Klinik PTRM Tabanan Terima Terapi Khusus Pecandu Heroin

Gratis obatnya dan layanannya murah banget!

Tabanan, IDN Times - Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang bertempat di Puskesmas Tabanan III terbentuk sejak tahun 2010. Saat ini ada 10 pasien yang menjalani terapi metadon (methadone) di klinik tersebut. Metadon adalah sejenis obat untuk merawat kecanduan dari pengguna morfin, heroin, dan kodein.

Meski berfokus pada pengobatan untuk pasien pecandu napza heroin, namun Klinik PTRM juga terbuka bagi pecandu napza lain yang ingin keluar dari ketergantungan.

Baca Juga: Nomor WA Layanan Ambulans di Tabanan, Siapa Tahu Butuh

1. Pasien terapi metadon rata-rata memakai napza karena coba-coba

Klinik PTRM Tabanan Terima Terapi Khusus Pecandu HeroinIlustrasi sabu-sabu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Pada tahun 2008, Kabupaten Tabanan pernah menghadapi kasus penularan human immunodeficiency virus (HIV) lewat pemakaian narkoba menggunakan jarum suntik. Kementerian Kesehatan lalu menunjuk Puskesmas Tabanan 3 untuk membentuk Klinik PTMR. Selain di Puskesmas Tabanan 3, ada lima Klinik PTMR lain yang tersebar di Provinsi Bali. Yaitu Puskesmas Ubud 2, Puskesmas Kuta I, Puskesmas Abiansemal 1, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Ngoerah, dan Lapas Kerobokan.

Pada awal dibentuk tahun 2010, Klinik PTMR menangani tujuh pasien pecandu heroin yang menjalani terapi metadon. Kemudian bertambah lagi menjadi 14 pasien.

"Lama kelamaan berkurang dan saat ini 10 pasien saja. Pasien ada yang meninggal, dipenjara sampai tidak kembali menjalani terapi," ujar Petugas Klinik PTRM, Ns Gusti Ayu Kadek Dewi Mahayani SKep, Jumat (26/8/2022).

Kini, 10 pasien masih menjalani terapi metadon sejak Klinik PTMR dibuka. Rata-rata mereka menggunakan narkoba jenis heroin karena coba-coba diajak teman, dan berakhir menjadi kecanduan. Usia pada saat mereka kecanduan sekitar 15 sampai 18 tahun.

"Saat ini rata-rata usianya sudah di atas 25 tahun. Namun ada juga yang sudah berusia 40 tahunan ke atas," katanya.

Baca Juga: Penyakit Penyerta Picu Stunting di Tabanan, Kasus Tinggi di 3 Wilayah

2. Pasien terapi masih belum bisa lepas 100 persen

Klinik PTRM Tabanan Terima Terapi Khusus Pecandu HeroinKlinik PTRM di Puskesmas Tabanan 3 (Dok.IDN Times/Istimewa)

Dewi Mahayani mengatakan, 10 pasien tersebut masih menjalani terapi metadon karena belum bisa lepas 100 persen dari terapi meski dosis obatnya diberikan yang paling rendah.

"Ada satu pasien yang saat ini mendapatkan dosis paling rendah yaitu 10 miligram (mg). Pernah disarankan untuk mulai berhenti terapi, tetapi pasien masih belum berani. Karena takut jika tidak terapi, keinginan memakai napza kembali muncul," jelasnya.

Pasien memerlukan asesmen terlebih dulu sebelum memberikan terapai metadon.  Asesmen tersebut meliputi jenis napza yang pernah dipakai, konseling adiksi, hingga konseling keluarga. Setelah siap menjalani terapi ini, pasien akan diberikan dosis rendah antara 15 mg sampai 30 mg. Dosis itu kemudian dinaikkan secara bertahap sampai kondisi pasien stabil, dalam artian mulai hidup normal, tidak kecanduan, sudah bisa bekerja, dan beraktivitas.

"Setelahnya akan dikonseling lagi apakah mereka mau diturunin dosisnya. Jika pasien siap, maka perlahan dosis akan diturunkan," lanjutnya.

Meski pengobatan di Klinik PTMR adalah metadon, namun pencandu napza lain bisa datang untuk konseling ke klinik ini.

"Ada pernah datang pecandu sabu. Kami konseling dan karena terapi metadon tidak cocok untuk pecandu sabu, maka kami rujuk ke RSUP Prof Ngoerah untuk penanganan lebih lanjut. Namun jika jenis napzanya cocok dengan terapi metadon, maka bisa diberikan," terangnya.

3. Masih ada stigma negatif yang dihadapi pecandu napza untuk sembuh

Klinik PTRM Tabanan Terima Terapi Khusus Pecandu Heroinilustrasi vaksinasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Dewi Mahayani menyayangkan masih adanya stigma negatif bagi pencandu napza untuk sembuh, dan hal ini terjadi di lingkungan keluarganya.

"Ada satu pasien yang benar-benar mau lepas dari kecanduan, dimarahi mertuanya karena sering ke Klinik PTMR untuk berobat. Sampai sembunyi-sembunyi dia untuk datang ke sini," papar Dewi Mahayani.

Ia merasa, pecandu napza membutuhkan dukungan dari keluarganya agar bisa sembuh. Apalagi kerahasiaan pasien di Klinik PTMR sangat dijaga. Begitu juga pemberian obatnya tidak sembarangan, dalam pengawasan, dan sesuai dosis. Obat metadon berbentuk sirup yang langsung diminum langsung di klinik. Untuk memastikan obat ditelan, pasien diberikan permen.

Bagi pasien yang benar-benar stabil, barulah diperbolehkan membawa obat untuk diminum di rumah dengan dosis tiga hari sekali.

"Ini hanya untuk pasien yang benar-benar stabil. Biasanya diberikan karena mereka tidak bisa datang setiap hari ke klinik karena sudah bekerja," jelas Dewi Mahayani.

Ia berharap stigma negatif bagi para pecandu napza, terutama di lingkungan keluarga, bisa hilang. Sebab rata-rata pecandu napza ini adalah tulang punggung keluarga. Jika mereka tidak menjalani terapi, tentunya mereka akan semakin kecanduan, tidak bisa bekerja, bahkan melakukan tindakan kejahatan agar bisa membeli napza.

Biaya yang dikeluarkan untuk terapi tidak mahal. Hanya Rp5000 untuk biaya layanan. Sedangkan obatnya gratis dari Kementerian Kesehatan.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya