Kisah Pasangan Millennial di Bali, Ketemu Sekali dan Kenalan di Medsos

Selama ini hanya menjalani LDR

Denpasar, IDN Times – Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini berdampak pada hampir seluruh sendi kehidupan manusia. Seseorang bisa menjalin relasi tanpa adanya batasan geografis. Banyak dari mereka bahkan akhirnya menjalin suatu hubungan walaupun awalnya hanya berkenalan melalui media sosial.

Seorang millennial asal Kabupaten Klungkung, Khania (23) pun menjalani hal tersebut. Ia mengenal seorang laki-laki yang saat ini menjadi pacarnya melalui media sosial. Komang (23) memang berasal dari Kota Denpasar, namun karena harus menjalankan tugas mengabdi untuk negara, Komang lebih sering berada di luar Pulau Bali.

Keduanya berkenalan secara tidak sengaja melalui WhatsApp, saling bertukar nomor dan kemudian melakukan pendekatan. Hubungan keduanya tidak terlepas dari peran sahabat, yang saat itu mengenalkan mereka satu sama lain. Khania mengaku perjalanannya menjalin komunikasi dan pendekatan dengan Komang tidaklah mudah. Hampir setahun Khania hanya berkomunikasi dengan menatap layar handphone. Statusnya pacaran, namun tak sering bisa berjumpa. Berikut ini kisah selengkapnya.

1. Walau belum pernah bertemu langsung, mereka sepakat berpacaran

Kisah Pasangan Millennial di Bali, Ketemu Sekali dan Kenalan di MedsosFoto hanya ilustrasi. Pexels.com/RODNAE Productions

Kepada IDN Times, Khania mengungkapkan bahwa ia mengenal Komang pada Desember 2019 lalu dan diikenalkan oleh temannya melalui media sosial. Setelah saling bertukar nomor dan kenalan, keduanya memang tidak begitu intens berkomunikasi, karena alasan pekerjaan Komang. Komunikasinya hanya sewaktu-waktu ketika Komang istirahat. Walau belum pernah bertemu langsung, lalu mereka sepakat berpacaran.

"Awal mulanya itu aku kenal dia lewat sosial media. Awalnya itu sih dikenalin dari teman tapi kan aku belum pernah ketemu sama sekali dan awal muasalnya itu pasti lewat sosial media lewat WhatsApp. Akhirnya kami tukeran nomor dengan perantara temanku dan juga temannya dia,” ucapnya.

Hubungan mereka pun tak semulus yang dibayangkan, pertengkaran sering terjadi. Karena pengakuan Khania, ia adalah sosok perempuan yang tidak terbiasa dengan komunikasi yang jarang dan apalagi belum pernah bertemu. Orang terdekat Khania pun tidak menyetujui hubungan dengan cara seperti ini karena alasan Khania selalu memiliki hubungan putus nyambung dan juga belum pernah bertemu Komang.

Namun keduanya menemukan kecocokan pada suatu hal lain yaitu bisa bercanda dan berbicara pribadi masing-masing. Ketika keduanya bercanda dan saling mengejek, maka ia merasa seritme dan seirama dengan Komang.

2. Keraguan, ketakutan, dan rasa penasaran bercampur aduk, bagaimana bisa bertahan?

Kisah Pasangan Millennial di Bali, Ketemu Sekali dan Kenalan di MedsosFoto hanya ilustrasi. amansquest.com/long-distance-relationship

Perasaan ragu, takut, dan penasaran akan sosok Komang memenuhi pikirannya. Selama hampir setahun Khania tidak bertemu kekasihnya. Ia baru bertemu Komang pada November 2020 lalu, itu pun hanya dua hari saja. Khania mengaku kikuk saat untuk pertama kalinya bertemu pacar dunia mayanya tersebut. Menurutnya, ada perbedaan suara yang ia rasakan pada pasangannya tersebut. Suara Komang lebih berat saat ditelepon, seperti bapak-bapak, namun saat bertemu empat mata, suaranya seperti remaja pada umumnya.

“Ragu, takut. Penasaran sih. Ragu tapi penasaran gitu. Tapi takut gitu. Karena sebelumnya aku nggak pernah long distance relationship (LDR) dan belum pernah ketemu sama sekali. Dan kenalan lewat HP doang. Lewat ya media sosial itu. Ya udah aku coba aja. Awalnya coba-coba sih. Coba-coba berhadiah,” ungkapnya sambil tertawa.

Rasa penasaran itulah yang membuatnya bertahan dengan hubungan pacar dunia mayanya ini. Ia menguatkan dan meyakinkan dirinya sendiri. Berusaha menemukan alasan untuk tetap bertahan bersama Komang meskipun jarang ketemu.

3. Khania malah lebih dulu bertemu orangtua Komang

Kisah Pasangan Millennial di Bali, Ketemu Sekali dan Kenalan di MedsosFoto hanya ilustrasi. farhatimardhiyah.com

Sebelum bertemu Komang, Khania rupanya lebih dulu bertemu orangtua Komang pada Februari 2020 lalu. Lagi-lagi, ia mengaku karena penasaran dan juga mendapat dorongan dari Komang, ia akhirnya menemui calon mertuanya tersebut di Denpasar.

Selesai bekerja, Khania tidak sengaja mampir ke warung calon mertuanya. Ternyata ibu pacarnya tersebut sedang berada di sana. Kemudian ia menelpon Komang dan akhirnya ia berkenalan. Hubungan Khania dengan calon mertuanya kini semakin akrab. Bahkan orang tua masing-masing pun juga sudah saling tahu hubungan anaknya.

“Itu juga coba-coba sih. Sepertinya laki-laki ini udah tahu apa yang harus dilakukan gitu kan. Dan dia sepertinya udah tahu ke depannya tuh dia harus kayak gimana. Nah karena dia ngerasa dia akan serius sama aku, dia minta aku buat coba ke warung tempat ibunya kerja,” jelasnya.

4. Menjalin relasi via media sosial sah-sah saja. Tapi pastikan dulu kebenarannya

Kisah Pasangan Millennial di Bali, Ketemu Sekali dan Kenalan di MedsosFoto hanya ilustrasi. Pexels.com/Andrea Piacquadio

Staf Sub Bagian Psikologi Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Lyly Puspa Palupi saat dihubungi IDN Times mengungkapkan bahwa adanya medsos di era sekarang, memberikan individu akses yang sangat luas untuk bisa terkoneksi dengan individu lain yang mungkin berada di pulau yang berbeda.

“Sebenarnya sah-sah saja berteman atau menjalin relasi dengan orang lain di mana saja, termasuk melalui media sosial, berkenalan di dunia maya,” jelasnya pada Kamis (11/2/2021).

Beberpa faktor yang bisa menjadi pendorong seseorang menjalin hubungan dengan orang yang dikenal di dunia maya, di antaranya:

  1. Karena merasa memiliki kesamaan (hobi, minat, hal-hal yang disukai) sehingga ketika ngobrol atau chatting terasa nyambung
  2. Karena merasa menemukan sosok atau figur ideal atau idaman untuk dijadikan pasangan. Ideal secara fisik, karakter, dan lain-lain
  3. Bisa juga karena ketersediaan waktu dan kesempatan yang terbatas untuk berinteraksi atau bertemu dengan orang lain di lingkungan pergaulan yang riil. Jadi lebih mudah untuk berinteraksi di dunia maya.

“Untuk faktor 1 dan 2 perlu diperhatikan, karena semua hal tersebut atau infonya diperoleh dari tangkapan gambar dan audio di media sosial, yang sangat terbatas, mudah direkayasa, dan belum tentu valid kebenarannya. Hal ini yang perlu diperhatikan dan diingat jika sedang menjalin relasi dengan seseorang yang dikenal di sosial media. Alangkah baiknya jika sebelum berlanjut ke hubungan yang lebih serius, perlu ditelusuri lagi kebenaran info-info tentang orang tersebut. Dan juga perlu bertemu langsung. Sekarang sudah banyak kejadian-kejadian kejahatan yang dialami orang yang awalnya dari hubungan dengan seseorang via media sosial.”

5. Relasi antar manusia di zaman digital berpotensi membawa konsekuensi degradasi hubungan sosial

Kisah Pasangan Millennial di Bali, Ketemu Sekali dan Kenalan di MedsosFoto hanya ilustrasi. Pixabay.com/id/StockSnap

Sementara itu, Sosiolog Universitas Udayana sekaligus Direktur Sanglah Institute, Gede Kamajaya kepada IDN Times mengungkapkan bahwa di era digital ini memang seseorang tidak bisa lepas dari dunia virtual yang dijembatani teknologi. Kondisi ini menurutnya membuat seseorang mengalami kesulitan mana voice dan mana noice. Keterhubungan antar manusia juga menjadi lebih mudah dan efisien. Tapi juga membawa konsekuensi degradasi hubungan sosial yang semakin ke sini makin kering. Sehingga mengalami apa yang disebut dengan autisitas sosial atau keterjebakan manusia pada teknologi.

“Ini sisi lain dari perkembangan teknologi informasi. Seorang ilmuwan politik asal Amerika Robert Putnam pernah meneliti soal ini di Amerika dalam salah satu karyanya, Bowling Allone: The Collaps and Revival of American Comunity. Gimana warga Amerika kehilangan modal sosial mereka karena perkembangan teknologi,” jelasnya.

Cara baru membangun relasi antar manusia di zaman digital ini menurutnya mengombinasinasikan komunikasi digital dengan langsung, agar modal sosial di luar kepentingan bisnis, virtual, tetap terjaga atas dasar solidaritas mekanik (kedekatan personal dan kekeluargaan), membangun komunitas-komunitas untuk tetap merawat modal sosial. Lewat modal sosial ini banyak hal yang juga bisa dibangun dan dikembangkan.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya