TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Krisis Air Tanah di Bali, IDEP Target Ratusan Sumur Imbuhan

Salah satunya baru diresmikan di Buleleng tahun ini

Sumur imbuhan di Desa Adat Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng (IDN Times/istimewa)

Buleleng, IDN TimesBali semakin menghadapi tantangan krisis air. Tingkat air dalam tanah juga terus menurun. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Yayasan IDEP Selaras Alam, Muchamad Awal, saat meresmikan Sumur Pemanen Air Hujan (SUMBER) di Desa Adat Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Jumat (23/2/2024) lalu. Dalam kesempatan itu, pihaknya menyampaikan bahwa proyek sumur imbuhan ini merupakan kerja sama kolaborasi antara IDEP, dan Politeknik Negeri Bali. Upaya sumur imbuhan ini juga dibarengi dengan penanaman pohon. Tujuannya tentu saja untuk menjaga debit air Danau Tamblingan.

“Salah satu penangkap air hujan di Pulau Bali kalau kita lihat, dia ada di tengah sepanjang Pulau Bali. Itulah daerah imbuhan utama berdasarkan riset kami di tahun 2025. Saya melihat di Desa Munduk ini masih asri, hutannya masih banyak, pohonnya lebat-lebat. Pokoknya daerah sejuk,” ungkapnya.

1. Bali menghadapi masalah air dalam tanah, sudah menurun

Masyarakat Desa Adat Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng kompak melestarikan air dalam tanah (IDN Times/istimewa)

Direktur Eksekutif Yayasan IDEP Selaras Alam, Muchamad Awal, menjelaskan kondisi air dalam tanah di Bali saat ini sudah menurun. Hal ini ia buktikan dengan risetnya bersama Politeknik Negeri Bali bahwa di daerah Kuta dan Sanur, air lautnya sudah mulai masuk ke sumur warga. Untuk menjaga air dalam tanah tersebut, wilayah yang masuk ke dalam daerah imbuhan utama seperti di Desa Munduk, memegang peranan penting dalam resapan air. Sehingga dapat dinikmati oleh daerah lainnya yang lebih rendah letaknya.

Kurangnya daerah resapan air ini juga dibuktikan di wilayah seperti Denpasar dan Ubud. Di mana ketika hujan melanda, akan mengalami banjir meskipun intensitas hujannya yang rendah. Hal ini ia membuktikan, bahwa air hujan tidak langsung turun, dan meresap ke tanah.

“Bali ini berdasarkan riset kami dengan Politeknik Negeri Bali. Kami khawatir kami temukan bahwa air dalam tanah di Bali sudah menurun. Berkurang. Indikasinya apa, sepanjang di Kuta, di Sanur itu air laut sudah mulai masuk ke dalam sumur-sumur warga di sana sudah mulai asin airnya,” terangnya.

2. Sumur imbuhan mampu menyerap 41 meter kubik per jam

BMKG.com

Sementara itu Senior Program Officer IDEP Selaras Alam, Putu Bawa Usadi, mengatakan sumur imbuhan yang dibangun di Desa Munduk ini memiliki kedalaman 32 meter, dengan kemampuan memasukkan air hujan 41 meter kubik per jam.

Biaya pembangunan sumur imbuhan ini beragam, mulai dari Rp30-Rp45 juta, tergantung tipe dan struktur tanahnya. Biaya terbanyak dipakai untuk pengeboran, pipa, dan alat filtrasi yang digunakan.

“Kami bangun empat (sumur). Keseluruhan yang kami bangun di sini bisa memasukkan air hujan 41 meter kubik per jam. Ini yang paling efisien yang pernah kami bangun,” terangnya.

Pihaknya telah melakukan kolaborasi di Bali yang dimulai sejak 2018, dengan membangun 62 sumur imbuhan dari target 132 sumur imbuhan. Jumlah ini, menurut Bawa belum ideal. Karena semakin banyak sumur imbuhan di Bali, maka akan semakin bagus.

“Semakin banyak semakin bagus karena cepat mengonversi air bawah tanah kita,” ungkapnya.

Berita Terkini Lainnya