Alasan Orang Bali Selalu Mencari Hari Baik dalam Setiap Kegiatan

Baik-buruk memang diciptakan secara berdampingan

Setiap orang ingin kegiatannya berjalan lancar, sukses, dan tidak ada kejadian buruk yang mengikuti. Karena itu, hari baik turut menentukan kelancaran suatu acara. Penentuan hari baik untuk melaksanakan kegiatan sangat diyakini oleh masyarakat Bali. Hari baik buruk di Bali disebut dengan Ala Ayuning Dewasa. Berikut alasan masyarakat Bali memakai hari baik atau buruk untuk melakukan kegiatan:

Baca Juga: Ini Dia Pria di Balik Penyusun Diagram Kalender Saka Bali

1. Hari baik turut menentukan kesuksesan acara

Alasan Orang Bali Selalu Mencari Hari Baik dalam Setiap KegiatanIDN Times/Rehuel Willy Aditama

Menurut penyusun kalender sekaligus praktisi wariga (Ilmu baik-buruknya hari), Gede Marayana, suksesnya seseorang untuk mencapai tujuan harus dilandasi oleh beberapa unsur. Antara lain tahu tujuan yang akan dicapai, memiliki kemampuan untuk melaksanakan tujuan itu, tempat yang baik untuk melaksanakan tujuan itu, serta waktu pelaksanaan yang tepat untuk melaksanakan tujuan itu. Menurut keyakinan masyarakat Bali, itu termasuk ajaran sastra.

“Sebaik apapun tujuan Anda, kalau kemampuan tidak sesuai dengan tujuan itu, kemudian tempatnya tidak sesuai, dan tidak tepat pada waktunya, itu dianggap meninggalkan sastra dan akan berakibat tidak baik,” ujarnya, ketika diwawancara tak lama ini.

Baca Juga: Maknanya Dalam Banget, 10 Peribahasa Bali yang Relate Sama Kehidupan

2. Hari baik dan buruk selalu berdampingan, tinggal menyesuaikan dengan kegiatan yang tepat

Alasan Orang Bali Selalu Mencari Hari Baik dalam Setiap KegiatanIDN Times/Irma Yudistirani

Secara ilmu wariga, hari baik dan buruk disebut dengan Ala Ayuning Dewasa. Baik buruknya waktu merupakan sesuatu yang berdampingan. Hari baik dan buruk akan selalu ada, tinggal bagaimana seseorang bisa memilih kegiatan yang tepat agar tetap bermanfaat.

Marayana mencontohkan, ada yang namanya pertemuan waktu Semut Sedulur. Jika membuat kegiatan di hari itu bakalan ada yang mengikutinya, yang diumpamakan sebagai segerombolan semut beriringan. Jadi ketika hari Semut Sedulur itu tiba, maka tidak baik untuk menyelenggarakan upacara ngaben atau pemakaman. Namun di satu sisi, ada pula kegiatan yang baik apabila dikerjakan pada waktu itu.

“Pekerjaan apa yang bisa kita ambil saat itu? Buatlah pekerjaan yang memanggil atau mengumpulkan orang banyak. Seperti rapat, membentuk koperasi, perkumpulan dan lainnya. Sedangkan agar tidak berakibat buruk, jangan membuat acara ngaben atau penguburan, nanti akan yang menyusul,” paparnya.

Ia kemudian membuat contoh lagi. Ada yang namanya pertemuan waktu Tali Wangke, bermakna tali yang mematikan. Ketika hari itu tiba, maka cocok untuk membuat jerat atau perangkap. Namun di hari yang sama, jangan membuat tali untuk ayunan, jemuran, dan pengikat sapi. Karena nanti sapinya yang akan terjerat.

Baca Juga: 12 Pepatah Bahasa Bali Tentang Kehidupan, Jangan Dilupakan Ya

3. Hari baik-buruk jangan dimaknai sebagai filsafat. Karena baik dan buruk adalah sesuatu yang berdampingan

Alasan Orang Bali Selalu Mencari Hari Baik dalam Setiap KegiatanIDN Times/Irma Yudistirani

Menurut Marayana, baik buruknya waktu jangan dimaknai sebagai filsafat. Sebab dewasa itu diartikan sebagai harinya dewa dalam melaksanakan sesuatu. Sedangkan menurut wariga, dewasa itu adalah hari baik buruknya waktu yang memang diciptakan untuk berdampingan.

“Kalau filsafat yang dipakai, dewasa itu dimaknai hari baik. Pandangannya menjadi begini; untuk berbuat baik semua hari baik. Tapi untuk berbuat yang tidak baik, tidak ada hari yang baik. Itu bukan makna dewasa, tapi arti filsafat. Padahal baik dan buruk itu berdampingan. Tinggal bagaimana kita saat hari buruk itu agar tetap bermanfaat baik, dengan cara kita menentukan kegiatan apa yang tepat untuk dilakukan hari itu,” kata Marayana.

Baca Juga: 7 Doa Agama Hindu Supaya Mendapatkan Kedamaian Hidup

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya