Dilema Pengusaha Bus di Tabanan Bali, Larangan Mudik Vs Leasing

Pengusaha jasa transportasi umum kena imbasnya. Gimana ya?

Tabanan, IDN Times - Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan resmi melarang penggunaan transportasi umum untuk melayani mudik pada musim Lebaran tahun 2021. Larangan ini berlaku per 6 Mei 2021. Kebijakan itu dilakukan untuk mencegah lonjakan kasus COVID-19 akibat arus mudik.

Namun di satu sisi, larangan tersebut juga membuat transportasi umum jalur darat, terutama bus, semakin terpuruk di tengah pandemik karena masyarakat memilih untuk tidak mudik. Meskipun terpaksa melakukan perjalanan darat karena hal yang penting, masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi atau menggunakan travel.

Baca Juga: Vaksinasi COVID-19 di Tabanan Mulai Menyasar Guru

1. Sudah tidak ada orderan tiket bus pada tanggal 6 Mei 2021

Dilema Pengusaha Bus di Tabanan Bali, Larangan Mudik Vs LeasingFoto hanya ilustrasi. (IDN Times/Reza Iqbal

Bus Gunung Hatta merasakan langsung atas kebijakan tersebut. Menurut pemilik PO Bus Gunung Harta, I Wayan Sutika, sudah tidak ada lagi yang memesan tiket perjalanan menggunakan armadanya per 6 Mei 2021.

"Pengaruhnya terasa sekali. Mulai 6 Mei 2021 nanti sudah tidak ada yang beli tiket,” ujarnya, Rabu (28/4/2021) lalu.

Kini pihaknya sedang menunggu kebijakan dari Pemerintah Pusat yang tengah membahas kemungkinan adanya kelonggaran bagi perusahaan-perusahaan transportasi. Mengingat sejauh ini, pemerintah belum mampu memberikan bantuan kepada perusahaan-perusahaan transportasi umum.

Sutika yang juga Ketua Organda Tabanan ini berharap kelonggaran terkait penerapan larangan mudik dengan transportasi umum itu benar adanya. Setidaknya bus diizinkan beroperasi dengan pengaturan yang sesuai protokol kesehatan (Prokes). Seperti ketentuan kapasitas maksimal 20 persen dari jumlah keseluruhan tempat duduk, dan surat-surat keterangan yang harus dipenuhi oleh penumpang.

“Mudah-mudahan itu benar-benar terealisasi dan ada kelonggaran dalam penerapan larangan mudik dengan transportasi umum,” lanjutnya.

Baca Juga: Tanam Porang di Lahan Tidak Produktif Bisa Menghasilkan Uang Lho

2. Pendapatan Bus Harta turun sekitar 70 persen

Dilema Pengusaha Bus di Tabanan Bali, Larangan Mudik Vs LeasingIlustrasi Uang Rupiah (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Sutika melanjutkan, sejak pandemik melanda lebih dari setahun lalu serta muncul beberapa aturan-aturan yang berimbas pada kegiatan masyarakat, perusahaan transportasi umum jadi terkena dampaknya. Pihaknya terpaksa mengambil keputusan untuk mengurangi jumlah karyawan, mengembalikan armada bus kepada leasing, sampai menempuh penangguhan pembayaran bunga.

Dari sisi operasional, kata Sutika jumlah armada yang beroperasi juga berkurang. Sebagai contoh jika sebelum pandemik, trayek ke Jember dan Lumajang bisa mencapai 14 trayek, sekarang maksimal hanya dua trayek. Itu pun dengan jumlah penumpang paling banyak 20 orang. Akibat pandemik, pendapatan perusahaannya merosot drastis sekitar 70 persenan.

"Dulu sebelum pandemik itu pendapatan bisa mencapai Rp11 miliar sebulan, dan saat ini sekitar Rp3 miliar sampai Rp2 miliar," ungkapnya.

3. Jika harus bepergian, masyarakat merasa lebih nyaman memakai mobil travel atau kendaraan pribadi

Dilema Pengusaha Bus di Tabanan Bali, Larangan Mudik Vs Leasingcoxcarsinc.com

Ditanya mengenai kebijakan larangan mudik dengan menggunakan tranportasi umum, menurut masyarakat yang tinggal di Desa Dauh Peken wilayah Kecamatan Tabanan, Ima (40), justru memilih tidak pulang kampung.

"Rumah saya di Jember. Memang tidak ada rencana mudik karena sudah ada larangan. Saya lebih memilih patuh, yang penting COVID-19 cepat berlalu," katanya.

Ditanya kendaraan favoritnya jika pulang kampung, Ima lebih memilih naik sepeda motor ke Jember.

"Kalau naik mobil atau bus saya mabuk darat dan singgah-singgah juga. Mending naik motor."

Namun masyarakat Lampung yang tinggal di Desa Dauh Peken lainnya, Sayu Putu Okta (28), memilih naik jasa transportasi lain apabila bepergian. Ia sendiri kerap mendapatkan tugas ke luar kota dari kantornya.

"Biasanya kalau jauh naik pesawat. Tetapi kalau dekat seperti ke Jember atau Banyuwangi, saya pilih naik mobil travel daripada naik bus," terangnya.

Meskipun harganya lebih mahal daripada bus, di tengah pandemik ini Sayu merasa mobil travel lebih nyaman.

"Kalau naik bus kan kadang tidak ada jaga jarak. Kalau travel itu isinya paling tidak 10 sampai 12 orang. Itu pun duduknya dijaga jaraknya. Diantarkannya juga di depan rumah. Jadi aman kalau pulangnya dinihari."

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya