Gagal Magang ke Luar Negeri, 22 Naker Flores Timur Terjebak di Bali 

Orang tua korban datangi ITB STIKOM Bali dan LPK Darma Bali

Denpasar, IDN Times – Kasus dugaan penipuan puluhan tenaga kerja asal Kabupaten Flores Timur, Provinsi NTT yang kini berada di Bali terus berlanjut. Beberapa hari lalu para orang tua korban melakukan aksi protes kepada Bupati Flores Timur. Pada Senin (31/8/2020), sejumlah perwakilan orang tua korban, didampingi oleh Asisten I, Kadisnaker dan Anggota DPRD Kabupaten Flores Timur, serta Perhimpunan Jurnalis Nusa Tenggara Timur (PENA NTT) Bali, langsung datang ke Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) STIKOM Bali di Jalan Raya Puputan, Renon, Denpasar.

Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi PENA NTT, Gabriel Nano Betan menyampaikan dalam rilisnya bahwa orang tua para korban ingin menjemput kembali anak-anaknya. Mereka juga datang ke LPK Darma Bali di Jalan Teuku Umar Barat, Denpasar yang berperan sebagai perekrut tenaga kerja asal Flores Timur.

Para korban sudah dua tahun terkatung-katung di Bali sehingga perwakilan orang tua korban datang untuk mencari kejelasan. Padahal nota kesepahaman program magang ke luar negeri tersebut disepakati tahun 2018.

1. Orang tua merasa ada beberapa kejanggalan

Gagal Magang ke Luar Negeri, 22 Naker Flores Timur Terjebak di Bali Salah satu perwakilan orang tua peserta magang. (IDN Times/Ayu Afria)

Orang tua salah satu korban, Marianus mengaku bingung kenapa anaknya justru ditawari untuk magang ke negara lain misalnya Turki, Polandia, dan Australia. Sementara pada awal November 2019 lalu, kesepakatan adalah magang kerja di Taiwan.

"Sempat ditawarkan ke negara lain. Sepanjang yang kami tahu, STIKOM Bali itu kerja sama dengan Taiwan. Tidak pernah negara lain. Jadi ke negara lain itu untuk agenda apa? Ini jadi pertanyaan kami sampai hari ini," jelasnya.

Guna memenuhi biaya yang diperlukan, ia mengutang di bank sebesar Rp35 juta. Ia mengaku tidak tahu menahu soal cicilan karena memang tidak pernah memegang uang meskipun dikatakan pinjam ke bank.

"Saya bingung ya. Saya bingung. Untuk saat ini saya tidak pernah ditagih. Janjinya begini, uang itu dipinjamkan setelah anak kuliah dan bekerja dikembalikan, dicicil gitu," ucapnya.

Info yang ia dapat, beberapa anak yang berhasil berangkat rupanya kerja serabutan di negara tujuan. Ia merasa ditipu karena harusnya magangnya di perhotelan. Tak jarang dari mereka yang sudah berhasil berangkat, justru meminta uang kiriman dari orang tuanya.

Selain itu, ia juga menyinggung tentang permasalahan kuliah. Bahwa ada korban yang tidak mengikuti tugas perkuliahan online, namun hasil nilainya ke luar dan angkanya dikatakannya sangat bagus.

Kedatangannya ke Bali kali ini, ia akui karena urusan dengan LPK Dharma, bukannya ITB STIKOM Bali. "Ini orang tua ini punya kepentingan di LPK. Tujuan orang tua datang di Denpasar, Bali itu untuk bawa anak pulang," jelasnya.

2. Diperkirakan sekitar 22 orang yang gagal berangkat

Gagal Magang ke Luar Negeri, 22 Naker Flores Timur Terjebak di Bali Direktur Operasional LPK Darma Bali, Dede Heryadhy (kiri) dan Rektor Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Bali, Dadang Hermawan. (IDN Times/Ayu Afria)

Direktur Operasional LPK Darma Bali, Dede Heryadhy awalnya enggan mengomentari terkait pertemuan dengan pihak keluarga korban. Ia beralasan semua (jawaban untuk media) sudah dititipkan kepada pengacaranya.

Namun akhirnya Dede menjelaskan bahwa pihak LPK Darma Bali sudah berupaya agar para korban tersebut bisa ditempatkan di negara yang sesuai dengan keinginan masing-masing. Sayangnya beberapa yang tertahan dan tidak bisa berangkat, ia coba carikan jalan ke luar dengan menawarkan program kuliah di STIKOM.

“Yang sisanya, yang kurang lebih ada di sini itu, di samping ada yang pulang. Sisanya ada 12 orang itu statusnya mahasiswa STIKOM sini. Statusnya dia sudah semester 5 di STIKOM. Sambil berjalan kan kami tawarkan kepada meraka. Kalau misalnya mau lanjut dengan pilihan dia mau ke mana-kemana, kami salurkan,” jelasnya.

Diperkirakan sekitar 22 orang yang gagal berangkat untuk magang di luar negeri. Sebanyak 12 orang masih berada di asrama dan sekitar 10 orang memilih pulang.

3. ITB STIKOM Bali sebut kesalahan ada di pihak ketiga

Gagal Magang ke Luar Negeri, 22 Naker Flores Timur Terjebak di Bali unsplash.com

Sementara itu, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Bali, Dadang Hermawan menyampaikan bahwa beberapa orang yang gagal berangkat, karena visa mereka tidak ke luar. Selebihnya, tidak diketahui apa penyebab visa mereka tidak ke luar. Siapa yang salah? Dadang menegaskan bahwa yang salah adalah pihak ketiga.

“Kenapa belum berangkat? Kan ada persyaratan visa. Tadi Pak Dede mengatakan berapa tuh yang sudah berangkat, ada 34 orang. Itu karena sisanya gak dapat visa ya. Dan macam-macam alasan dan kami nggak tahu kenapa visanya nggak dapat,” jelasnya.

“Yang belum berangkat sekarang itu udah tiga kali atau dua kali diurus itu. Tapi nggak dapat-dapat. Tapi ada juga yang dapat. Yang nggak dapat ini kami tidak tahu alasannya. Nah gitu lho. Sehingga pada tahun 2019 kami tawarkan, ayo daripada nanti nunggu nggak ada kegiatan, kita sambil kuliah aja di STIKOM. Dapatlah mereka setahun kuliah di STIKOM,” jelasnya.

Dadang juga menegaskan bahwa masalah tidak keluarnya visa tersebut, bukanlah kesalahan STIKOM. “Salah pihak ketigalah, visanya. Iya kan,” jelasnya.

4. Perekrutan dilakukan sejak tahun 2018

Gagal Magang ke Luar Negeri, 22 Naker Flores Timur Terjebak di Bali ITB STIKOM Bali di Jalan Raya Puputan, Renon, Denpasar. (IDN Times/Ayu Afria)

Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi PENA NTT, Gabriel Nano menyampaikan bahwa permasalahan ini berawal pada tahun 2018 lalu. Saat itu pihak LPK Darma Bali melakukan kerja sama dengan beberapa pihak, di antaranya Pemerintah Kabupaten Flores Timur, LPK Darma, STIKOM Bali, dan Bank BRI Cabang Larantuka-Flores Timur. Hasil kesepakatan kerjasama tersebut adalah perekrutan puluhan remaja asal Flores Timur sejak tahun 2018 yang jumlahnya mencapai 51 orang. Program tersebut berupa magang sambil kuliah di Jepang dan Taiwan.

Para korban harus menyetor uang puluhan juta yang dikredit dari BRI Larantuka dan terakhirnya dari Bank NTT. Namun yang terjadi adalah banyak dari anak-anak itu tidak bisa diberangkatkan dan mereka akhirnya terkatung-katung di Bali selama dua tahun.

“Akibatnya, banyak dari para korban yang tidak diberangkatkan memilih untuk bekerja di Bali, ada yang mengundurkan diri karena harus kuliah dan sebagainya. Sementara angsuran di BRI dan juga terakhir di Bank NTT tidak jelas," jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya