitulah. Jangan ketika dia (KPK) melakukan pengawasan, sudah minta izin, bagaimana dengan yang diawasi itu mungkin ada kolega, atau teman sejawat. Ya itu di sana. Saya melihatnya di situ aja sih,” jelasnya.

2. Pendapat pengamat hukum tentang UU KPK yang baru, waktunya tidak tepat

Menguak Nasib KPK Menurut Ahli Kriminolog UnudIDN Times/Sukma Shakti

Lalu bagaimana Swardhana mengamati terkait UU KPK yang baru tersebut? Pihaknya mengakui program evaluasi undang-undang semacam ini memang ada bagusnya. Namun evaluasi kali ini waktunya tidak tepat.

“Momen evaluasi itu saya anggap tidak tepat. Momennya. Karena ketika terjadi perubahan anggota DPR yang baru, seolah-olah karyanya itu adalah DPR yang lama. Sehingga DPR yang baru itu tidak melaksanakan apa-apa. Nah ini kan, pelaksanaan tertinggi kan Presiden, kasihan beliaunya kan gitu,” terangnya.

3. Pemerintah dinilai tidak ada wibawanya jika...

Menguak Nasib KPK Menurut Ahli Kriminolog UnudTwitter/@jokowi

Swardhana menjelaskan bahwa undang-undang adalah produk dari Legislatif DPR dengan pemerintah. Sehingga apabila produk tersebut muncul dan Presiden mengeluarkan produk Perppu, maka pemerintah dinilai tidak lagi berwibawa.

“Saya melihat tidak ada wibawanya pemerintah itu. Karena situasi sekarang memang masalah korupsi itu memang yang paling gencar yang harus dilakukan. Nah, persoalan pembenahan terhadap pengawasan itu kan masih bisa dilakukan tersendiri,” jelasnya.

"Mungkin sekarang kan belum ada siapa yang akan menjadi pengawas di situ. Kan belum masuk toh. Artinya, mungkin saja dia melaksanakan ketentuan yang lama. Penyadapan itu masih bisa dilakukan dengan hal-hal yang lain. Itu masih bisa, jadi tidak perlu ada pengawas yang baru mereka bentuk," sambungnya.

4. Prediksi nasib KPK setelah UU baru terbit

Menguak Nasib KPK Menurut Ahli Kriminolog UnudANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA kompas.com

Bagaimana pengamat hukum memandang nasib KPK ke depannya dengan UU KPK yang baru? Harus diakui, KPK seharusnya lebih gereget lagi sesuai tujuannya. Yaitu untuk mengembalikan uang Negara, paling tidak secara utuh atau lebih dari tiga per empatnya.

“Bagaimana dia (KPK) bisa mengembalikan aset, mengembalikan yang dikorup itu paling tidak lebih daripada tiga per empatlah. Dari pada uang Negara yang dihasilkan itu bisa masuk ke Negara. Itu artinya. Kan hitungannya begitu,” tekannya.

Ia melanjutkan, upaya pembersihan Indonesia dari korupsi ini memang harus didukung secara penuh. Bisa dimulai dari kepala dulu, katanya. Entah kepala itu mulai dari menteri ke kepala partai, kepala DPR dan sebagainya.

“Harus kita dukung membersihkan busuknya kepala. Memberikan contoh yang baik pada panutan Negara,” katanya.

5. Masyarakat sudah muak. Beranikah KPK mencetak track record yang lebih baik dengan UU baru?

Menguak Nasib KPK Menurut Ahli Kriminolog Unudpexels/pixabay

Sejauh ini pihaknya melihat bahwa KPK sudah bekerja secara maksimal. Namun yang perlu dicermati adalah para koruptor yang sudah ditangkap untuk jangan coba-coba lagi korupsi. Pihaknya juga berpesan agar masyarakat tidak membaca secara setengah-setengah masalah ini, lebih cermat dan pandai dalam menyikapi serta berpendapat.

“Satu ketangkap, mereka gak bosan-bosan. Terus masuk TV. Nanti di TV senyum-senyum atau apa. Nah, ini bagaimana mereka bisa. Masyarakat sudah muak melihat hal-hal demikian itu,” terangnya.

Selain itu, ada satu hal lagi yang perlu disikapi menurut Swardhana. Yaitu beranikah KPK membuat track record yang lebih baik dan bersih dari sebelumnya? “Berani nggak KPK ini lebih bersih lagi?” ucapnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya