Dokumenter Balada Srikandi, Mengulik Kisah Transpuan di Bali

Mereka kerap mengalami diskriminasi

Denpasar, IDN Times - QLC Bali mempersembahkan film dokumenter berjudul Balada Srikandi: Antara Karya dan Stigma, yang mengangkat kisah transpuan di Bali. Sebanyak 7 transpuan dari berbagai wilayah di Bali dipertemukan. Mereka memiliki latar belakang beragam dan menyuarakan harapan berbeda.

Bagaimana gagasan di balik penggarapan film ini? Berikut fakta yang diungkapkan Produser Film, Venon Sa'id Ali, pada Minggu (22/5/2022) malam, di Taman Baca Kesiman, Denpasar. 

Baca Juga: 10 Momen Haru Bio One Bertemu Istri Gepeng Srimulat, Asli Nangis!

1. Pembuatan film dokumenter terkendala pandemik

Dokumenter Balada Srikandi, Mengulik Kisah Transpuan di BaliFakta film dokumenter berjudul Balada Srikandi: Antara Karya dan Stigma. (Dok.IDN Times/QLC Bali)

Koordinator QLC Bali sekaligus Produser film, Venon Sa'id Ali, menyampaikan bahwa film berdurasi 21 menit 17 detik ini seharusnya dibuat pada November 2020. Namun karena terkendala pandemik, sehingga baru bisa dilaksanakan pada 2021 lalu. Proses penggarapannya melalui Forum Group Discussion (FGD) di 5 komunitas berbeda, kemudian dilanjutkan proses syuting dan editing selama 3,5 bulan.

“Dokumenter ini sesungguhnya berdasarkan pengalaman pribadi saya, bersama QLC Bali waktu melakukan kegiatan penggalangan dana dan pemberian bantuan untuk komunitas transpuan serta waria di Bali pada masa pandemik,” jelasnya.

Ia menemukan bahwa diskriminasi dan stigma masih melekat di kalangan minoritas ini. Padahal menurutnya mereka tetap berhak mendapatkan hak-hak dan kesetaraan sebagaimana warga Indonesia lainnya.

2. Membahas permasalahan yang dialami para transpuan di Bali

Dokumenter Balada Srikandi, Mengulik Kisah Transpuan di BaliFakta film dokumenter berjudul Balada Srikandi: Antara Karya dan Stigma. (Dok.IDN Times/QLC Bali)

Melalui film dokumenter ini, Ven berharap dapat membantu menyuarakan hak-hak dan harapan para transpuan di masa depan. Film ini membahas permasalahan perihal apakah pemerintah dan masyarakat telah memberikan ruang dan peluang kepada komunitas transpuan, terutama di Bali, yakni di bidang ketenagakerjaan, pendidikan , kesehatan, akses bantuan ekonomi, dan lainnya yang berkaitan.

Ia mengatakan bahwa transpuan di Bali memiliki latar belakang yang berbeda. Banyak hal yang memengaruhi hal ini, mulai dari asal daerah mereka hingga karakter pekerjaannya.

3. Kerap menerima diskriminasi dan kekerasaan dari masyarakat

Dokumenter Balada Srikandi, Mengulik Kisah Transpuan di BaliFakta film dokumenter berjudul Balada Srikandi: Antara Karya dan Stigma. (IDN Times/Ayu Afria)

Beberapa di antara 7 transpuan yang dipertemukan merupakan Ketua Komunitas Perwaron yang juga sebagai Ketua Komunitas Singaraja. QLC memilih mereka dengan pertimbangan berdasarkan pengalaman hidup masing-masing selama di Bali. 

“Kendala yang dihadapi ada satu talent yang mendadak sakit sehingga harus digantikan. Syukurnya yang digantikan bisa memberi warna tersendiri dari cerita transpuan. Alat perekam juga sempat eror jadi sound sedikit ada noise,” jelasnya.

Secara garis besar para transpuan ini mengaku pernah mendapatkan diskriminasi dan kekerasan. Ada yang dilempari batu, telur busuk, hingga disiram air kencing dan air got. Selain diskriminasi, saat pandemik pun mereka dalam kondisi sangat kekurangan dan sulit mengakses bantuan.

4. Film ini masih diputar terbatas, akan segera ditayangkan di YouTube

Dokumenter Balada Srikandi, Mengulik Kisah Transpuan di BaliFakta film dokumenter berjudul Balada Srikandi: Antara Karya dan Stigma. (Dok.IDN Times/QLC Bali)

Film ini rencananya akan ditayangkan di YouTube dan beberapa platform film yang bisa diakses melalui aplikasi. Ven menaruh harapan besar dokumenter ini bisa berdampak ke masyarakat karena menyajikan realita kehidupan dari Komunitas Transpuan yang diharapkan bisa membangun kesadaran bahwa komunitas transpuan itu ada. Mereka sama saja memiliki kehidupan seperti masyarakat pada umumnya. Selain itu, diharapkan bisa membangun empati bagi yang menonton.

“Sementara masih kegiatan pemutaran film secara terbatas. Doakan saja semoga bisa tayang untuk umum secepatnya,” ungkapnya.

5. Dapat dukungan dari pemerintah terkait untuk berkarya positif

Dokumenter Balada Srikandi, Mengulik Kisah Transpuan di BaliFakta film dokumenter berjudul Balada Srikandi: Antara Karya dan Stigma. (IDN Times/Ayu Afria)

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Raka Purwantara, mengungkapkan tayangan ini diharapkan menjadi media edukasi masyarakat Bali dan umum. Ia mengakui bahwa budaya ketimuran di Indonesia memang perlu beradaptasi dengan kehidupan-kehidupan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia.

“Berharap tayangan-tayangan ini akan menggungah hati dan pikiran masyarakat kita bahwa mereka itu di kehidupan tidak hanya laki-laki dan perempuan. Ada di antara itu yang memang perlu diayomi. Jadi jangan berkecil hati,” jelasnya.

Pihaknya mendukung publikasi karya-karya semacam ini untuk tujuan mengedukasi masyarakat.

Ditambahkan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar, IGA Laxmy Saraswaty, bahwa pihaknya mendukung karya-karya positif dari para kelompok marginal, terutama transpuan. Dinas Sosial Kota Denpasar membuka kerjasama pelatihan dan lomba untuk kalangan minoritas tersebut guna menunjukkan karya-karya positif mereka.

We can do something together. Tapi ada satu hal, hal-hal negatifnya lebih diminimalisir. Kita gaungkan lebih positif, harus positifnya dilihat. Untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya