Kisah Ana di Bali, 13 Tahun Epilepsi dan Sempat Kejang 30 Kali Sehari

Kondisinya sudah semakin membaik

Denpasar, IDN Times – Terlahir kembar nasib Ni Kadek Selviana Dewi alias Ana (15) tidak seberuntung saudara perempuannya. Ia harus berjibaku melawan penyakit epilepsi sejak usia 3 bulan.

Sudah tidak terhitung berapa banyak rumah sakit dan dokter yang datangi untuk mencari kesembuhan. Harapan tersebut sempat tipis kala kondisi Ana malah memburuk. Di ujung kepasrahan, berkat Tuhan menyertai keluarga ini. Ana dipertemukan dengan dokter yang membantunya terapi hingga tidak lagi merasakan kejang karena epilepsi.

Ayahnya, I Kadek Dwi Jana Putra mengatakan, kondisi anaknya saat ini semakin pulih. Putrinya tidak mengalami kejang, dan jumlah konsumsi obat juga telah diturunkan.

“Obat sebelumnya ada 6 macam, sekarang 3 macam saja. Sudah turun 3 macam,” ungkapnya Kamis (28/3/2024).

1. Sudah lama berobat

Kisah Ana di Bali, 13 Tahun Epilepsi dan Sempat Kejang 30 Kali SehariPinterest

I Kadek Dwi Jana Putra yang tinggal di Desa Batu Bulan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar ini merawat Ana pertama kali di RSUP Prof Ngoerah Denpasar. Tidak cukup setahun atau dua tahun, Ana berobat ke rumah sakit hampir 13 tahun. Tidak hanya satu rumah sakit, ia juga membawa putrinya ke Rumah Sakit Jiwa Bangli dengan harapan adanya kesembuhan.

Anaknya kemudian ditangani selama 1 tahun di RSJ Bangli, mulai dari resep obat dengan jumlah sedikit hingga banyak. Ada kenaikan dosis yang diberikan namun tak kunjung Sembuh. Kondisinya malah semakin parah.

“Berawal dari umur 3 bulan. Itu habis upacara 3 bulanan itu langsung kejang seluruh tubuhnya. Satu hari hampir 30 kali kejangnya. Sampai istri saya menyusui, kumat digigit sampai menangis. Itu kami orangtua sampai menangis. Menangisi anak sakit, dan istri kesakitan,” ungkapnya.

Baca Juga: Polda Bali Sidak SPBU di Denpasar Jelang Hari Raya Idul Fitri

2. Pengobatan terakhir dengan jalan operasi

Kisah Ana di Bali, 13 Tahun Epilepsi dan Sempat Kejang 30 Kali Sehariilustrasi epilepsi (vecteezy.com/AITTHIPHONG KHONGTHONG)

Upaya demi upaya ia tempuh untuk mencari kesembuhan putrinya. Ia juga mencatat detail kejang yang dialami putrinya mulai waktu terjadi dan jumlahnya sesuai saran dokter.

Saat Ana sudah mendapatkan obat, yang semula mengalami kejang hingga 30 kali dalam sehari semakin menurun menjadi 7 kali. Hingga Ana diperkenankan sekolah TK saat itu. Namun kemudian kondisinya kembali memburuk dan berhenti sekolah. Karena kejangnya lebih sering terjadi.

“Jadi anak saya yang ini itu pendidikannya hanya sampai TK saja,” ungkapnya.

Dokter yang menangani putrinya saat itu menyarankan agar Ana dirawat di RS Siloam. Mereka juga ditawari tindakan operasi. Kadek Dwi Jana yang sudah pasrah tidak berpikir panjang lagi, ia langsung setuju dengan saran dokter tersebut. Ana kemudian menjalani prosedur medis untuk Epilepsinya pada 8 Agustus 2023 lalu.

“Hampir 13 tahun saya berobat. Hampir seluruh rumah sakit yang ada di Bali. saya berusaha untuk mencari obat untuk mengobati anak Tiyang (saya). Biar bisa sembuh,” ungkapnya.

3. Sembuh total tanpa obat tetap harus menunggu

Kisah Ana di Bali, 13 Tahun Epilepsi dan Sempat Kejang 30 Kali Sehariilustrasi pemeriksaan epilepsi pada anak (vecteezy.com/Panchita Chotthanawarapong)

Sebelum menjalani operasi tersebut, tepatnya saat pandemik COVID-19 melanda. Ia membuat aturan ketat, dan memastikan anaknya tidak melakukan aktivitas di luar rumah. Ia sengaja membuat batasan-batasan ini untuk melindungi putrinya.

“Sekarang sudah 7,5 bulan. Astungkara tidak pernah kumat,” ungkapnya.

Terhadap kondisi tersebut, dokter spesialis syaraf yang menangani pasien epilepsi di RSU Siloam Bali, Gusti Ayu Made Riantarini mengatakan, kesembuhan pasien epilepsi baru bisa dinyatakan setelah 5 tahun tanpa obat dan tidak mengalami kejang.

“Pasien epilepsi sembuh itu ketika 5 tahun setelah tidak pakai obat tidak ada kejang. Itu. Pasiennya kan ini baru 7,5 bulan tidak kejang dengan masih penurunan dosis obat. Jadi kami turunkan pelan-pelan sampai dosis terendah atau pun nanti kami lihat apakah bisa sampai setop dan tidak pakai obat tetap sampai 5 tahun kedepannya sampai tidak kejang,” jelasnya.

4. Dapat menyebabkan penurunan kecerdasan anak

Kisah Ana di Bali, 13 Tahun Epilepsi dan Sempat Kejang 30 Kali Seharipixabay.com/geralt

Dokter Gusti Ayu Made Riantarini mengatakan, epilepsi merupakan keadaan di mana aktivitas sel saraf di otak terganggu. Hal ini menyebabkan munculnya bangkitan kejang. Gangguan pada sel listrik di otak yang berlebihan ini dapat menimbulkan serangan berulang atau perubahan tingkah laku yang bersifat sementara.

Epilepsi dapat terjadi sebagai akibat dari kelainan genetik atau cedera otak yang dialami, seperti trauma atau stroke. Faktor risiko lainnya antara lain usia, genetik, cedera kepala, kejadian kejang demam, autoimun dan tumor otak.

“Pada anak-anak itu epilepsi yang berat itu membuat otaknya tidak bisa belajar. Jadi dungsi otak anak itu akan menurun. Gak bisa sekolah, gak bisa belajar, menjadi beban di keluarga juga,” terangnya.

Baca Juga: Dua Pasien Gagal Ginjal Akut Asal NTB Kini Dirawat di RS Sanglah Bali 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya