Subsidi Minyak Goreng di Ritel Bali Belum Dibayar

Efek kebijakan pemerintah kembali menyulitkan nih

Denpasar, IDN Times - Belum tuntas permasalahan harga minyak goreng (Migor) dan stoknya, kini pengusaha ritel mengeluhkan sulitnya mengklaim subsidi minyak goreng yang sebelumnya dijual dengan harga Harga Eceran Tertinggi (HET).

Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali, Agung Agra Putra.

Baca Juga: Menakar Kepedulian Investor pada ESG di Pasar Modal

1. Harga CPO mulai naik tahun 2020

Subsidi Minyak Goreng di Ritel Bali Belum DibayarIlustrasi minyak goreng. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Sebelum minyak goreng diatur oleh Pemerintah Pusat dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter, harga minyak goreng kemasan sederhana di Bali sebesar Rp11.500 per liter. Kemudian tahun 2020, harga CPO (Sawit) naik.

"Karena tidak mungkin harga Rp11.500 dipertahankan. Mengingat harga keekonomian minyak goreng tidak lagi sekian. Kalau dihitung, harga produksi minyak goreng kemasan Rp17 ribu sampai Rp18 ribu," ungkap Agra.

Makanya, ritel menjual dengan harga eceran Rp20 ribu per liter, karena harga dari pemasok Rp17 ribu sampai Rp19 ribu per liter.

"Kami ritel mengambil margin 5 persen sampai 7 persen, sekitar Rp1.000. Itu normal margin ritel sekian. Dengan harga segitu, kami cenderung menurunkan margin," ujarnya.

Baca Juga: Harga Minyak Goreng Curah di Tabanan Rp17 Ribu per Kilogram

2. Stok barang lancar setelah harga minyak goreng kembali ke mekanisme pasar

Subsidi Minyak Goreng di Ritel Bali Belum DibayarKondisi supermarket Tiara Dewata (Dok.Pribadi/Guna Sattwam)

Namun setelah harga migor kembali ke mekanisme pasar, stok barangnya lancar.

"Kami minta berapa pun, ada barangnya. Kelancaran stok mungkin karena stoknya tiba-tiba banyak atau karena order kami kecil," ungkap Arga.

3. Ritel tidak berani menyetok minyak goreng

Subsidi Minyak Goreng di Ritel Bali Belum DibayarInfografis Gonta-Ganti Kebijakan Minyak Goreng (IDN Times/Aditya Pratama)

Karena kondisi itu, Arga khawatir untuk menyetok atau order migor dalam jumlah banyak. Sementara migor merupakan produk lokomotif yang membuat konsumen datang ke ritel. Sehingga ia menyediakan stok untuk memenuhi rak saja, bukan untuk stok.

"Kami ragu jika harga minyak goreng tinggi, apakah konsumen mau membeli. Makanya kami antisipasi kebijakan dari pemerintah HET ke depan," jelasnya.

4. Ritel kesulitan klaim subsidi migor

Subsidi Minyak Goreng di Ritel Bali Belum Dibayarilustrasi uang (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Arga menilai, ritel-ritel kini dalam kondisi serba salah. Karena tidak semua ritel diterima klaimnya oleh distributor, dan tergantung negosiasi dengan distributor. Karena pemerintah mengembalikan kesepakatan business to business antara ritel dengan distributor.

"Member Aprindo yang tahu aturan baru berpegangan pada itu dapat diterima oleh distributor. Tapi ritel lain, mereka belum tentu diterima. Bisa jadi karena komunikasi dengan distributor tidak berjalan, atau mungkin mereka mendapatkan barang bukan dari distributor, melainkan dari agen. Sub agen atau ritel seperti kita, mereka klaim dimana, dan bagaimana," terang Arga.

5. Pengusaha ritel merugi setelah menjual migor

Subsidi Minyak Goreng di Ritel Bali Belum Dibayarilustrasi minyak goreng. (IDN Times/Sunariyah)

Menurut Arga, sulitnya mengajukan klaim membuat pengusaha ritel tidak meraup keuntungan, Mereka malah cenderung merugi. Bahkan pada saat ini, stok yang ada merupakan HET dan masih banyak yang belum menerima refaksi (penyesuaian harga). Sementara barang sudah terjual dengan HET.

"Tapi belum bisa kami klaim karena belum dapat dana dari Pemerintah Pusat. Jadi menurut saya kebijakan baru dibuat, tapi yang sebelumnya belum beres," tandasnya.

Balidailynews Photo Community Writer Balidailynews

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya