Mengenang Perempuan Ajudan Soekarno dari Bali, Wafat di Usia 72 Tahun

Nitri jadi saksi hidup pengusiran Soekarno di Istana Negara

Denpasar, IDN Times - Ni Luh Putu Sugianitri meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar pukul 04.00 Wita, Senin (15/3/2021). Ia meninggal di usia 72 tahun karena menderita kista dan anemia. Jenazahnya dikremasi di Krematorium Taman Mumbul, Kabupaten Badung, Kamis (18/3/2021) pagi.

Sapaan akrabnya adalah Nitri. Ia adalah ajudan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. IDN Times pernah berkunjung ke kediamannya di Jalan Drupadi, Kota Denpasar tanggal 9 Agustus 2019 lalu. Berikut ini kenangan wawancara IDN Times bersama Nitri di kediamannya:

1. Nitri mencuri umur supaya bisa masuk ke akademisi kepolisian. Ia mengaku berusia 18 tahun, padahal baru berusia 16 tahun

Mengenang Perempuan Ajudan Soekarno dari Bali, Wafat di Usia 72 TahunFoto-foto Sugianitri yang terpajang di rumahnya. (IDN Times/Imam Rosidin)

Kala itu, IDN Times melihat sebuah foto berbingkai Soekarno bersama Nitri yang dipajang di dinding depan rumahnya. Tidak hanya satu. Tetapi banyak foto-foto Soekarno juga terpajang. Ia masih tampak sehat dan mengingat secara detail bagaimana proses dirinya menjadi seorang ajudan Bung Karno dari masa transisi ke orde baru.

Perempuan tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Denpasar ini mencuri umur supaya bisa masuk ke akademi kepolisian, sampai akhirnya ditugaskan sebagai ajudan Bung Karno. Nitri berusia 16 tahun kala itu dan baru lulus SMP.

Pada tahun 1964, Kepolisian Daerah (Polda) Bali membuat pengumuman akan mencari 40 polisi perempuan di seluruh Indonesia. Bali mendapatkan jatah lima polisi perempuan.

"Saat itu ada pengumuman di Denpasar dicari polisi perempuan di seluruh Indonesia sebanyak 40. Umur saya saat itu 16 tahun dan mengaku 18 tahun," katanya.

Baca Juga: Ini Dia Pria di Balik Penyusun Diagram Kalender Saka Bali

2. Ia berhasil tamat dan berpangkat Brigadir

Mengenang Perempuan Ajudan Soekarno dari Bali, Wafat di Usia 72 TahunIDN Times/Imam Rosidin

Setelah lolos administrasi, ibu tujuh anak ini menjalani tes bersama 55 orang lainnya di Bali. Dari jumlah itu hanya lima orang yang terpilih, termasuk Nitri. Ia dikirim ke Sukabumi untuk menjalani pendidikan akademi polisi. Selama setahun ia menjalani pendidikan dan berhasil tamat dengan pangkat Brigadir. Pangkat itu menjadi yang terakhir karena ia tak pernah naik pangkat lagi karena meninggalkan dinasnya.

"Semua ini ada yang anak polisi, keponakan polisi, dulu memang tak ada sogok menyogok tapi kan keluarga. Saya yang dari orang biasa sendiri," kenangnya.

3. Ada peristiwa G/30S PKI pada malam pelantikannya

Mengenang Perempuan Ajudan Soekarno dari Bali, Wafat di Usia 72 TahunIlustrasi korban massal G30S. (IDN Times/Rosa Folia)

Ia lulus dan dilantik tanggal 30 September 1965 pagi. Pada malam pelantikan itu akan mengadakan pentas seni dan ia ditunjuk sebagai penari. Tetapi acara tersebut batal karena para pejabat tinggi militer tidak hadir dan sedang berada di Jakarta. Ia baru mengetahui ternyata sedang ada pergolakan yang dikenal sebagai Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).

"Pada malam kesenian semua panglima yang harusnya hadir tidak datang. Nah saat itu kan malam G 30 September," ujarnya.

Keesokan paginya, semua yang lulus dikirim ke Poldanya masing-masing. Namun berbeda dengan Nitri. Ia tetap ditugaskan di Sukabumi untuk menjadi Sekretaris Jenderal di sana. Ia menolak karena merasa bukan keahliannya menjadi sekretaris.

"Saya ditugaskan di sana jadi sekretarisnya jenderal. Saya tak bisa jadi sekretaris masih muda karena lihat jenderalnya saja takut, lalu saya minta pindah," ujar nenek yang memiliki empat cucu ini.

4. Tugas Nitri hanya menyiapkan makan dan membelikan kue selama menjadi ajudan sang Proklamator

Mengenang Perempuan Ajudan Soekarno dari Bali, Wafat di Usia 72 TahunIDN Times/Imam Rosidin

Sebelum ada peristiwa G30S/PKI, Bung Karno memiliki Pengawal Presiden bernama Cakrabirawa. Tetapi Cakrabirawa dibubarkan setelah peristiwa itu terjadi. Soekarno kemudian dikawal oleh kepolisian dengan nama satuan Detasemen Kawal Pribadi Presiden. Nitri masuk dalam kesatuan itu.

"Waktu itu Bung Karno punya pengawal bernama Cakrabirawa. Nah, saat malam itu kan dibubarkan. Akhirnya yang ngawal dari polisi dan saya dimasukkan ke sana," katanya.

Nitri tidak diperbolehkan membawa senjata dan memakai seragam lengkap selama menjadi ajudan Soekarno. Ia hanya boleh mengenakan kebaya dan mengurus keseharian Soekarno selama di Istana Presiden, Jakarta. Tugasnya hanya menyiapkan makan dan membelikan kue untuk sang Proklamator.

"Saya tukang cariin kuenya, ngurusin sarapannya, waktu itu masih di Istana Jakarta."

5. Nitri jadi saksi pengusiran Soekarno dari Istana Negara

Mengenang Perempuan Ajudan Soekarno dari Bali, Wafat di Usia 72 TahunKondisi rumah Sugianitri. (IDN Times/Imam Rosidin)

Nitri mengamati Soekarno seperti dipenjara selama tinggal di Istana Negara. Tidak boleh bepergian, menerima tamu, memakai pakaian dinas, peci, dan menggunakan mobil. Ia sendiri juga hanya disuruh berdiam diri di Istana dengan pakaian biasa. Hal tersebut dijalaninya selama satu tahun. Sampai akhirnya terjadi serah terima kekuasaan.

"Ini peraturan orde baru. Nemenin terus sampai diusir dari Istana dan serah terima kekuasaan."

6. Ia tahu camilan kesukaan Soekarno. yaitu kue lemper yang dibungkus daun pisang

Mengenang Perempuan Ajudan Soekarno dari Bali, Wafat di Usia 72 TahunIlustrasi Soekarno (IDN Times/Arief Rahmat)

Nitri tahu betul camilan-camilan favoritnya Soekarno. Yaitu kue lemper dan honkwe. Kue lempernya harus beli di sekitar Cikini yang dibungkus dengan daun pisang. Isinya adalah ketan dan tambahan ayam suwir yang dimasak dengan cara opor. Sementara honkwe harus beli di Pecenongan. Tepungnya tidak boleh ada pewarna dan isinya pisang gepok.

"Kalau kita beli di tempat lain dia pasti tahu," ujarnya mengisahkan.

Selain camilan, Nitri juga tahu sarapan favoritnya. Yaitu nasi putih dengan lauk telur ayam kampung yang direbus, harus memakai kecap manis dari Blitar, Jawa Timur, dan ditemani minuman berupa teh hangat manis.

"Itu saja setiap hari," ceritanya.

Selamat Jalan Bu Nitri. Amor ring acintya...

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya