TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Awalnya Takut Darah, Kunthi Kini Jadi Kepala Forensik RSUP Sanglah

Sempat ikut menangani korban Tragedi Bom Bali II

Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Prof Dr IGNG Ngoerah, dr Kunthi Yulianti. (IDN Times/Ayu Afria)

Kiprah Kunthi Yulianti, perempuan kelahiran 11 Juli 1973 di Instalasi Forensik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah memang tidak diragukan lagi. Perempuan yang sempat bercita-cita menjadi arkeolog dan wanita angkatan udara (WARA) membawa pesawat tempur ini kini malah menjadi Kepala Instalasi Forensik RSUP Sanglah. Bagaimana perjalanan hidupnya berkarir sebagai dokter? Berikut kisah Kunthi Yulianti yang awalnya justru tidak berani melihat darah.

1. Turuti permintaan ibu untuk jadi seorang dokter

gomerblog.com

Kunthi (46) sapaan akrab wanita ini, walau sempat bercita-cita menjadi WARA dan arkeolog, namun semua itu harus ditanggalkannya karena beberapa pertimbangan.

“Terus SMA itu saya sadar diri lah. Saya pendek, gak (tidak) jadi WARA. Arkeolog, kakak saya, gak gak gak kamu anak IPA. Kedokteran saja. Ibu saya bilang, anak ibu gak ada yang jadi dokter, kamu jadi dokter gitu,” kisahnya pada Selasa (17/3).

Selanjutnya, di lembar Ujian Nasional Perguruan Tinggi Negeri (UNPTN) oleh kakaknya dipilihkan kedokteran umum. Akhirnya, hingga kini terus ia lakoni sampai kemudian menjadi seperti sekarang ini.

“Pas kebetulan diterima ya. Pas sudah diterima nangis-nangis. Orang saya gak suka jadi dokter,” kenangnya.

2. Antara bangga dan takut dengan dunia kedokteran

unsplash.com/Jez Timms

Kunthi mengaku saat pertama kali masuk di Fakultas Kedokteran, muncul perasaan bangga dan takut sehingga ia harus beradaptasi dan bisa menjalaninya seperti biasa. Ibunya saat itu memberikan support yang sangat besar dan menyadarkan Kunthi bahwa memang jalan hidupnyalah di situ. Mengapa?

“Saya gak disuruh, saya gak suka lihat darah. Ya, tapi karena saya masuk, kayak tantangan. Masa kamu gak bisa ngalahin ini. Gitu lho,” terangnya.

Dukungan sang ibu akhirnya membuatnya kuat dan semakin semangat menjalani kuliahnya. Hingga tiba waktunya Koas (Ko-asisten), Kunthi merasa sempat mau pingsan melihat persalinan normal dan darah saat itu.

“Saya kan paling depan waktu itu karena saya pengin jadi dokter obgyn. Yang dipikir kerennya saat itu. Begitu melihat gitu kayaknya aku mau pingsan, sambil mepet tembok,” terangnya.

Usai mundur dari barisan depan, Kunthi kemudian disarankan oleh sang bidan untuk minum teh hangat. Sejak saat itu pengalaman selanjutnya melihat pasien melahirkan menjadi sudah biasa.

Pun, hal yang sama juga dirasakan ketika Koas mengikuti otopsi. Pengalaman pertamanya membuat Kunthi enggan makan makanan yang berbahan daging termasuk makanan padang, sate, dan lain sebagainya.

Gak pengen, tapi setelah dipikir-pikir kok rugi kalau saya gak makan. Saya lapar, jatahnya rumah sakit dulu kan ada daging goreng. Itu kan sesuatu yang mewah buat Koas dapat itu,” terangnya.

Berita Terkini Lainnya