Waspada! Ada Kasus Perdagangan Orang Pakai Modus Kawin Kontrak

Waduh. Ngeri juga nih

Denpasar, IDN Times - Deputi Menteri Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Prof Vennetia Danes, beberapa waktu lalu membeberkan modus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) di Indonesia, yang korbannya melibatkan perempuan dan anak.

Ambil saja contoh kasus yang terjadi di Bekasi tahun 2019 lalu. Dua pengemudi ojek online, Steven Agustinus dan Ari Iswantoro, berhasil menyelamatkan anak di bawah umur karena menjadi korban TPPO.

Dilansir dari Antara, anak asal Sukabumi tersebut memesan jasa ojek melalui Steven dan minta diantarkan ke alamat saudaranya yang ada di Bekasi. Namun alamat itu tak kunjung ditemukan. Steven lalu menghubungi Ari, sebagai pimpinan komunitas ojek, untuk membantu anak tersebut mencari alamat.

Ari kemudian berhasil menemukan kontak keluarga korban, dan baru diketahui jika mereka juga menghubungi polisi. Dari informasi keluarganya, anak tersebut ternyata menjadi korban TPPO. Atas dasar itu Ari dan Steven langsung mengantar anak ini ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Ini masih baru satu kasus. Masih banyak lagi kasus lain yang membuat perempuan dan anak jadi korban perdagangan orang. Bagaimana sih sebenarnya modus-modus TPPO ini? Berikut uraiannya:

1. Modusnya, anak-anak muda berusia di bawah 17 tahun dipekerjakan di kafe-kafe daerah Papua dan Sulawesi. Namun faktanya tidak demikian

Waspada! Ada Kasus Perdagangan Orang Pakai Modus Kawin KontrakPixabay.com/Robert-Owen-Wahl

Daerah-daerah tertentu mengirimkan anak-anak muda berusia di bawah 17 tahun untuk dipekerjakan di beberapa kafe daerah Papua dan Sulawesi. Dari temuan Vennetia, hal ini termasuk dalam sindikat perdagangan orang. Pada kasus umum yang terjadi sesampainya di lokasi, korban malah dipekerjakan sebagai PS (Pekerja Seks).

Lantas kenapa mereka mau menerima tawaran tersebut? Kata Vennetia, itu terjadi karena korban sudah tidak bisa melanjutkan sekolah, tidak memiliki uang, dan orangtuanya mengizinkan anaknya pergi ke luar kota.

“Susah sekali dia mau keluar dari lingkaran setan ini. Mau ditarik dia dari situ, ada germonya. Ada muncikarinya. Beberapa tahun lalu Menteri Khofifah pernah membebaskan anak-anak muda, anak-anak perempuan dari jeratan seperti ini,” terangnya saat menghadiri seminar "Anak Sebagai Agen Perubahan dalam Pencegahan Perdagangan Orang" di Colony Plaza Renon, Denpasar, Kamis (16/1) lalu.

Baca Juga: Ojek Online Dilibatkan Untuk Cegah Perdagangan Perempuan dan Anak

2. Modus kedua adalah sistem kawin kontrak. Kasus seperti ini paling tinggi terjadi di Kalimantan

Waspada! Ada Kasus Perdagangan Orang Pakai Modus Kawin KontrakPixabay.com/jeffbalbalosa-3647352

Pihaknya menyebutkan, daerah paling tinggi potensi terjadinya TPPO adalah Kalimantan. Karena di wilayah tersebut ada sistem kawin kontrak. Dalam kasus semacam ini, kawin kontrak dipasang tarif sebesar Rp150 juta. Orangtua korban biasanya mendapatkan Rp10 juta. Sisanya adalah untuk calo kawin kontrak tersebut.

3. Kawin kontrak ini dimanfaatkan oleh lelaki asal Tiongkok. Mereka menikahi perempuan Indonesia. Namun begitu sampai di Tiongkok, perempuan Indonesia ini dijadikan sebagai budak

Waspada! Ada Kasus Perdagangan Orang Pakai Modus Kawin Kontrakpexels/marina shatskih

Ia mengakui, modus kawin kontrak rupanya juga digunakan oleh pelaku atau sindikat TPPO. Banyak lelaki asal Tiongkok yang menikah kontrak dengan perempuan Indonesia.

“Kawin, tapi kawin sepihak tidak melalui kami. Tidak melalui Government to Government. Tapi di Cina sana dianggap itu legal oleh pemerintah Cina karena sudah menikah. Tapi akhirnya setelah tiba di Cina dipekerjakan. Bukan sebagai istri tetapi dipekerjakan seperti budak. Nah, makanya banyak yang melarikan diri. Kami kemarin menolong yang lari-lari itu,” ungkapnya.

Para korban yang melarikan diri ini kemungkinan besar dilindungi setelah sampai di Konsulat Jenderal (Konjen) Indonesia di Tiongkok. Namun untuk bisa kembali ke Indonesia diakuinya susah. Lantaran diplomasi antar kedua negara terkait hal ini terbilang alot.

“Karena pemerintah Cina bilang 'Ah sudah menikah'. Jadi nggak boleh pulang. Sementara dia dipukul ada, ada yang dipekerjakan, minta maaf ya, yang Islam coba bayangkan jaga babi. Jaga segala macam. Itu memang bukan istri, itu perbudakan modern,” ujar Vennetia.

4. Selain anak-anak perempuan di bawah umur, anak laki-laki juga jadi korban human trafficking

Waspada! Ada Kasus Perdagangan Orang Pakai Modus Kawin KontrakIlustrasi Kekerasan Anak (IDN Times/Arief Rahmat)

Data TPPO khusus anak sepanjang tahun 2019, totalnya mencapai 8488 orang yang masuk dalam sistem informasi online. Sementara untuk human trafficking anak-anak sebanyak 100 orang, yang terdiri dari 79 orang anak-anak perempuan dan 21 orang anak-anak laki-laki. Data tersebut didapatkan dari seluruh Indonesia sepanjang tahun 2019 lalu.

“Dari sisi pelaporannya karena semakin mudah lapor dan daerah sudah tersosialisasikan menginput ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Maka dari situ angkanya terus membaik,” terang Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Nahar.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya