Penyebab Anak Sulit Terbuka dengan Orangtua, Yuk Kenali!

Kalau nurut, berarti dia anak pandai. Sering mikir gini gak?

Pernahkah anak menolak atau tidak setuju dengan keputusan orangtua? Orangtua selalu beranggapan, kalau nurut berarti dia adalah anak yang pandai. Tetapi apakah benar sepenuhnya anak tersebut nurut atau sebenarnya ia hanya takut?

Orangtua merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya merupakan hal terbaik untuk sang anak. Akan tetapi orangtua harus sadar pula, bahwa tidak selamanya keputusan yang ditentukan secara sepihak dan tanpa mempertimbangkan keinginan anak, merupakan keputusan terbaik.

Apakah kamu sebagai orangtua yakin anak menerimanya dengan senang hati? Apakah sikap tersebut merupakan sikap yang baik sebagai orangtua? Apakah anak selalu bercerita kepada kamu tentang kesehariannya? Jika tidak, bisa jadi anak merasa tidak punya kebebasan sehingga menjadi tertutup. Yuk, mari kenali hubungan keduanya.

Baca Juga: 6 Tips Menegur dan Memuji Anak dengan Bahasa Kasih

Baca Juga: Apa Itu Pola Asuh Authoritative? Positif untuk Pertumbuhan Anak

Nurut atau takut?

Penyebab Anak Sulit Terbuka dengan Orangtua, Yuk Kenali!Pexels.com/Zen Chung

“Aku tidak tahu.”
“Terserah.”
“Ya sudah.”

Pernahkah anak mengatakan hal itu? Kalimat tersebut sangat jelas menghentikan pembicaraan secara satu arah, terlihat dari responnya yang enggan berinteraksi lebih lama dengan kamu. Hal tersebut sebenarnya sama ketika kamu bertemu seseorang yang tidak disukai. Ketika di situasi tersebut, tentu rasanya ingin segera pergi dan enggan berbincang lebih lama, bukan? Anak pun sama. Ketika merasa tidak aman dan nyaman akan menghindari interaksi dengan orangtuanya.

Tanpa disadari, perilaku anak seperti ini dipengaruhi oleh pola asuh orangtua yang salah. Anak cenderung nurut tetapi tertutup dan sulit menyampaikan pendapatnya merupakan pengaruh pola asuh otoriter orangtuanya. Hal ini sama dengan apa yang disampaikan oleh Minatul Nur Laela (2021) pada penelitiannya berjudul Keterkaitan Pola Asuh dan Inner Child pada Tumbuh Kembang Anak, bahwa sikap yang dilakukan orangtua pada anak memengaruhi tumbuh kembangnya. Sikap tersebut dikenal dengan nama pola asuh.

Dalam jurnalnya menyatakan, anak yang mendapat pola asuh otoriter akan merasa tidak percaya diri ketika mengambil keputusan. Terlihat patuh tetapi sebenarnya takut, dan anak merasa selalu dituntut untuk melakukan hal yang tidak sepenuhnya dia suka. Pola asuh ini disebut dengan pola asuh otoriter.

Pernahkah kamu berbincang dengan anak lebih dari satu jam?

Penyebab Anak Sulit Terbuka dengan Orangtua, Yuk Kenali!ilustrasi mendengarkan nasihat (pexels.com/Anete Lusina)

Tidak banyak orangtua dan anak mampu duduk berlama-lama untuk saling berbincang selayaknya teman. Setiap orangtua pasti ingin memiliki anak yang nurut dan pintar. Namun kenyataannya, apakah perlakuan yang diterima pada anak sesuai untuk membentuk karakter tersebut? Pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh berupa tuntutan, hukuman, dan tidak adanya kebebasan untuk berpendapat.

Dalam karya jurnal Stephanus Turibius Rahmat (2018) berjudul Pola Asuh yang Efektif untuk Mendidik Anak di Era Digital, orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter memperlakukan anaknya agar patuh, harus tunduk, tidak diberi kesempatan untuk bertanya dan berpendapat, orangtua memiliki kontrol dominan, anak tidak mendapat pengakuan sebagai pribadi, serta akan memberikan hukuman apabila tidak patuh.

“Nanti kamu masuk SMP A, SMA B, dan kuliah di PTN C.”
“Kamu harus menjadi seorang dokter.”
“Ibu seperti ini untuk kebaikan kamu.”
“Jangan pakai baju itu, cepat ganti.”

Pernahkah kamu mengatakan itu kepada anak? Perkataan tersebut yang disampaikan secara berulang akan membentuk karakter negatif, anak tidak diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya. Orangtua terus memberikan tuntutan tanpa adanya kejelasan, dan tidak berdiskusi terlebih dahulu mengenai pendapat anak. Pada umumnya orangtua berlindung di balik kata 'untuk masa depan anak' atas apa yang ia lakukan.

Pada kenyataannya, keputusan yang hanya ditentukan secara sepihak tidak selalu memberikan dampak positif. Anak cenderung melaksanakannya karena terpaksa, bukan atas dasar keinginannya. Pola asuh ini cenderung terfokus pada ekspektasi orangtua terhadap anaknya. Sehingga anak akan merasa terbebani jika ia tidak bisa memenuhinya.

Mengenal jenis pola asuh. Mana yang lebih efektif?

Penyebab Anak Sulit Terbuka dengan Orangtua, Yuk Kenali!ilustrasi orangtua membaca (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Tidak selamanya perlakuan yang diterapkan akan direspon sama oleh setiap anak. Sebagai orangtua perlu memahami bagaimana kondisi dan situasi anaknya. Selain pola asuh otoriter, terdapat jenis lainnya yaitu authoritative, permissive, dan uninvolved. Tanpa disadari, orangtua yang mampu menjalin kedekatan dengan anak akan menerapkan lebih dari satu pola asuh. Berikut ini jenis-jenis pola asuh menurut Rahmat dalam jurnalnya:

1. Pola asuh permissive

Apakah kamu selalu memenuhi semua keinginan anak dan memberikan kebebasan penuh kepadanya? Hal ini termasuk ke dalam pola asuh permissive (permisif). Dampaknya, anak menjadi tidak terkontrol, dan tidak pernah merasakan bimbingan atau arahan

2. Pola asuh authoritative

Jika kamu memiliki komunikasi yang baik dengan anak, sering bertukar cerita dengan anak dan responsif atas kebutuhannya, tegas akan suatu hal, memberikan kesempatan kepada anak untuk berpendapat sehingga mampu bertanggung jawab, maka ini termasuk ke dalam pola asuh authoritative. Jadi kamu harus mampu menempatkan posisinya kapan harus sebagai teman, dan kapan harus tegas sebagai orangtua

3. Pola asuh uninvolved

“Saya sudah memenuhi kebutuhan pendidikan, dan fasilitas kehidupan yang layak. Itulah cara saya memanjakan anak saya.“ Jika kamu berpikiran demikian, maka ini termasuk pada pola asuh uninvolved. Pola asuh ini bertentangan dengan authoritative, tidak memedulikan kebutuhan dan tidak memberikan tuntutan kepada anak. Cara ini hanya memenuhi kebutuhan fisiknya saja, tetapi tidak memenuhi kebutuhan psikis anak seperti mendengarkan hari buruk yang telah dia lewati. Pada umumnya, pola asuh seperti ini terjadi pada orangtua yang sibuk berkarier dan tidak memiliki waktu santai bersama anaknya.

Apakah sudah siap menjadi orangtua muda yang baik untuk sang anak? Nah, dari penjelasan di atas dapat dipahami, anak cenderung akan merasa nyaman dengan sikap selayaknya teman. Namun tidak melupakan batasan antara orangtua dan anak agar dia tidak dominan. Bukan hanya sekadar memahami teorinya saja, pengasuhan perlu persiapan mental, fisik, dan sosial dari orangtua itu sendiri.

Hana herviani Photo Community Writer Hana herviani

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya