Musim Panen Padi, Harga GKP di Tabanan Bali Malah Turun

Pemerintah, tolong dengarkan suara petani nih

Tabanan, IDN Times - Kabupaten Tabanan sebagai lumbung berasnya Bali saat ini sedang memasuki musim panen. Ketika panen raya, penurunan harga gabah kering panen (GKP) umum terjadi karena ketersediaan yang melimpah. Namun untuk musim panen kali ini harganya jauh lebih murah dibandingkan panen di musim tanam sebelumnya.

Di satu sisi, pemerintah memiliki wacana untuk mengimpor beras dari Thailand. Hal ini membuat petani berharap agar pemerintah lebih fokus menyerap hasil panen mereka dibandingkan mengimpor dari luar.

Baca Juga: Petani di Tabanan Pasrah, Harga Eceran Tertinggi Pupuk Subsidinya Naik

1. Panen padi di Tabanan diperkirakan mencapai 210.456 ton gabah kering panen (GKP)

Musim Panen Padi, Harga GKP di Tabanan Bali Malah TurunPanen padi di Kabupaten Tabanan. (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Kabupaten Tabanan memiliki dua periode musim tanam yaitu Oktober-Maret dan April-September. Untuk musim tanam pada bulan Oktober-Maret berdasarkan data terbaru hingga Maret 2021, diperkirakan luas tanam padi mencapai 3619 hektare. Dari luasan tanam itu diperkirakan luas panen mencapai 3.389 hektare.

"Sehingga jika rata-rata per hektare itu menghasilkan 62,10 ton GKP, maka total GKP yang dihasilkan sebanyak 210.456 ton," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Tabanan, I Gusti Ngurah Ketut Wicahyadi Tabanan, MInggu (21/3/2021).

Baca Juga: Vaksinasi di Tabanan Bali Ditargetkan Selesai dalam Waktu Satu Tahun

2. Harga GKP lebih murah dari panen sebelumnya

Musim Panen Padi, Harga GKP di Tabanan Bali Malah TurunIlustrasi sawah. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Seorang petani dari Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan, I Gusti W Sukawehana, mengungkapkan hasil panen kali ini lebih bagus dibandingkan panen sebelumnya.

"Untuk di Desa Timpag panen saat ini lebih bagus dari sebelumnya. Tapi sayang, harga GKP-nya justru lebih murah," katanya, Minggu (21/3/2021).

Jika panen sebelumnya menghasilkan 45 kilogram sampai 55 kilogram GKP per are, maka panen kali ini hasilnya 55 kilogram sampai 75 kilogram per are.

Sukewahana yang juga mantan Perbekel Desa Timpag ini mengaku memiliki dua bagian tanah sawah, masing-masing seluas 30 are dan 20 are.

"Panen sekarang di luasan 30 are, yang 20 are masih dalam proses tanam," jelasnya.

Namun bagusnya hasil panen tidak diiringi oleh harga GKP di tingkat petani. Menurut Sukewahana dari panen sebelumnya, harga jual GKP Rp380 ribu per kuintal atau Rp3.800 per kilogram. Sementara harga jual GKP panen yang sekarang adalah Rp360 ribu per kuintal atau Rp3.600 per kilogram.

"Harga ini tanpa ongkos apapun seperti ongkos bayar tenaga panen dan angkut. Jadi sudah terima bersih."

Jika ditambah ongkos panen dan angkut sampai ke tempat penyosohan (Penggilingan padi), maka harganya sekitar Rp460 ribu per kuintal atau Rp4.600 per kilogram.

Hal itu sedikit berbeda dipaparkan oleh Pekaseh Subak Pengembungan, Made Muliana. Menurutnya, hasil panen di subak Desa Tegal Jadi, Kecamatan Marga ini tidak sebaik panen sebelumnya karena mendapatkan serangan tungro.

Berdasarkan data terakhir, dari 47 hektare lahan sawah di Subak Pengembungan, 10 hektarenya diserang oleh hama tungro. Hasil panen rata-rata yang dihasilkan oleh Subak Pengembungan adalah 50 kilogram per are dan harga GKP di penyosohan saat ini sekitar Rp4.300 per kilogram.

"Tahun lalu harganya Rp4.700 per kilogram," ungkapnya.

3. Petani berharap pemerintah menjaga kestabilan harga GKP

Musim Panen Padi, Harga GKP di Tabanan Bali Malah TurunIlustrasi sawah. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Terkait rencana pemerintah mengimpor beras, Sukewahana justru berpendapat petani saat ini sedang panen dan ketersediaan padi melimpah.

"Kalau memang benar mau tingkatkan pendapatan petani, pemerintah harus membuat standar harga yang layak dan bertanggung jawab untuk membelinya. Jangan hanya wacana atau hanya standar harga belaka tetapi tidak ada penerapan yang pasti," paparnya.

Mengenai keuntungan petani dari harga GKP saat ini, menurut Sukewahana dari hitung-hitungannya masih dapat meskipun tipis.

"Dapatlah Rp130 ribu per are. Itu pendapatan selama lima bulan. Karena masa tanam kurang lebih lima bulan."

Sedangkan menurut Made Muliana di tengah gempuran tungro di Subak Pengembungan, menghitung keuntungannya menjadi lebih sulit.

"Ditambah biaya operasional Rp60 ribu sampai Rp65 ribu per are. Dengan hasil rata-rata 50 kilogram per are. Kita bersih dapat Rp3.500 per kilogram. Jadi untung bersih dapatnya Rp175 ribu per are," katanya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya