Pariwisata Bali Bidik Digital Nomad: Perlu Regulasi untuk Pelakunya

Akankah pariwisata Bali segera pulih?

Denpasar, IDN Times – Sudah 15 bulan lamanya pariwisata Bali mati suri karena pandemik COVID-19. Aktivitasnya pun terbatas, beberapa daerah wisata hanya dikunjungi wisatawan lokal dan domestik saja. Banyak para pekerja pariwisata yang kelimpungan. Kondisi ini tentu berbeda jauh dari sebelum pandemik, di mana Bali banyak digandrungi para wisatawan dari penjuru dunia.

Saat ini Bali menyatakan diri serius menggarap Digital Nomad Tourism. Pandemik COVID-19 ini menggiring penggerak perekonomian pada aktivitas kehidupan digital. Dari yang sebelumnya hanya mengandalkan wisatawan leisure, lalu mengembangkan pariwisata MICE. Kedua potensi ini tidak berjalan lagi sejak pandemik karena pelarangan kerumunan dan pembatasan bepergian.

Baca Juga: 25 Persen ASN di Kementerian Bakal Work from Bali, Begini Skemanya

1. Pasar digital nomad mulai diperhatikan

Pariwisata Bali Bidik Digital Nomad: Perlu Regulasi untuk PelakunyaIlustrasi ekonomi digital (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa, sebelumnya sempat melakukan pemantauan terhadap kegiatan para digital nomad yang telah diselenggarakan di Dojo Bali Coworking, Canggu, Kecamatan Kuta Utara, pada 27 Mei 2021 lalu. Potensi wisatawan digital nomad ini mendapatkan perhatian.

Putu Astawa yang didampingi para kelompok Ahli Pembangunan Provinsi Bali Bidang Pariwisata menyampaikan Bali akan serius menangani pariwisata digital nomad ini. Rencananya ke depannya akan dibuatkan kebijakan terkait para digital nomad.

2. PHRI dukung pengembangan digital nomad tourism

Pariwisata Bali Bidik Digital Nomad: Perlu Regulasi untuk PelakunyaIlustrasi digital/open-stand.org

Sementara itu Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, yang juga merupakan anggota Kelompok Ahli Pembangunan Bidang Pariwisata, IGAN Rai Suryawijaya, mengaku mendukung pengembangan pariwisata di sektor digital nomad tourism.

Menurutnya, Bali masih menjadi tempat terfavorit yang bagus untuk pengembangan digital nomad tourism, baik di daerah Canggu, Ubud, maupun wilayah Bali Utara, Lovina. Potensi digital nomad ini juga bisa memberikan peluang pada akomodasi-akomodasi masyarakat seperti homestay, villa, maupun akomodasi milik masyarakat lainnya.

“Jadi mereka bisa kerja dari Bali dan juga mereka juga bisa leisure kan. Libur juga,” ungkapnya pada Rabu (2/6/2021).

3. Perlu regulasi untuk pelaku digital nomad

Pariwisata Bali Bidik Digital Nomad: Perlu Regulasi untuk Pelakunyafreepik.com/drobotdean

Rai Suryawijaya menegaskan untuk memaksimalkan potensi ini, diperlukan regulasi terkait dengan pelaku digital nomad. Misalnya terkait visa dan regulasi kontribusi kepada Bali khususnya.

Saat ini pun, ia sampaikan, perkiraan digital nomad yang berada di Bali mencapai ribuan orang. Mereka memang sebagian merupakan wisatawan yang stranded (terlantar) di Bali.

“Karena mereka kebanyakan stay di kepunyaan masyarakat. Nah, spending-nya sampai 20-30 dolar per hari. Ini kan cukup bagus ya bagi menghidupkan ekonomi UMKM lah istilahnya yang ada di Bali,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya