Gejala Depresi Tiga Kali Lebih Tinggi selama Lockdown, Ini Alasannya

Tak sedikit orang yang mengalami tekanan psikologis

Tak bisa dimungkiri, pandemik COVID-19 adalah peristiwa traumatis bagi banyak orang. Kita senantiasa dihantui ketakutan tertular virus, kehilangan pekerjaan, atau kehilangan orang yang kita sayang akibat penyakit ini. Rasanya, kita ingin situasi ini cepat-cepat berakhir.

Bahkan, menurut studi terbaru, ditemukan bahwa gejala depresi tiga kali lebih tinggi selama lockdown atau karantina wilayah. Bagaimana bisa?

1. Gejala depresi tiga kali lebih tinggi selama lockdown

Gejala Depresi Tiga Kali Lebih Tinggi selama Lockdown, Ini Alasannyahealth.harvard.edu

Berdasarkan studi berjudul "Prevalence of Depression Symptoms in US Adults Before and During the COVID-19 Pandemic" yang diterbitkan di JAMA Network Open, ditemukan bahwa gejala depresi tiga kali lebih tinggi selama lockdown. Angka ini naik dari 8,5 persen (sebelum lockdown) menjadi 27,8 persen selama lockdown.

Data ini didapat lewat survei yang melibatkan 5.065 responden sebelum pandemik dan 1.441 responden selama pandemik. Risiko lebih besar terjadi pada orang yang berpenghasilan lebih rendah, memiliki tabungan kurang dari 5.000 dolar AS (Rp74 juta), dan terpapar stres lebih banyak.

2. Menurut peneliti, pandemik COVID-19 adalah peristiwa traumatis berskala besar

Gejala Depresi Tiga Kali Lebih Tinggi selama Lockdown, Ini Alasannyabridgestorecovery.com

Tak main-main, para ahli menyebut bahwa pandemik COVID-19 merupakan peristiwa traumatis berskala besar. Ini menyebabkan tekanan fisik, emosional, dan psikologis. Harus diakui bahwa pandemik berdampak negatif pada kesehatan mental kita.

Di Amerika Serikat (AS) sendiri, sekitar 20 juta orang menjadi pengangguran pada awal pandemik, yakni pada pertengahan April. Menurut Dr. Brittany LeMonda, ahli saraf senior di Lenox Hill Hospital, New York City, AS, faktor yang berkontribusi pada gejala depresi ini adalah meningkatnya isolasi sosial, kesulitan ekonomi, dan paparan pemicu stres lainnya.

Bahkan, gejala depresi ini mirip dengan peristiwa traumatis besar lain, seperti serangan 11 September 2001. Setidaknya, 9,6 persen penduduk Manhattan, AS, memiliki gejala depresi dan gangguan stres pasca trauma, seperti dikutip dari laman Healthline.

Baca Juga: Angka Bunuh Diri Meningkat selama Pandemik, Apa Penyebabnya?

3. Isolasi dan ketidakpastian adalah faktor pemicu depresi

Gejala Depresi Tiga Kali Lebih Tinggi selama Lockdown, Ini Alasannyaemeraldpsychiatry.com

Dari studi tersebut, ditemukan bahwa risiko depresi 50 persen lebih besar pada kalangan berpenghasilan rendah. Akan tetapi, ekonomi bukan satu-satunya pemicu depresi di masa pandemik. Nyatanya, isolasi dan ketidakpastian juga punya peran dalam meningkatkan gejala depresi.

Dilansir Healthline, menurut Dr. Collin Reiff, asisten profesor klinis di Departemen Psikiatri di NYU Langone Health, AS, depresi meningkat secara signifikan selama pandemik karena orang-orang lebih terisolasi secara sosial, memiliki lebih sedikit struktur dan rutinitas, serta lebih banyak ketidakpastian tentang masa depan. Ini mengarah pada keraguan dan prediksi negatif.

Rasa putus asa dan tidak berdaya ini semakin menjadi-jadi karena tidak ada satu pun orang yang tahu pasti kapan pandemik akan berakhir. Tak heran kalau gejala depresi terus meningkat.

4. Bagaimana cara menghadapi depresi di situasi seperti sekarang?

Gejala Depresi Tiga Kali Lebih Tinggi selama Lockdown, Ini Alasannyabrokenlightcollective.com

Depresi mungkin terjadi pada kita atau orang lain di sekitar kita. Gejalanya meliputi perasaan bersalah, mood dan energi rendah, insomnia, penurunan berat badan, merasa seperti beban bagi orang lain, hingga timbul pemikiran untuk bunuh diri.

Dr. Brittany menyarankan untuk menjangkau keluarga dan teman agar mereka tidak merasa sendirian melewati semua ini. Penting untuk mengenali tanda peringatan awal depresi, seperti perasaan putus asa dan menarik diri dari orang lain. Kepekaan ini diperlukan supaya kita bisa mendapatkan bantuan sebelum situasi memburuk.

"Semua orang berjuang selama COVID-19. Jangan takut untuk mencari bantuan atau berbagi pengalaman dengan orang-orang terdekat. Kemungkinan besar, kita akan menemukan bahwa kita tidak sendirian (dalam menghadapi ini)," tegas Dr. Brittany.

Baca Juga: Tidak Hanya Satu, Ini 9 Jenis Depresi yang Perlu Kamu Ketahui!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya