50 Tahun Bergantung Pada Pariwisata, Biro Wisata di Bali Jadi Petani

Semoga Bali segera bangkit ya

Badung, IDN Times – Beberapa waktu lalu Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita), Budijanto Ardiansyah, menyampaikan tentang nasib pariwisata akan seperti zombie jika tidak terus bergerak. Lalu bagaimana dengan kondisi pariwisata Bali saat ini? Apakah program-program yang telah dibuat oleh pemerintah bisa menyelamatkan perekonomian Bali?

Baca Juga: Dekan FEB Unud: Bali Tidak Bisa Melawan Musuh yang Tidak Pasti

1. Bali sudah 50 Tahun bergantung dari pariwisata, kondisi ini sangat berat

50 Tahun Bergantung Pada Pariwisata, Biro Wisata di Bali Jadi PetaniPemandangan Pura Tanah Lot dari taman. Dulu tempat ini menjadi tempat pertunjukan budaya di DTW Tanah Lot (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asita Provinsi Bali, Ketut Ardana, menggambarkan kondisi Bali saat ini lumayan berat. Sebab sudah 50 tahun Bali bergantung pada sektor pariwisata.

Sesungguhnya Bali sudah tahan banting dengan berbagai gangguan keamanan sejak Perang Telur tahun 1990. Kemudian kasus Kolera tahun 1995, Krisis Moneter tahun 1997-1998, dua kali kejadian Bom Bali, isu penyakit, hingga Erupsi Gunung Agung.

“Untuk Bali memang lumayan berat karena Bali sudah 50 tahun sangat bergantung pada keberlangsungan pariwisata. Tapi kita harus positive thinking saja bahwa pariwisata akan kembali dan malah akan menjadi lebih baik,” jelasnya.

Kualitas itu ia ungkapkan termasuk wisatawan yang akan berlibur ke Bali dan telah terseleksi, artinya di atas middle up.

Baca Juga: Bisnis Perhotelan di Bali Tahun Ini Paling Terpuruk Sepanjang Sejarah

2. Asita Provinsi Bali tidak memiliki program khusus untuk anggotanya selama pandemik

50 Tahun Bergantung Pada Pariwisata, Biro Wisata di Bali Jadi PetaniWeekend Bazaar oleh Komunitas Tenant Bali (Dok.IDN Times/KTB)

Ketut Ardana mengakui tidak memiliki program khusus untuk membantu anggotanya agar tetap survive, dan tidak memiliki data pasti berapa banyak orang yang telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak Maret 2020 lalu. Namun begitu, Asita Bali telah berupaya memperjuangkan beberapa hal di antaranya:

  • Menyuarakan kepada pemerintah agar anggota Asita bisa dibantu dana talangan untuk modal usaha, supaya ada persiapan ketika pariwisata sudah dibuka
  • Asita Bali juga secara terus menerus menyuarakan agar dana hibah tidak hanya diberikan kepada hotel dan restoran. Tapi juga kepada industri lainnya termasuk Biro Perjalanan Wisata (BPW) anggota Asita. Karena membangun pariwisata tidak hanya hotel dan restoran tapi semua komponen berperan
  • Asita sudah melakukan roadshow ke-7 Kabupaten/Kota se-Bali untuk melihat langsung kesiapan objek-objek wisata terkait protokol kesehatan (CHSE)
  • Beberapa anggota Asita Bali juga aktif membantu program "We Love Bali" yang sedang berlangsung
  • Asita Bali juga sudah pernah membantu para pekerja BPW untuk mendapatkan bantuan sembako dari pemerintah, dan sudah berjalan meski belum semua pekerja mendapatkannya.

“Asita Bali tidak punya program khusus dalam pandemik ini. Hanya saja ada beberapa hal yang berusaha dilajukan atau diperjuangkan meski hingga kini belum ada hasilnya,” ucapnya.

3. BPW mencari pekerjaan alternatif untuk bertahan hidup

50 Tahun Bergantung Pada Pariwisata, Biro Wisata di Bali Jadi PetaniWeekend Bazaar oleh Komunitas Tenant Bali (Dok.IDN Times/KTB)

Dalam kondisi seperti sekarang, BPW juga beralih pekerjaan agar bisa bertahan hidup. Di antaranya berdagang sembako, makanan baik offline maupun online dan ada juga yang pulang kampung untuk bertani atau berkebun. Pandemik ini juga membuat mereka lebih kreatif dengan memanfaatkan lahan yang tersisa di rumahnya, untuk menanam sayuran sehingga tidak mengharuskan beli.

“Betul sejak pandemik banyak pekerja pariwisata termasuk BPW mencari pekerjaan atau usaha alternatif supaya bisa bertahan hidup,” ungkap Ketut Ardana.

Pihaknya berharap pemerintah bisa membantu kondisi ini. Mengingat tidak semua anggota mendapatkan bantuan sembako yang digelontorkan oleh pemerintah. Sehingga memaksa mereka untuk mencari alternatif sendiri demi bertahan hidup.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya