Kisah Luh Agustina 20 Tahun Mengabdi untuk Pendidikan di Bali

Wakil Ketua IGI Bali ini ikut babas alas SMA N 2 Mengwi

Menjadi seorang guru, bukan hanya soal menjalani sebuah profesi. Namun lebih dari itu, sebuah upaya untuk turut mencerdaskan dan membangun karakter anak bangsa Indonesia. Guru adalah sebuah pengabdian. Begitu pula Ni Luh Putu Agustinawati (42) yang sudah 20 tahun mengabdi untuk pendidikan. 

Badung, IDN Times -  Sejak pertama kali menjadi guru honorer pada tahun 2002 silam, Agustina, sapaan akrabnya, sadar bahwa jalan yang ditempuhnya adalah memang sepenuhnya untuk pengabdian pada dunia pendidikan. Dua tahun menjadi guru honorer dengan gaji yang terbilang pas-pasan, akhirnya pada tahun 2005, setelah mengikuti seleksi, ia diangkat menjadi guru bantu. 

"Dulu honorer di sekolah yang baru dirintis atau dibuka. Saat itu adalah pengabdian dan benar-benar pengabdian. Saya sadar mengabdi di sana, berapa pun nominalnya, tidak masalah," tutur Agustina yang saat ini menjadi Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Mengwi, Kabupaten Badung.

Agustina yang juga adalah Wakil Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Provinsi Bali, menceritakan saat pertama kali menjadi guru di SMA N 2 Mengwi, sekolah tersebut baru dirintis.

"Karena sekolah baru, masih padang ilalang, guru masih sedikit. Jadi ikut bersihin rumput. Bangun kekompakan dengan anak-anak, kami ingin agar punya sekolah yang nyaman," ucapnya saat ditemui di sela-sela Rapat Kerja Nasional Ikatan Guru Indonesia di Kuta, Kabupaten Badung, Sabtu (12/3/2022). 

Lalu bagaimana Agustina dan anak-anak didiknya beradaptasi dalam masa pandemik COVID-19 dan era serba digital ini? Berikut kisahnya.

Baca Juga: Sejarah Kabupaten Badung, Pernah Menjadi Pusat Perdagangan Budak

1. Terbiasa untuk beradaptasi dengan segala perubahan dan tantangan yang terjadi

Kisah Luh Agustina 20 Tahun Mengabdi untuk Pendidikan di BaliAgustina dan anggota IGI saat mengikuti rangkaian Rapat Kerja Nasional IGI di Kuta, Kabupaten Badung, Sabtu (12/3/2022).  (IDN Times/Ni Ketut Sudiani)

Agustina lahir dan dibesarkan di Kalimantan. Namun kemudian pindah ke Bali untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, yakni ke Universitas Udayana (Unud). Sedari kecil, putri dari seorang polisi ini memang suka berbagi dan transfer ilmu pengetahuan. Bahkan saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia sudah ditunjuk menjadi asisten guru.

"Dulu saat di Kalimantan, saya mendapat tugas untuk handle adik-adik kelas. Dari sana kemudian mendapatkan kepercayaan diri. Bolak-balik sendiri ke Bali itu sudah biasa. Jadi cepat menghadapi perubahan," ucap Agustina yang resmi diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2007.

Situasi masa anak-anak dulu membuatnya terbiasa untuk beradaptasi dengan segala perubahan dan tantangan yang terjadi. Karenanya, ketika era beralih ke digital dan dunia pendidikan ditempa dengan masalah pandemik COVID-19, Agustina merasa tidak begitu kesulitan serta selalu berusaha untuk mencari solusi.

Ia mencontohkan, selama pembelajaran daring, proses pembelajaran dilakukan lewat Google class room. Dalam proses mengajar online ini, ia tidak begitu kesulitan. Sebab sebelumnya memang sudah terbiasa menggunakan Google class room.

"Dalam sekejap harus berpikir. Tanggal 17 Maret 2020 diumumkan COVID-19, kemudian kami harus melakukan penyesuaian. Saya ada tim 6, yang bisa IT," ungkapnya.

2. Langsung melakukan penyesuaian ketika proses pembelajaran dilakukan secara daring

Kisah Luh Agustina 20 Tahun Mengabdi untuk Pendidikan di BaliSiswa SMA N 2 Mengwi. (instagram.com/officialdwisma)

Agustina dan timnya mencari strategi yang pas untuk menghadapi berbagai perubahan selama pandemik. Ketika akhirnya pembelajaran dilakukan secara daring, ia dan timnya langsung melakukan pendataan akan kondisi siswa-siswinya. 

"Didata dulu anak-anak. Mereka pakai apa, laptop, handphone, atau dua-duanya. Bagaimana jaringan internetnya, apakah stabil atau gak? Mereka menggunakan WiFi atau dengan kuota. Saat awal pandemik kami sudah melakukan itu," terangnya.

Hasil dari pendataan itu kemudian disosialisasikan ke para guru dan wali kelas. Ternyata cukup banyak siswa yang akhirnya pulang ke kampung karena orangtua mereka yang sebagian besar bekerja di bidang pariwisata, kehilangan pekerjaan.

Kondisi itu menimbulkan masalah baru. Sebab jaringan internet kerap tidak stabil. Hal itu cukup mengganggu proses belajar mengajar, sehingga ada lost learning. Tidak hanya itu, ada juga siswa yang ikut membantu orangtuanya bekerja.

Menghadapi kondisi seperti itu, Agustina tidak mau terlalu kaku. Ia menyadari bahwa kondisi pandemik ini memang tidaklah mudah. Orangtua pasti menghadapi masalah yang cukup sulit, terutama dalam perekonomian.

"Ada anak yang bilang, Ibu saya entar ngumpulnya ya karena harus ini dulu. Jadi akhirnya saya memberikan tugas seminggu sekali. Kita harus maklumi. Gak bisa memaksakan, apalagi ada 16 mata pelajaran," ungkap Agustina.

Baca Juga: Doa Pengampun Dosa Menurut Hindu Bali

3. Setiap orang, terutama guru, dituntut untuk melakukan pembaharuan selama pandemik

Kisah Luh Agustina 20 Tahun Mengabdi untuk Pendidikan di BaliAgustina dan anggota IGI saat mengikuti rangkaian Rapat Kerja Nasional IGI di Kuta, Kabupaten Badung, Sabtu (12/3/2022).  (IDN Times/Ni Ketut Sudiani)

Agustina bersyukur sejauh ini tidak ada anak didiknya yang sampai putus sekolah. Namun ia mengakui, bidang Bimbingan dan Konseling (BK) harus lebih ekstra untuk memastikan kondisi setiap anak. Mereka juga kerap harus datang ke rumah-rumah murid untuk mencari tahu apa masalah yang dihadapi siswa, terutama ketika nomor telepon siswa maupun orangtuanya tidak dapat dihubungi. 

"Wali kelas dan BK itu sangat berat. Jadi ketika sempat ada tatap muka, itu cukup berubah anak-anak. Setelah sempat online, kemudian masuk lagi, itu seperti mulai lagi, kembali ke nol," ungkapnya.

Meskipun berat, namun Agustina percaya bahwa semua tantangan ini pasti ada jalan keluar. Semuanya harus dihadapi dan berbagai cara dicoba, berbagai penyesuaian harus dilakukan.

"Dilakukan saja. Saya punya pegangan. Lakukan saja yang terbaik. Entah bagaimana hasilnya. Kalau belum mencoba, kan belum tahu? Kalau kita yakin, jalankan saja dulu. Jangan belum mencoba, sudah menyerah. Sama seperti guru penggerak," tegasnya.  

Ia menyadari, situasi ini tidak hanya guru saja yang menghadapi masalah. Orangtua pun ditempa cobaan yang sama. Karena situasi yang tidak menentu, orangtua bisa stres, sehingga kemungkinan berdampak pada anak. Menurutnya pandemik ini mengajarkan banyak hal, setiap orang, terutama guru, dituntut untuk melakukan pembaharuan.

"Pernah tidak berpikir kalau kita yang jadi siswa? Mau minta duit, gak bisa. Begitu juga saat praktik. Jadi saya minta anak-anak gunakan saja hal-hal yang ada di sekitar kamu. Kita harus terus mencari cara bagaimana anak-anak juga tidak terbebani dengan biaya." 

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya