Dari Rumah Berbagi di Bali, Ajak Anak Muda Bergerak untuk Kemanusiaan

Semoga gerakan mereka bisa menginspirasi kita semua

Berawal dari menjadi relawan sosial di beberapa rumah singgah, Christin Wahyuni (41) bersama rekannya Sri Rahayu (27) pada Desember 2018 lalu memberanikan diri mendirikan rumah berbagi di Kota Denpasar, Bali.

Keberanian itu muncul karena mereka terketuk kerap menyaksikan keluarga pasien dari luar pulau yang tidak memiliki tempat tinggal saat berobat ke Bali. Rumah berbagi itulah yang kemudian menjadi cikal bakal Yayasan Rumah Berbagi Bersama yang berlokasi di Jalan Pulau Alor nomor 30, Denpasar.

“Kami relawan, terpanggil melihat memang banyak sekali keluarga-keluarga dari pasien yang kiriman dari luar Bali itu gak punya tempat tinggal. Jadi mereka itu kadang kalau yang punya duit, ya bisa kos. Rumah singgah kan tidak semua gratis. Ada yang berbayar. Jadi kami terpanggil dari itu,” ungkap Christin pada Jumat (23/10/2020).

1. Berkat bantuan dan solidaritas teman-teman

Dari Rumah Berbagi di Bali, Ajak Anak Muda Bergerak untuk KemanusiaanVolunteer di Yayasan Rumah Berbagi Bersama di Denpasar (Dok.IDN Times/Christin Wahyuni)

Pada masa-masa awal membentuk rumah berbagi, sesungguhnya mereka tidak memiliki cukup uang untuk membayar biaya sewa rumah. “Kami mendirikan rumah berbagi bersama ini. Aku sama Ayu (Rahayu) cuma Bismillah aja jalannya. Karena kami gak punya uang banyak. Untuk DP (down payment) rumah aja waktu itu Rp5 juta,” jelas Christin.

Wanita yang akrab dipanggil Mak Entin ini mencari solusi ke rekan-rekannya di gereja. Ketika itu sesungguhnya sudah ada beberapa pasien di rumah berbagi. Namun dana yang tersedia tidak ada. Tepat saat Perayaan Natal tiba, Mak Entin mencoba memanfaatkan peluang tersebut dan ternyata usahanya membuahkan hasil. Dalam waktu dua minggu, ia mendapat bantuan dari rekan-rekannya untuk pelunasan biaya sewa rumah selama dua tahun. Rumah dengan empat kamar tersebut maksimal bisa menampung 12 pasien.

“Kebutuhan dalam rumah, kasur dan barang-barang lain hampir 80 persen kami dibantu. Dari teman-teman, sharing. Teman-teman aksi sosial,” ungkapnya. Rumah berbagi yang sejak Mei 2020 telah menjadi yayasan tersebut juga mendapatkan bantuan bahan pokok berupa beras dari Gereja Rock Kuta.

“Kami tidak mengambil sedikitpun dari pasien atau pendamping. Mereka benar-benar free. Bisa fokus berobat. Jadi tidak lagi memikirkan untuk tinggal dan makan,” jelasnya.

2. Rangkul anak-anak muda untuk turut bergerak dalam aksi kemanusiaan

Dari Rumah Berbagi di Bali, Ajak Anak Muda Bergerak untuk KemanusiaanVolunteer di Yayasan Rumah Berbagi Bersama di Denpasar (Dok.IDN Times/Christin Wahyuni)

Rumah berbagi ini juga merangkul anak-anak muda untuk turut bergerak dalam aksi kemanusiaan. Hingga saat ini ada puluhan relawan yang membantu dan sebagian besar merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Biasanya para relawan tersebut datang untuk memeriksa pasien dan pendampingnya. Selain memeriksa tensi darah, mereka juga memberikan penyuluhan.

“Anak-anak kuliahan itu. Delapan belas, sembilan belas sampai 25 tahun,” jelasnya.

Pasien yang ada di rumah tersebut sebagian besar berasal dari daerah terpencil dan minim edukasi masalah kesehatan. “Nggak bisa dikasih materi berat. Jadi sekadar ngobrol, diberikan materi sedikit-sedikitlah. Sebatas itu,” jelasnya.

Ia menilai bahwa anak-anak muda saat ini memerlukan wadah dan respons. Karenanya ia berusaha merangkul dengan cara-cara positif dengan cara mendampingi mereka dan memberikan kesempatan beraktivitas di garis depan.

Hingga Jumat (23/10/2020), ada dua pasien yang berasal dari Bima dan Sumbawa. Mereka adalah seorang anak berusia tiga tahun pengidap retinoblastoma dan seorang laki-laki yang mengalami kerusakan mata dan akan mengganti bola matanya. Beberapa hari sebelumnya, tiga pasien sudah bisa pulang ke daerahnya masing-masing.

3. Tutupi biaya operasional dengan berjualan baju bekas layak pakai

Dari Rumah Berbagi di Bali, Ajak Anak Muda Bergerak untuk KemanusiaanJual baju bekas di CFD Renon oleh Yayasan Rumah Berbagi Bersama di Denpasar (Dok.IDN Times/Christin Wahyuni)

Mengingat yayasan ini bersifat mandiri dan secara legalitas baru terbentuk pada Mei 2020, mereka belum memiliki donatur tetap. Mereka pun belum pernah melakukan open donasi untuk pembiayaan operasionalnya.

“Lainnya kalau ada kekurangan ya colek-colek teman,” jelasnya.

Agar bisa menutupi biaya operasional ini, ia mengumpulkan baju bekas layak pakai, kemudian dijual di media sosial. Selain itu juga dijual saat momen Car Free Day (CFD) di Renon dengan harga Rp5 ribu sampai Rp10 ribu.

“Walaupun mereknya misalnya ricpcurl. Kami jualnya ya Rp5 ribu sampai Rp10 ribu. Dengan tujuan berbagi bersama. Kami kan ngemper di bawah, bukan yang pakai hanger-hanger baju. Kami di bawah. Otomatis yang membelipun pasti orang yang ekonomi menengah ke bawah,” jelasnya.

Selain itu ia juga membantu memfasilitasi bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan bantuan dari donatur secara langsung melalui rumah singgah. Mereka juga melibatkan para relawan mahasiswa.

4. Hampir tiga tahun lamanya rutin setiap hari bagikan nasi gratis

Dari Rumah Berbagi di Bali, Ajak Anak Muda Bergerak untuk KemanusiaanPendiri Yayasan Rumah Berbagi Bersama sudah membagikan nasi gratis setiap hari selama 3 tahun (Dok.IDN Times/Christin Wahyuni)

Selain aktif dalam berbagai kegiatan di rumah berbagi, Mak Entin juga suka melakukan kegiatan sosial lainnya. Selama tiga tahun ia menjalankan Etalase Nasi Gratis di Pesanggaran, Denpasar Selatan. Gerakan tersebut dilakukan oleh komunitas ibu-ibu rumahan.

Setiap hari mulai pukul 10.00 sampai 11.00 Wita, Etalase Nasi Gratis ini menyediakan 100-150 nasi bungkus. Kecuali pada hari Jumat, mereka turun ke jalan membagikan nasi bungkus. Namun belakangan ini, donasi nasi mereka titipkan melalui Aksi Cepat Tanggap (ACT).

“Setiap harinya. Sipapun boleh ambil,” jelasnya.

Sebelum pandemik, ia juga membagikan 500 nasi bungkus untuk penunggu pasien di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah. Hanya saja saat pandemik ia menghentikan aksi ini karena COVID-19.

“Kami ini di pendamping-pendamping pasien. Kan kesusahan cari makan ya maksudnya. Kadang nggak bisa ninggalin. Jadi kami bagi di sana. Kadang nggak berupa makanan, kadang kan ada donatur yang menitipkan tissue atau peralatan mandi. Ya dititipkan, ya kami bagikan gitu,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya