Bali Ingin Maksimalkan Pariwisata Kesehatan, Efektifkah saat Pandemik?

Bagaimana menurut semeton ini?

Denpasar, IDN Times – Bali Medical Tourism Association (BMTA) di tengah pandemik COVID-19 ini mulai memaksimalkan pasar pariwisata kesehatan dengan menggandeng Bali Tourism Board (BTB) untuk melakukan promosi. Gubernur Bali yang diwakili oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr I Ketut Suarjaya, pada Selasa (29/6/2021) lalu mengatakan peresmian BMTA ini merupakan jawaban atas keinginan Pemerintah Provinsi Bali untuk memiliki rumah sakit berstandar internasional. Artinya, layanan kesehatan rumah sakit di Bali diharapkan nantinya diakui dan dapat diterima oleh dunia internasional.

“Bali sebagai destinasi wisata dunia. Sudah seharusnya memiliki layanan kesehatan yang mendunia,” ungkap Suarjaya. 

1. Rumah sakit dinilai sulit untuk mengembangkan diri bila tidak ada subsidi silang

Bali Ingin Maksimalkan Pariwisata Kesehatan, Efektifkah saat Pandemik?ilustrasi pemeriksaan dokter (freepik.com/jcomp)

Ketua BMTA, dr. I Gede Wiryana Patra Jaya, MMR, menyampaikan bahwa rumah sakit tidak akan berkembang jika hanya berpikir untuk layanan sosial. Menurutnya rumah sakit adalah organisasi yang sangat kompleks, begitu pula dengan ilmu teknologi kedokteran yang terus berkembang.

“Kalau tidak ada subsidi silang, dari mana rumah sakit bisa untuk mengembangkan diri? Kan gitu. Dan di samping juga nanti harapannya adalah Bali ini sebagai daerah wisata, ada tambahan diversifikasi pariwisata,” jelasnya.

Dengan adanya program BMTA yang baru dideklarasikan tersebut, serta dukungan pemerintah, dan pihak lainnya, ia berharap agar kehidupan rumah sakit di Bali semakin hari semakin baik sehingga nantinya bisa menggarap pasar premium.

2. Dorong kerja sama sister hospital dengan rumah sakit asing

Bali Ingin Maksimalkan Pariwisata Kesehatan, Efektifkah saat Pandemik?Ilustrasi petugas medis. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Diakuinya, sejauh ini kendala yang dihadapi oleh pihak rumah sakit di Bali adalah terkait Sumber Daya Manusia (SDM) dan fasilitas yang ada di rumah sakit. Dokter Patra mendorong agar beberapa rumah sakit di Bali menjalin hubungan sister hospital dengan rumah sakit di luar negeri.

“Sekarang kan kami dorong untuk menjadi sister hospital. Bali Mandara kemarin kami usulkan sister hospital misalnya dengan Darwin. Jadi dokter asing tidak praktik, tapi sebagai medical advisor, mendampingi dan meningkatkan kemampuan lokal dokter kita,” ungkapnya.

3. Tidak ada pelarangan penggunaan dokter asing jika sesuai dengan rambu-rambu negara Indonesia

Bali Ingin Maksimalkan Pariwisata Kesehatan, Efektifkah saat Pandemik?freepik.com/pressfoto

Menjawab pertanyaan kemungkinan adanya dokter spesialis yang merupakan warga negara asing dalam Asosiasi BMTA, dokter Patra mengungkapkan bahwa tidak ada pelarangan penggunaan dokter asing jika sesuai dengan rambu-rambu negara Indonesia. Apalagi mereka masuk ke Indonesia sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia mengatakan dokter asing ini dimungkinkan ke arah medical advisor.

“Kalau dokter asing sebenarnya tidak dilarang. Sudah ada rambu-rambunya. Mereka kan juga masuk suatu negara, kan ada aturan negara kita. Ada satu kriteria, apakah spesialisasinya ini langka atau tidak? Nah yang kedua mereka harus ada orientasi tentang budaya yang ada di Indonesia. Bahasa dan sebagainya. Jadi tidak ditutup sih. Indonesia bukan menolak, tapi ada aturannya yang harus dilakukan,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya