Cerita Pengalaman Orangtua di Bali Soal Belajar Lewat Siaran TV

Anak-anak kayaknya menikmati belajar lewat TV ya?

Denpasar, IDN Times - Pandemik COVID-19 membuat seluruh aktivitas di luar rumah dibatasi. Termasuk kegiatan belajar yang kini tidak lagi di sekolah, melainkan dari rumah. Khusus untuk belajar di rumah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI membuat program acara belajar dari rumah melalui siaran Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Sudah lebih dari seminggu program belajar dari rumah melalui siaran TVRI ini berlangsung. Tentu ada banyak cerita dari orangtua yang mendampingi anaknya selama belajar di rumah. Menurut orangtua siswa asal Desa Selat, Kabupaten Karangasem, Gusti Ayu Putu Pusmawati (36), program belajar melalui siaran TVRI membuat anaknya jadi lebih menikmati belajar. Daya imajinasinya pun lebih keluar. Terlebih lagi, Pusmawati tak harus pusing membeli kuota internet dibandingkan sebelumnya.

Seperti apa ceritanya?

1. Sebelum belajar lewat siaran TVRI, Pusmawati sempat stres mendampingi anak karena mengerjakan banyak tugas

Cerita Pengalaman Orangtua di Bali Soal Belajar Lewat Siaran TVIDN Times/Diantari Putri

Pusmawati memiliki dua anak yang masing-masing duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) 0 besar dan kelas III Sekolah Dasar (SD). Ia menuturkan, sebelum adanya program belajar lewat siaran TVRI, metode pembelajarannya adalah guru memberikan tugas masing-masing mata pelajaran kepada siswanya.

Bukan anak saja yang merasa bosan, orangtua juga ikut stres. Karena selain ikut mendampinginya, orangtua juga harus memahami mata pelajaran yang sedang dipelajari sang anak.

“Tugas orangtua tidak hanya mendampingi, tapi bagaimana memberikan pemahaman terhadap pelajaran yang sedang dipelajarinya. Di sini kesulitannya karena pengetahuan orangtua masing-masing siswa pasti berbeda-beda. Cara kita mentransfer pemahaman supaya anak mengerti, itu yang kadang jadi tantangan. Apalagi tugasnya banyak sekali,” ujarnya, saat dihubungi tak lama ini.

Dia mencontohkan, dalam sehari anaknya yang duduk di kelas III SD mendapatkan tiga mata pelajaran. Setiap pelajaran selalu ada tugas. Sehingga tak jarang anaknya mengeluh, karena banyak tugas yang diberikan.

“Anak-anak merasa terbebani dengan banyaknya tugas. Orangtua juga merasa cukup stres dengan kondisi seperti itu. Apalagi harus menjelaskan tanpa media, sehingga anak-anak kurang paham maksudnya,” ungkapnya.

2. Melalui siaran TVRI, anak-anak jadi lebih menikmati belajar dibandingkan hanya fokus pada buku

Cerita Pengalaman Orangtua di Bali Soal Belajar Lewat Siaran TVIDN Times/Diantari Putri

Menurut Ibu rumah tangga ini, program belajar lewat siaran TVRI membuat anak-anak jadi lebih menikmatinya. Pasalnya, anak tak lagi berkutat pada buku, melainkan belajar diiringi media pembelajaran yang lebih mengasyikkan. Media dan alat peraga membuat anak lebih tertarik untuk belajar. Suasana belajar pun jadi lebih menyenangkan.

“Suasana belajar jadi lebih menyenangkan karena pembelajarannya menggunakan media, peraga, dan cerita. Ada jalan cerita yang ditampilkan, dan anak-anak hanya disuruh memerhatikan dan mendengarkan dengan saksama. Lalu menjawab pertanyaan di akhir cerita,” terang Pusmawati.

Metode ini tentu berbeda dari metode belajar sebelumnya. Kalau dulu, anak-anak hanya fokus pada buku dan dijejali berbagai tugas. Kini, anak-anak hanya diminta melihat dan mendengarkan secara saksama dari apa yang ditampilkan oleh TVRI.

“Dulu anak-anak merasa terbebani diberi pembelajaran seperti itu. Sekarang lebih enjoy saya lihat,” katanya.

3. Daya imajinasi anak lebih keluar, dan dapat diajak menganalisis jalan cerita

Cerita Pengalaman Orangtua di Bali Soal Belajar Lewat Siaran TVIDN Times/Diantari Putri

Manfaat lain yang dirasakan oleh anak-anak adalah daya imajinasinya lebih keluar. Untuk anak PAUD dan TK misalnya, hanya diminta untuk menonton cerita. Mereka kemudian menirukannya dengan menggambar, berhitung, atau kegiatan lainnya. Hasilnya, ternyata bisa lebih berkembang sesuai daya imajinasi mereka masing-masing.

“Dalam cerita tersebut, terdapat beberapa aspek pengembangan diri anak seperti pengembangan aspek kognitif, pengembangan bahasa, pengembangan motorik halus, motorik kasar, serta pengembangan sosial emosional. Mereka dalam tahap meniru, tapi yang mereka buat justru bagus-bagus dan kreatif,” kata Pusmawati yang juga guru TK tersebut.

Sedangkan anaknya yang kelas III SD mendapat tugas menganalisis sebuah cerita. Misalnya, menceritakan bagaimana karakter seorang tokoh dalam cerita yang ditampilkan di TVRI.

“Misalnya pertanyaannya begini, apa kelalaian tokoh A dalam cerita tersebut? Jadi anak-anak akan menganalisis cerita, dan jawabannya bisa berbeda-beda antara siswa satu dengan yang lain. Ini tergantung dari bagaimana dia menyaksikan dengan saksama dan menangkap maksud dari jalan cerita tersebut,” ucapnya.

4. Tak pusing lagi beli kuota internet karena tugas tak sepadat sebelumnya

Cerita Pengalaman Orangtua di Bali Soal Belajar Lewat Siaran TVIlustrasi uang (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Di sisi lain, Pusmawati juga merasa cukup terbantu dengan adanya siaran TVRI ini. Ia tak perlu pusing lagi membeli kuota internet, karena pelajaran sang anak lebih efektif dan efisien, serta tidak begitu memakan banyak kuota. Berbeda dengan dulu. Karena tugas anak yang menumpuk dan harus dikirim setiap hari, tak ayal Pusmawati harus merogoh kocek yang tidak sedikit untuk membeli kuota internet.

“Kalau metode sebelumnya memang agak boros, karena tugas-tugas anak-anak menunggu untuk dikirim setiap hari. Kalau kita tidak tahu maksud pelajaran anak-anak, kan kita harus searching juga. Karena kita harus paham dulu sebelum menerangkan ke anak,” ungkapnya.

5. Jika ada kendala jaringan, siaran TVRI bisa diatasi dengan berbagi link YouTube melalui grup WhatsApp kelompok belajar

Cerita Pengalaman Orangtua di Bali Soal Belajar Lewat Siaran TVIDN Times/Diantari Putri

Meski dirasa sangat membantu, namun program belajar lewat siaran TVRI juga memiliki kelemahan. Yakni tidak semua daerah bisa menjangkau siaran TVRI. Untuk mengatasi kondisi seperti ini, menurut Pusmawati, ditangani dengan menonton lewat YouTube, atau gurunya merekam siaran lalu dibagikan ke grup belajar di WhatsApp.

“Biasanya guru akan membagikan link YouTube di grup WA. Jadi anak-anak bisa juga menonton lewat YouTube. Sehingga anak-anak yang gak bisa menjangkau siaran TVRI, bisa menonton lewat YouTube. Anak saya juga sering nonton di YouTube, jika siaran TVRI lagi kurang bagus di rumah,” katanya.

6. Program belajar lewat siaran TV merupakan suplemen yang bagus. Guru diharapkan tetap memberikan tambahan pelajaran yang disesuaikan pada kemampuan siswa

Cerita Pengalaman Orangtua di Bali Soal Belajar Lewat Siaran TVIDN Times/Sukma Sakti

Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Bali, Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, mengatakan program belajar melalui siaran TVRI merupakan suplemen yang bagus untuk menambah ilmu selama pandemik COVID-19. Apalagi pembelajaran daring tidak semua siswa bisa mengaksesnya. Karena rumahnya ada yang di pelosok pedesaan, dan juga dari segi pembiayaan.

“Ketika tidak ada internet karena keterbatasan, cukup belajar dari nonton TV. Kalau tidak di TV, sekarang kan juga ada program dari radio RRI. Atau bisa juga di YouTube jika ada link nya. Jadi selama belajar di rumah ini, jangan sampai anak anak tidak ada pelajaran yang masuk,” terang pria yang akrab disapa Boy.

Menurutnya, pembelajaran lewat siaran TVRI memang diperlukan. Namun bukan berarti guru tidak memberikan tugas tambahan sesuai kurikulum pendidikan yang tengah berjalan. Hanya saja ia mengingatkan, ketika memberikan tugas tambahan, guru diminta tidak berlebihan. Tugas yang diberikan harus menyesuaikan kemampuan siswanya.

“Pembelajaran dari sekolah masing-masing tetap berjalan, karena sistemnya tidak semua sama. Hanya saja harus disesuaikan. Jangan sampai bertubrukan dengan acara yang di televisi. Jadi tidak harus berpatokan pada belajar di TVRI saja,” kata Boy.

Ia mencontohkan, siaran belajar dimulai pagi hari, maka guru jangan memberikan tugas pada jam yang sama. Hal ini agar siswa tidak kebingungan.

“Sesuaikan dengan kemampuan siswa. Jangan berlebihan. Berikan tugas yang menyenangkan, sehingga siswa tidak berbebani dalam mengerjakannya,” tutupnya.

Baca Juga: Bedanya Rapid Test, Swab dan PCR! Lebih Akurat Mana?

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya