Bisnis Baru di Bali, Meja dan Kursi dari Bahan Sampah Plastik

Permintaannya justru meningkat di tengah COVID-19

Buleleng, IDN Times - Berawal dari keinginannya membantu masyarakat dan bank sampah untuk menyalurkan sampah plastik, Rumah Plastik di Desa Petandakan, Kabupaten Buleleng didirikan pada tahun 2016. Rumah Plastik mengumpulkan sampah plastik untuk dicacah dan didistribusikan ke industri daur ulang. Selain itu, Rumah Plastik juga membuat produk rumah tangga dari sampah lho. Perabotan ini ternyata banyak peminatnya selama pandemik.

Baca Juga: Meski Terpuruk, Industri Kecil Menengah di Tabanan Tetap Produksi

1. Mereka membutuhkan 15 ton sampah plastik per bulan, di mana 95 persennya terserap ke industri daur ulang

Bisnis Baru di Bali, Meja dan Kursi dari Bahan Sampah PlastikProduk daur ulang dari Rumah Plastik (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Putu Eka Darmawan mengungkapkan keinginannya untuk mendirikan Rumah Plastik karena melihat bank sampah maupun masyarakat di sekitarnya kesulitan menjual sampah plastik yang dikumpulkannya. Dari situ muncul ide. Eka kemudian mengirimkan sampah plastik yang ia beli ke industri daur ulang di Bali.

"Sampah plastiknya kami cacah dulu lalu kirim ke industri daur ulang yang ada di Bali," ujarnya, Rabu (11/11/2020).

Rata-rata ia bisa mengumpulkan 15 ton sampah per bulan. Pada bulan Oktober 2020 saja, jumlahnya meningkat menjadi 18 ton. Dari jumlah itu, sekitar 95 persennya terserap ke industri daur ulang. Sementara sisanya ia pakai sendiri untuk membuat produk daur ulang berupa perabotan rumah tangga.

2. Ia membeli semua jenis plastik dengan kisaran harga Rp2000 sampai Rp5000 per kilogram

Bisnis Baru di Bali, Meja dan Kursi dari Bahan Sampah PlastikProduk daur ulang dari Rumah Plastik (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Untuk memenuhi kebutuhan plastik, Eka bekerja sama dengan bank sampah, pemulung, hingga pengepul yang ada di empat kabupaten/kota. Yaitu Kabupaten Buleleng, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Bangli, dan Kota Denpasar. Ia membeli semua jenis plastik dengan kisaran harga Rp2000 sampai Rp5000 per kilogram, tergantung dari kualitas plastiknya.

"Jadi saya sarankan bagi masyarakat yang hendak menjual sampah plastiknya, lebih dulu dipisah dari sampah rumah tangga lain. Semakin  bersih dan tidak cacat, maka harga jualnya bisa lebih mahal," kata Eka.

Eka menilai serapan sampah plastik yang paling besar adalah industri daur ulang.

"Untuk kebutuhan industri serapannya masih besar. Jadi berapa pun ada plastik, asal sesuai spesifikasi pasti terserap," jelasnya.

Baca Juga: Pelaku UMKM Tabanan Dukung UU Cipta Kerja, Perizinannya Jadi Sederhana

3. Permintaan produk daur ulang Rumah Plastik meningkat 15 persen setiap bulannya

Bisnis Baru di Bali, Meja dan Kursi dari Bahan Sampah PlastikProduk daur ulang dari Rumah Plastik (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Selain melakukan pemenuhan bahan baku untuk industri daur ulang, Rumah Plastik juga membuat produknya sendiri. Selama pandemik ini, Eka mengaku permintaan produknya meningkat 15 persen setiap bulan.

"Produk kami made by order. Kebanyakan meja dan rak," paparnya.

Namun ada satu hambatannya. Yaitu proses pembuatan sampah plastik menjadi papan sebelum dibentuk menjadi produk jadi. Sebab ada beberapa tahap yang harus ia lakukan. Seperti penyortiran plastik hingga level 7, dicacah, cuci, jemur, lalu dicetak menjadi papan.

"Kalau sudah jadi papan, rata-rata pembuatan produknya kurang lebih empat hari jadi," terangnya.

Untuk menghemat waktu pembuatan, ia biasanya membuat papan plastik untuk jenis dan warna yang langka. Sehingga ketika ada order, pelanggan sampai tidak menunggu lama. Harganya tergantung dari kerumitan pembuatan produk. Namun harga yang paling murah di kisaran Rp250 ribu untuk produk meja lesehan.

"Pembeli biasanya dari pelaku usaha dan ada juga untuk pribadi."

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya