TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ketabahan Perawat RSUP Sanglah Lawan COVID-19: Saya Masih Punya Bayi 

“Kalau menurut saya, COVID-19 ini kayaknya yang terberat."

Ilustrasi perawat. Dok. IDN Times

Masyarakat saat ini sedang diuji oleh pandemik COVID-19. Begitu pula dengan tenaga kesehatan (nakes). Mereka diyakini sebagai garda terdepan yang paling dekat dalam merawat pasien terinfeksi COVID-19. Sebagaimana dialami seorang perawat di Ruang Isolasi Nusa Indah RSUP Sanglah, Denpasar, Luh Gede Therressya Ajna Hakini Riasma (33). Di tengah ujian berat merawat pasien COVID-19, ia juga harus menghadapi ujian lainnya.

Saat ini ia memiliki bayi yang belum genap berusia setahun. Hingga kini pun ia masih dalam fase menyusui buah hatinya sehingga harus terus dekat dengan anak ketiganya itu. Berbeda dengan teman perawat lain yang bisa memilih melakukan isolasi diri, terpisah kamar dengan keluarganya.

Therressya mengakui bahwa terkadang muncul perasaan waswas. Apalagi dia harus Pulang Pergi (PP) dari Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar ke RSUP Sanglah. Ia juga khawatir selama di perjalanan mungkin saja secara tidak sengaja bertemu Orang Tanpa Gejala (OTG) COVID-19.  Kendati demikian, Therressya telah melakukan berbagai tindakan pembersihan seperti desinfeksi, dekontaminasi, serta membersihkan tubuh sesering mungkin sebelum berkumpul lagi dengan keluarganya.

1. COVID-19 termasuk paling banyak kasusnya selama ia menjadi perawat di ruang isolasi

Dok.IDN Times/Istimewa

Selama 9 tahun bertugas di ruang Nusa Indah RSUP Sanglah, Therressya mengaku COVID-19 ini termasuk ujian yang terberat. Pertama, karena kasusnya banyak. Kedua, karena penyebarannya juga lebih cepat. Gejala dan penularannya pun dirasa cukup berbeda dengan penyakit menular lainnya.

Pada kasus flu burung misalnya, penularan hanya dari unggas ke manusia. Sedangkan flu babi menular dari manusia ke manusia, namun gejalanya hanya batuk pilek dan tidak berat. Nah, khusus COVID-19, justru banyak yang Orang Tanpa Gejala (OTG). Ada juga gejalanya menyerupai Demam Berdarah Dengue (DBD), namun ternyata positif COVID-19.

“Kalau menurut saya, COVID-19 ini kayaknya yang terberat. Saya sudah bertugas di Ruang Nusa Indah sejak tahun 2009, saya sudah banyak menemui beberapa kasus penyakit menular. Seperti flu burung, flu babi, MERS, Tuberchulosis (TB), hingga COVID-19. COVID-19 ini, pertama karena kasusnya banyak. Kedua, karena penyebarannya juga lebih cepat,” ungkap Therressya, Jumat (1/5).

2. Para nakes saling support dalam menjalankan tugas

Dok.IDN Times/Istimewa

Meski rasa waswas selalu ada, namun para nakes lebih memilih untuk saling memberikan dukungan daripada terus diikuti perasaan cemas. Mereka saling menyuntikkan semangat sembari berharap wabah COVID-19 ini cepat selesai.

“Kalau rasa waswas pasti ada. Cuman yang namanya kewajiban, kalau bukan kita yang ngerawat, siapa lagi? Kami saling support saat bertugas dan itu memberikan semangat. Selain itu, saat bertugas harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang benar. Di samping tetap menjaga daya tahan tubuh, dan istirahat yang cukup,” katanya.

Saat ini rumah sakit setempat sudah memberikan kebijakan waktu kerja agar para nakes yang berjuang merawat pasien COVID-19 tidak kelelahan dan tetap bisa menjaga kesehatannya. Mengingat waktu berakhirnya pandemik ini masih belum pasti, para nakes harus menyiapkan tenaga dan pikirannya untuk bisa tetap sehat merawat pasien COVID-19.

“Kalau dulu sistem kerjanya dua hari shift pagi, dua hari shift siang, dua hari shift malam, dua hari libur. Kalau sekarang kebijakannya satu hari shift pagi (6 jam), satu hari shift siang (6 jam), satu hari shift malam (12 jam), dan libur dua hari. Waktu kerjanya sama sebenarnya dengan kebijakan yang dulu, hanya saja diatur harinya,” ungkap perempuan kelahiran 6 Februari 1987 ini.

3. Sebelum pulang kerja, para nakes menjalani serangkaian tindakan pembersihan diri

Dok.IDN Times/Istimewa

Para nakes yang baru selesai bertugas merawat pasien COVID-19 tidak langsung pulang ke rumah. Mereka harus menjalani rangkaian tindakan bersih-bersih tubuh, disinfeksi, dekontaminasi dan lain-lain, untuk memastikan diri aman ketika keluar dari ruangan isolasi.

“Selama kerja dalam ruangan, kami pakai pakaian khusus, bukan baju atau seragam dari luar. Setelah bertugas, APDnya dibuang, dilanjutkan dengan cuci tangan, keramas, mandi sampai bersih di rumah sakit. Jadi pakaian dan barang-barang yang dibawa pulang tidak ada kontak sama sekali dengan ruangan ataupun pasien COVID-19,” ungkap perawat lulusan Poltekkes Denpasar itu.

Karenanya, masyarakat tidak perlu merasa takut berlebihan, apalagi sampai mengucilkan nakes. Meski Luh Therressya tidak merasakan stigma seperti itu, namun ia tidak memungkiri masih ada kejadian di Indonesia yang menstigma nakes yang merawat COVID-19.

“Kalau saya syukurnya tidak ada yang seperti itu. Lingkungan di rumah masih support semua. Masyarakat sekitar rumah malah banyak yang kasi semangat. Memang kami merawat dan kontak langsung dengan pasien COVID-19, tapi kan kami sudah pakai APD dan tidak sembarangan dalam merawat kasus seperti ini. Perlindungannya berlapis. Jadi, masyarakat tidak perlu takut berlebihan seperti itu,” harapnya.

4. Sesampainya di rumah, Therressya kembali membersihkan diri

Dok.IDN Times/Istimewa

Sesampai di rumah, beberapa teman perawat ada yang memilih tinggal terpisah, mengisolasi diri dari keluarganya. Namun Therressya tidak bisa seperti itu karena dia harus menyusui bayinya. Karena kondisi demikian, ia harus melakukan pembersihan tubuh sesering mungkin agar aman kontak dengan buah hatinya. Apalagi ia menempuh waktu selama 45 menit sampai 1 jam setiap satu kali perjalanan.   

“Karena saya ada bayi, susah kalau harus terpisah untuk isolasi diri. Jadinya saya lakukan tindakan antisipasi lagi. Sampai di rumah, saya mandi dan keramas lagi sampai bersih. Baju yang dipakai ke rumah sakit langsung dicuci, tas, sepatu, dan alat lainnya disemprot disinfektan,” ujarnya.

Berita Terkini Lainnya