Ombudsman: 397 Komisaris BUMN Terindikasi Rangkap Jabatan

Mereka juga terindikasi merangkap penghasilan

Jakarta, IDN Times - Ombudsman RI melaporkan data 2019 sebanyak 397 komisaris di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terindikasi merangkap jabatan. Sementara, sebanyak 167 komisaris juga terindikasi rangkap jabatan di anak usaha perusahaan pelat merah itu.

"Saya katakan terindikasi karena masih butuh validasi," kata Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih dalam konferensi pers virtual, Minggu (28/6).

1. Pejabat juga merangkap penghasilan

Ombudsman: 397 Komisaris BUMN Terindikasi Rangkap JabatanIDN Times/Aryodamar

Tak hanya merangkap jabatan, menurut Alamsyah, para pejabat itu juga merangkap penghasilan. Menurut dia sulit dibiarkan, sebab hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan.

"Konflik kepentingan semakin hari makin besar (jika dibiarkan). Ini yang akan jadi catatan Ombudsman, perlu diperbaiki hal-hal yang sifatnya fundamental," kata dia.

Baca Juga: Kementerian BUMN Jawab Isu Komisaris Telkom Rangkap Jabatan Politikus

2. Hanya 15 BUMN yang menyumbang pendapatan negara

Ombudsman: 397 Komisaris BUMN Terindikasi Rangkap JabatanGedung BUMN. IDN Times/Indiana Malia

Alamsyah mengungkapkan, Indonesia memiliki 142 BUMN yang bergerak di berbagai sektor. Pendapatan negara dari BUMN pada 2019 mencapai Rp210 triliun, namun 76 persen dari pendapatan tersebut hanya disumbangkan dari 15 BUMN.

"Mayoritas komisaris yang ditempatkan di BUMN yang rata-rata tak punya penghasilan yang signifikan, bahkan beberapa merugi," kata dia.

3. Fokus Ombudsman pada perbaikan sistem

Ombudsman: 397 Komisaris BUMN Terindikasi Rangkap JabatanAnggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Namun demikian, Alamsyah enggan mengungkapkan identitas para pejabat yang merangkap jabatan dan penghasilan. Sebab, Fokus Ombudsman pada perbaikan sistem, bukan siapa yang menjadi komisaris.

"Orang adalah produk dari sistem. Rangkap jabatan komisaris di BUMN dapat memperburuk tata kelola, kepercayaan publik, dan administrasi publik yang dikelola oleh BUMN," kata Alamsyah.

4. Posisi jabatan komisaris perusahaan negara yang diisi sosok dari kementerian atau lembaga merupakan hal wajar

Ombudsman: 397 Komisaris BUMN Terindikasi Rangkap JabatanArya Sinulingga (IDN Times/Auriga Agustina)

Sementara menanggapi isu yang disampaikan Ombudsman, Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengatakan, posisi komisaris perusahaan negara yang diisi sosok dari kementerian atau lembaga merupakan hal wajar.

"Kita kan tahu BUMN dimiliki pemerintah. Pemerintah sebagai pemegang saham pasti menempatkan perwakilannya untuk menempati posisi komisaris di BUMN, maka wajar diambilnya dari kementerian-kementerian teknis yang memang paham masalah teknis di perusahaan itu," ujar Arya seperti dilansir Antara, Minggu.

Menurut Arya, pemerintah sebagai pemegang saham BUMN berhak menempatkan orangnya dalam rangka mengawasi kinerja perusahaan. "Jadi sangat wajar kalau dari kementerian atau lembaga juga yang menempati posisi komisaris, yang mewakili kepentingan pemegang saham ya dari pemerintah."

"Itu logika umum, dimana-mana juga pastinya harus ada mewakili, kalau nggak siapa yang mewakili pemerintah dalam perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah itu kalau bukan dari unsur pemerintah," kata Arya.

Larangan rangkap jabatan bagi PNS, menurut Arya, adalah larangan untuk menjabat satu jabatan strukrural dengan jabatan struktural lainnya dan atau dengan jabatan fungsional dan pada kementerian atau embaga bukan jabatan di BUMN, serta larangan menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.

"Sesuai regulasi maka Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas dan Direksi bukan termasuk jabatan yang masuk dalam kriteria jabatan struktural, dan atau jabatan fungsional dari Pegawai Negeri Sipil," papar dia.

Terkait aspek benturan kepentingan dewan komisaris, kata Arya, adalah yang dapat merugikan BUMN. Namun, apabila perbedaan itu tidak menimbulkan kerugian pada BUMN, maka bukan benturan kepentingan.

Arya juga menjawab soal adanya rangkap penghasilan. Menurut dia, penghasilan yang diterima komisaris berbentuk honorarium dan bukan gaji.

"Kalau ada ASN yang ditugaskan untuk tugas-tugas tertentu maka ada tambahan honorarium bagi pejabat tersebut," kata dia.

Baca Juga: Cara Bebenah Diri Ala BUMN dan Swasta Menghadapi Pandemik COVID-19

Topik:

  • Rochmanudin
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya