TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penyebab Anak Sulit Terbuka dengan Orangtua, Yuk Kenali!

Kalau nurut, berarti dia anak pandai. Sering mikir gini gak?

pixabay.com/edsavi30

Pernahkah anak menolak atau tidak setuju dengan keputusan orangtua? Orangtua selalu beranggapan, kalau nurut berarti dia adalah anak yang pandai. Tetapi apakah benar sepenuhnya anak tersebut nurut atau sebenarnya ia hanya takut?

Orangtua merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya merupakan hal terbaik untuk sang anak. Akan tetapi orangtua harus sadar pula, bahwa tidak selamanya keputusan yang ditentukan secara sepihak dan tanpa mempertimbangkan keinginan anak, merupakan keputusan terbaik.

Apakah kamu sebagai orangtua yakin anak menerimanya dengan senang hati? Apakah sikap tersebut merupakan sikap yang baik sebagai orangtua? Apakah anak selalu bercerita kepada kamu tentang kesehariannya? Jika tidak, bisa jadi anak merasa tidak punya kebebasan sehingga menjadi tertutup. Yuk, mari kenali hubungan keduanya.

Baca Juga: 6 Tips Menegur dan Memuji Anak dengan Bahasa Kasih

Baca Juga: Apa Itu Pola Asuh Authoritative? Positif untuk Pertumbuhan Anak

Nurut atau takut?

Pexels.com/Zen Chung

“Aku tidak tahu.”
“Terserah.”
“Ya sudah.”

Pernahkah anak mengatakan hal itu? Kalimat tersebut sangat jelas menghentikan pembicaraan secara satu arah, terlihat dari responnya yang enggan berinteraksi lebih lama dengan kamu. Hal tersebut sebenarnya sama ketika kamu bertemu seseorang yang tidak disukai. Ketika di situasi tersebut, tentu rasanya ingin segera pergi dan enggan berbincang lebih lama, bukan? Anak pun sama. Ketika merasa tidak aman dan nyaman akan menghindari interaksi dengan orangtuanya.

Tanpa disadari, perilaku anak seperti ini dipengaruhi oleh pola asuh orangtua yang salah. Anak cenderung nurut tetapi tertutup dan sulit menyampaikan pendapatnya merupakan pengaruh pola asuh otoriter orangtuanya. Hal ini sama dengan apa yang disampaikan oleh Minatul Nur Laela (2021) pada penelitiannya berjudul Keterkaitan Pola Asuh dan Inner Child pada Tumbuh Kembang Anak, bahwa sikap yang dilakukan orangtua pada anak memengaruhi tumbuh kembangnya. Sikap tersebut dikenal dengan nama pola asuh.

Dalam jurnalnya menyatakan, anak yang mendapat pola asuh otoriter akan merasa tidak percaya diri ketika mengambil keputusan. Terlihat patuh tetapi sebenarnya takut, dan anak merasa selalu dituntut untuk melakukan hal yang tidak sepenuhnya dia suka. Pola asuh ini disebut dengan pola asuh otoriter.

Pernahkah kamu berbincang dengan anak lebih dari satu jam?

ilustrasi mendengarkan nasihat (pexels.com/Anete Lusina)

Tidak banyak orangtua dan anak mampu duduk berlama-lama untuk saling berbincang selayaknya teman. Setiap orangtua pasti ingin memiliki anak yang nurut dan pintar. Namun kenyataannya, apakah perlakuan yang diterima pada anak sesuai untuk membentuk karakter tersebut? Pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh berupa tuntutan, hukuman, dan tidak adanya kebebasan untuk berpendapat.

Dalam karya jurnal Stephanus Turibius Rahmat (2018) berjudul Pola Asuh yang Efektif untuk Mendidik Anak di Era Digital, orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter memperlakukan anaknya agar patuh, harus tunduk, tidak diberi kesempatan untuk bertanya dan berpendapat, orangtua memiliki kontrol dominan, anak tidak mendapat pengakuan sebagai pribadi, serta akan memberikan hukuman apabila tidak patuh.

“Nanti kamu masuk SMP A, SMA B, dan kuliah di PTN C.”
“Kamu harus menjadi seorang dokter.”
“Ibu seperti ini untuk kebaikan kamu.”
“Jangan pakai baju itu, cepat ganti.”

Pernahkah kamu mengatakan itu kepada anak? Perkataan tersebut yang disampaikan secara berulang akan membentuk karakter negatif, anak tidak diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya. Orangtua terus memberikan tuntutan tanpa adanya kejelasan, dan tidak berdiskusi terlebih dahulu mengenai pendapat anak. Pada umumnya orangtua berlindung di balik kata 'untuk masa depan anak' atas apa yang ia lakukan.

Pada kenyataannya, keputusan yang hanya ditentukan secara sepihak tidak selalu memberikan dampak positif. Anak cenderung melaksanakannya karena terpaksa, bukan atas dasar keinginannya. Pola asuh ini cenderung terfokus pada ekspektasi orangtua terhadap anaknya. Sehingga anak akan merasa terbebani jika ia tidak bisa memenuhinya.

Writer

Hana herviani

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya