41 Polisi Bakal Dilatih Penanganan Korban Kekerasan Seksual di Bali
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Kedutaan Besar Inggris Jakarta dan Konsulat Inggris Bali, bekerja sama dengan Polri, Polda Bali, Polda NTB, Komnas Perempuan, LBH Apik, dan Sehat Jiwa, akan mengadakan pelatihan untuk polisi.
Sebanyak 41 orang personel kepolisian bakal mengikuti Pelatihan Penanganan Pemerkosaan atau Serangan Seksual dan Kesehatan Mental, pada Selasa (7/2/2023) pagi Sanur, Denpasar.
Dalam pelatihan ini narasumber yang dilibatkan di antaranya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, Staf Ahli Kemenpar, Fadjar Hutomo, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Wakil Ketua Korban dan Saksi LPSK, Livia Iskandar, Komisioner Komisi Kekerasan Terhadap Perempuan, Siti Aminah Tardi, dan ahli psikiater dari Universitas Indonesia, Natalia Widiasih.
Baca Juga: Mes Karyawan RRI Denpasar Roboh, Korban Terjebak di Reruntuhan
1. Tingkatkan kemampuan dan kepekaan penanganan kasus perkosaan atau pelecehan seksual
Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Matthew Downing, mengungkapkan bahwa pelatihan ini untuk mengembangkan keterampilan personel kepolisian dalam menangani kasus perkosaan atau pelecehan seksual dan kesehatan jiwa. Selain itu juga untuk mendukung pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Dengan kegiatan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kepekaan petugas polisi garis depan dalam menangani korban, atau keluarga pemerkosaan atau pelecehan seksual, serta meningkatkan kesadaran petugas terhadap masalah gangguan jiwa. Terutama di wilayah Bali dan Lombok.
“Kekerasan seksual adalah tindak kejahatan. Tidak peduli siapa yang melakukannya atau di mana pun itu terjadi. Ketika insiden dilaporkan, petugas garis depan memainkan peran penting dalam menciptakan rasa aman bagi para korban,” ungkapnya.
Baik kasus pelecehan seksual maupun gangguan jiwa membutuhkan pendekatan yang hati-hati dan sensitif, yang dapat membantu menghindari stres dan trauma lebih lanjut bagi para korban.
2. Kepolisian berperan memberikan rasa aman bagi korban perkosaan atau pelecehan seksual
Dalam kasus perkosaan atau pelecehan seksual, menurut Matthew Downing, para korban seringkali meminta dukungan dan nasihat dari polisi. Terutama petugas penanggap pertama (first responder). Sebagai first responder, petugas berperan penting dalam menciptakan rasa aman bagi para korban.
“Kasus rumit seperti itu membutuhkan pendekatan yang hati-hati. Membuat laporan polisi bisa menjadi pengalaman traumatis bagi para korban dan mereka biasanya datang ke kantor polisi dalam keadaan sangat rapuh,” jelasnya.
Karenanya, pendekatan yang berempati dan tulus dapat membantu dalam membangun kepercayaan dan hubungan baik. Jejaring pendukung seperti LSM dan unit perlindungan Perempuan/Anak juga dapat memainkan peran penting dalam membantu para korban.
“Mungkin tidak jelas apakah seseorang memiliki masalah kesehatan mental atau tidak. Jika polisi dapat mempertimbangkan bahwa seseorang berperilaku tidak biasa karena kesehatan mentalnya dan menanganinya secara sensitif, itu akan membantu mereka untuk melanjutkan kasusnya dan memberikan perawatan medis yang dibutuhkan orang tersebut,” jelasnya.
3. Akan dibahas kerangka pendampingan korban perkosaan atau pelecehan seksual
Kedutaan Besar Inggris juga akan memfasilitasi pihak-pihak terkait untuk membahas bentuk pendampingan korban perkosaan atau pelecehan seksual. Selain dalam bentuk pertemuan pemangku kepentingan, juga diadakan pelatihan penanganan kasus.
“Kami juga akan menyediakan ruang diskusi bagi semua pihak terkait untuk membahas kerangka bersama dalam pendampingan korban perkosaan atau pelecehan seksual sehingga tercipta sistem pendukung yang kuat berdasarkan UU tersebut,” ungkap Matthew Downing.