Pentingkah Lebih Dini Kenalkan Pendidikan Seks untuk Remaja?

Cegah terjadinya kekerasan seksual oleh anak di bawah umur

Kekerasan seksual kepada anak yang dilakukan oleh pelaku anak di bawah umur masih sering terjadi. Belum lama ini kejadian tersebut dialami oleh seorang pelajar putri asal Kabupaten Buleleng. Ia menjadi korban kekerasan seksual dari 9 orang pelaku, enam di antaranya anak di bawah umur.

Kasus-kasus kekerasan seksual melibatkan anak-anak ini memang memerlukan perhatian khusus dari semua pihak. Dosen Program Studi Psikologi, Universitas Bali Internasional, Aritya Widianti, kepada IDN Times pada Kamis (5/11/2020), menjelaskan bahwa pendidikan seks kepada anak-anak perlu dilakukan sedini mungkin. Hanya saja caranya tentu berbeda-beda, disesuaikan kembali dengan rentang usianya.

“Antara anak 5 tahun dengan anak usia 12 tahun, 10 tahun, itu berbeda. Karena kalau di psikologi, otaknya anak-anak ini beda-beda. Ada stage-stage-nya. Misalnya merujuk pada teori kognitifnya seorang psikolog dari Prancis itu, jadi ada usia-usia tertentu itu kapasitas kognitifnya berbeda-beda,” jelasnya.

1. Pendidikan anak usia dini lebih tepat dengan visual

Pentingkah Lebih Dini Kenalkan Pendidikan Seks untuk Remaja?pixabay.com

Perempuan yang juga membuka praktik mandiri psikolog dengan Kepeminatan Anak-Remaja dan Keluarga serta praktik bersama psikolog dan psikiater di Denpasar Mental Health Centre ini menjelaskan bahwa pendidikan seks pada anak usia dini lebih mudah menggunakan visual misalnya buku cerita, video atau menggunakan boneka atau gambar. Cara ini dinilai lebih mudah dipahami oleh anak-anak.

“Tentunya kalau anak usia dini akan lebih mudah dengan bantuan misalnya dengan visual. Misalnya ngasih stiker bagian badan mana sih yang nggak boleh ditunjukkan, dipegang, atau misalnya difoto,” jelasnya.

2. Pendidikan seks bagi remaja lebih mudah dan menantang

Pentingkah Lebih Dini Kenalkan Pendidikan Seks untuk Remaja?unsplash.com/Toa Heftiba

Sementara itu pendidikan seks pada usia remaja jauh lebih mudah, tetapi juga lebih menantang. Mudah karena di sini diartikan kemampuan kognitifnya sudah bisa diajak berpikir sebab akibat, atau bisa menganalisa. Mereka sudah bisa berkomunikasi dua arah. Tantangan di sini adalah pengaruh lingkungan, teman sebaya yang sangat kuat.

“Tentu pemilihan kosa katanya jauh lebih beragam kalau usia yang sudah 10 tahun ke atas,” jelasnya.

3. Para remaja bisa mengekspresikan diri ke hal-hal positif untuk hindari tindakan seks bebas

Pentingkah Lebih Dini Kenalkan Pendidikan Seks untuk Remaja?Ilustrasi pekerja seks (IDN Times/Sukma Shakti)

Lalu bagaimana jika pada usia anak atau pra remaja timbul keinginan untuk melakukan hubungan seks?

Aritya Widianti menjelaskan bahwa anak usia pra remaja (di atas 10 tahun) secara hormonal memang sudah berbeda. Misalnya pra remaja perempuan yang mengalami menstruasi dan pra remaja laki-laki yang mengalami mimpi basah. Kondisi ini tidak bisa ditahan karena memang suatu kondisi yang alamiah. Hanya perlu melakukan edukasi sedini mungkin. Pada usia pra remaja ini lah mereka sudah bisa menganalisa.

“Kok bangun tidur basah ya kasurnya atau spreinya begitu. Artinya apa? Oo artinya kamu mimpi basah. Kamu sudah menjadi lebih dewasa lagi dari usiamu. Artinya kalau misalnya pakai baju atau misalnya berhubungan dengan lawan jenis mesti harus lebih hati-hati,” ungkapnya.

Dalam kondisi pandemik ini yang membatasi aktivitas anak-anak di luar rumah, mereka sangat memerlukan dukungan dari semua pihak. “Misalnya begini, ketika anak-anak ini berolah raga, lalu kemudian punya tujuan yang jelas begitu. Akhirnya kan tersalurkan. Lalu kemudian capek. Tersalurkannya dalam hal positif. Bukan ke (maaf) onani, masturbasi, ke yang seperti itu,” jelasnya.

Jika tidak terkontrol, maka hasrat seksual tersebut minta dipenuhi. Kondisi inilah yang berbahaya sehingga sangat diperlukan pendekatan komunitas.

4. Teknologi juga berpeluang menjadi sarana kejahatan seksual

Pentingkah Lebih Dini Kenalkan Pendidikan Seks untuk Remaja?pexels.com/Tommy Huang

Tidak dipungkiri, teknologi yang ada saat ini membuat para pelaku kejahatan seksual lebih mudah menyasar anak-anak. Terlebih bagi orang tua yang kurang mengontrol penggunaan gadget sang anak.

“Anak-anak dengan media sosial, dengan orang yang tidak bertanggung jawab, mereka bisa saja digiring untuk coba dong buka bajumu. Tunjukkan anggota-anggota tubuh yang memang diinginkan oleh pelaku kejahatan seksual,” jelasnya.

Ia mengungkapkan belum lama ini juga menangani kejahatan seksual melalui teknologi. Korbannya merupakan anak-anak yang mengikuti program pembelajaran daring. Karena lepas dari pengawasan orang tua bahwa pembelajaran daring telah selesai, anak tersebut kemudian melakukan chat dengan pelaku kejahatan seksual.

Di balik semua ini, menurutnya alasan korban anak intens melakukan chat dengan pelaku kejahatan seksual adalah karena adanya trust (percaya). Si korban dianggap merasa nyaman dengan pelaku kejahatan tersebut.

5. Pelaku anak kemungkinan mendapatkan tontonan film porno

Pentingkah Lebih Dini Kenalkan Pendidikan Seks untuk Remaja?Pemerintah Thailand memblokir ratusan situs porno (3/11). Ilustrasi (unsplash.com/Dainis Graveris)

Pada kasus di Buleleng misalnya, Aritya Widianti menilai kalau sampai anak melakukan kekerasan seksual, bisa saja mereka pernah terpapar hal-hal yang berbau pornografi.

“Terpaparnya ini nggak cuman sekali, dua kali, berkali-kali begitu. Dan biasanya kenapa kok pelaku ini bisa beberapa orang? Bisa saja ini adalah teman bermain yang melakukan kegiatan yang sama. Nonton film porno misalnya. Atau mereka juga menjadi korban sebelumnya. Bisa saja seperti itu,” jelasnya.

6. Lebih baik konektivitas atau gawai anak terhubung dengan orang tua

Pentingkah Lebih Dini Kenalkan Pendidikan Seks untuk Remaja?Shutterstock/Worawee Meepian

Lalu bagaimana kontrol orang tua dan komunitas? Dengan kondisi saat ini teknologi lebih canggih memungkinkan konektivitas atau gawai anak terhubung dengan orang tua. Orang tua pun bisa mengontrol tontonan-tontonan anaknya. Orang tua juga bisa secara berkala mengecek history handphone anak.

“Untuk mengontrol, ini nih anak ini aktivitasnya dengan gawai apa sih. Hanya nonton youtube yang memang sesuai usianya atau tidak begitu. Kalau saya lihat itu iklan-iklan itu disisipkan dalam youtube yang ada mungkin anak tinggal klik-klik aja,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya