Kesaksian Perawat di Bali, Kamar Isolasi Kosong Tidak Lebih dari 3 Jam

Kewalahan adalah hal terberat bagi perawat COVID-19

Denpasar, IDN Times – Perjuangan untuk melawan wabah COVID-19 nampaknya belum ada tanda-tanda akan berakhir. Perkembangan kasusnya semakin meningkat dari hari ke hari. Pasien baru datang silih berganti. Melihat kasus di Provinsi Bali saja, pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 bertambah 174 orang, pasien yang meninggal empat orang, pasien sembuh sebanyak 117 orang, dan pasien yang masih dirawat sebanyak 879 orang per tanggal 3 September 2020.

Meski demikian tidak mengurangi semangat para perawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar. Kepala Perawat Ruang Mawar, Nyoman Eta Risnawati, mengungkapkan kesaksiannya selama merawat pasien COVID-19.

Dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon pada Kamis (3/9/2020), ia menceritakan bagaimana gambaran ruangan bertekanan negatif yang digunakan untuk merawat pasien COVID-19, para perawat yang wajib memakai hazmat lapis tiga, hingga tidak leluasanya mereka untuk berinteraksi dengan pasien.

“Kami memakai APD (Alat Pelindung Diri) level tiga namanya. Kami semua tertutup oleh APD, perasaan panas sesak di dalam. Juga tidak bisa terlalu lama berada di dalam. Jadinya kan kesempatan kami berinteraksi dengan pasien itu tidak terlalu leluasa jadinya,” katanya.

“Adanya batasan-batasan waktu yang membuat kita terbatas untuk bertemu. Tetapi walaupun terbatas, pada saat pasien mengeluh sebisa mungkin kita harus menanggapi keluhan pasien.”

Berikut ini hasil wawancara selengkapnya.

Baca Juga: Sempat Jadi Polemik, Ini Alasan Ibu Hamil Wajib Rapid Test

1. Waktu terasa berjalan cepat selama merawat pasien

Kesaksian Perawat di Bali, Kamar Isolasi Kosong Tidak Lebih dari 3 JamIlustrasi Face Shield (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Lebih dari enam bulan merawat pasien COVID-19, ia bersama rekan-rekannya justru tidak merasa bosan. Sebab kata Eta, saking banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, mereka malah merasa waktu berjalan begitu cepat.

“Ya sudah enam bulan berjalan. Kalau kata teman-teman saya yang sharing, tidak sempat bosan katanya," ucapnya.

Apakah selama itu pula nakes kekurangan APD? Dari ceritanya, RSUP Sanglah tidak pernah sampai kekurangan APD.

“Minim APD nggak pernah. Kami belum pernah masuk tanpa APD lengkap. Itu belum pernah,” kata Eta.

Namun Kasubag Humas RSUP Sanglah, I Ketut Dewa Kresna, mengatakan pernah mengalami keterbatasan APD di awal pandemik. “Tapi seiring berjalannya waktu, suplai APD sudah berjalan lancar. Semua stock tersedia,” jelas Kresna.

Sekarang ini, semua kebutuhan APD di RSUP Sanglah dalam kondisi masih aman. Baik berupa paket APD lengkap, baju coverall Level 2 dan Level 3, masker N95 dan KN95, sepatu boot, sarung tangan non steril, shoes cover, nurse cup, google, gown lengan panjang, sarung tangan, apron, masker bedah, dan face shield.

Baca Juga: Ketabahan Perawat RSUP Sanglah Lawan COVID-19: Saya Masih Punya Bayi 

2. Diizinkan bekerja shift pendek untuk membayar rasa lelah para perawat

Kesaksian Perawat di Bali, Kamar Isolasi Kosong Tidak Lebih dari 3 Jam(Dok.IDN Times/Istimewa)

Eta mengakui, dulunya pernah bekerja shift yang durasi waktunya agak panjang. Yaitu shift pagi dua kali, sore dua kali, malam dua kali, dan libur dua kali. Namun saat ini, manajemen telah mengizinkan kerja shift dengan durasi yang lebih pendek. Yakni pagi satu kali, sore satu kali, malam satu kali, dan libur dua kali. Pertimbangannya adalah durasi pemakaian baju hazmat yang memang terbatas, dan kesibukan para perawat selama menangani pasien.

“Jadi dengan waktu seperti itu, capeknya teman-teman terbayarkan. Karena kan benar-benar pada saat malam itu, kami nggak dapat waktu istirahat jeda sama sekali. Kami yang malam itu bisa beberapa kali masuk pakai baju hazmat. Seperti itu,” ujar Eta.

Baca Juga: Pakar Virologi Unud Tegaskan Tidak Perlu Rapid Test, PCR Lebih Akurat

3. Pada bulan Juni sampai Agustus, banyak kasus pasien COVID-19 datang dengan gejala berat. Sehingga membuat pihak RSUP Sanglah kekurangan tempat untuk merawat pasien kritis

Kesaksian Perawat di Bali, Kamar Isolasi Kosong Tidak Lebih dari 3 JamFoto hanya ilustrasi. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Pada saat awal pandemik, sekitar bulan April-Mei 2020, pasien COVID-19 yang dirawat cenderung sedikit dan relatif memiliki keluhan sedang. Namun memasuki bulan berikutnya, banyak pasien COVID-19 dengan gejala berat hingga kritis datang silih berganti dan harus dirawat di Ruang Mawar. Mereka sampai menggunakan oksigen.

“Kalau sekarang mulai Juni, Juli, Agustus ini pasien yang datang dengan kondisi berat. Bahkan sampai kritis. Kami sampai kekurangan tempat untuk merawat pasien kritis,” katanya.

Berbeda halnya dengan pasien bergejala ringan. Mereka tidak nampak ada gejala sakit sama sekali. Namun pasien kategori sedang biasanya mengeluhkan sakit kepala dan batuk.

“Ini penyakit yang benar-benar menakutkan buat kami semuanya, buat para tim tenaga kesehatan. Bagaimana caranya agar pandemik ini cepat berlalu? Setidaknya kalau tidak cepat berlalu, angka kejadiannya bisa sedikit, gitu. Sehingga rumah sakit tidak kewalahan untuk merawat pasien.”

Baca Juga: Catat Ya! Rapid Test dan Swab Ibu Hamil di RSUD Tabanan Gratis

4. Ada momen haru ketika Eta merawat pasien lansia dengan gejala berat

Kesaksian Perawat di Bali, Kamar Isolasi Kosong Tidak Lebih dari 3 JamIDN Times/Irma Yudistirani

Selain angka kematiannya meningkat, akhir-akhir ini pasien COVID-19 juga banyak yang dirawat di rumah sakit. Terutama pasien yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid. Ada momen haru ketika ia merawat pasien lansia dengan gejala berat dan harus memakai ventilator. Pasien ini justru sembuh. Padahal, menurutnya, angka keberhasilan untuk sembuh bagi pasien yang menggunakan ventilator sangat sedikit.

“Itu hal yang sangat membanggakan buat kami,” ungkapnya.

RSUP Sanglah juga pernah merawat pasien bayi berusia 3 bulan positif COVID-19 di Ruang Nusa Indah. Tetapi bayi dengan suspek cenderung lebih banyak dirawat di RSUP Sanglah. Tentu ia merasa bersyukur, karena hasil tes PCR bayi-bayi suspek ini dinyatakan negatif.

“Anak-anak jarang ada yang gejala berat. Yang paling banyak lansia dan berpenyakit penyerta sehingga kritis.”

Baca Juga: Daftar 100 Dokter yang Gugur Karena COVID-19, Empat Orang Dari Bali

5. Kosongnya tempat tidur di Ruang Mawar hanya hitungan jam. Karena setelah kosong selama tiga jam, tempat tidur tersebut sudah terisi pasien kembali

Kesaksian Perawat di Bali, Kamar Isolasi Kosong Tidak Lebih dari 3 JamFoto hanya ilustrasi. (Dok. Humas RSUD Klungkung)

RSUP Sanglah memiliki lima ruangan yang dipakai untuk merawat pasien COVID-19. Seperti Ruang Mawar, di mana Eta bertugas sebagai Kepala Perawatnya. Ruangan ini memiliki 16 unit ventilator, 16 unit monitor di setiap tempat tidur, dan dikhususkan untuk perawatan intensif pasien COVID-19. Ada 38 tenaga kesehatan (Nakes) yang berjaga di ruangan itu.

Rata-rata pasien COVID-19 adalah orang lanjut usia yang memiliki penyakit penyerta, dan biasanya masuk kategori berat hingga kritis. Banyaknya pasien dalam kondisi berat itu, menyebabkan para nakes di Ruang Mawar kewalahan. Mereka harus memilah pasien mana saja yang harus segera masuk ke ruangan, dan mana yang masih bisa ditunda dulu dengan perawatan di ruangan biasa.

“Kita berebut tempat di ruang intensif. Jadi benar-benar tidak ada kesempatan tempat tidur itu kosong 24 jam sehari. Jadi paling kosongnya cuma tiga jam, sudah terisi lagi. Rebutan dari rumah sakit daerah, dari UGD (Unit Gawat Darurat), dari rumahnya. Benar-benar berebut,” ceritanya.

“Kami mengeluh dengan banyaknya pasien dalam keadaan berat sekarang. Mohon masyarakat secara umum menjaga diri dan orang-orang yang dicintainya, gitu. Orang tua, anak-anak sangat rentan kena penyakit.”

Baca Juga: Mau Konsultasi Kesehatan? Ini Daftar Nomor Telepon Dokter di Tabanan

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya