Rangkuman Hasil Konvensi Minamata di Bali

Ada 10 produk bermerkuri yang akan di-phasing out

Denpasar, IDN Times – Bali sukses menjadi tuan rumah COP 4.2 Konvensi Minamata 2021-2022 yang telah berlangsung sejak Senin (21/3/2022) hingga Jumat (25/3/2022). Pertemuan ini dihadiri sekitar 600 orang peserta yang merupakan perwakilan dari 103 negara pihak konvensi Minamata, badan-badan PBB, regional centre, IGO, NGO, dan media.

Terselenggaranya kegiatan ini menunjukkan bahwa Indonesia telah memainkan peran sentral diplomasi lingkungan hidup global untuk menyelesaikan masalah lingkungan, mempertegas komitmen upaya pengurangan dan penghapusan merkuri, serta peran diplomasi lingkungan hidup di tingkat global. Pertemuan secara resmi ditutup, Sabtu (26/3/20222) lalu dengan beberapa pencapaian kesepakatan. Apa saja kesepakatan tersebut?

1. Pertama, ada 10 produk dengan merkuri yang akan di-phasing out

Rangkuman Hasil Konvensi Minamata di BaliMerkuri dalam bentuk cair (Wikimedia.org/Bionerd)

Presiden COP 4 Minamata, Rosa Vivien Ratnawati, menyampaikan kesepakatan COP4.2 sempat alot, dan baru tercapai pada Sabtu pagi pukul 06.00 Wita. Dua isu substantif yang menjadi fokus bahasan di antaranya review, amendemen Lampiran A dan B, di mana terdapat usulan dari beberapa negara untuk menambahkan pengaturan phasing out produk-produk mengandung merkuri dan proses industri yang menggunakan merkuri.

“Bahwa ada beberapa produk yang akan di-phasing out yang mengandung merkuri, dan proses industri yang menggunakan merkuri. Akhirnya bisa disepakati ada 10 jenis produk yang mengandung merkuri bisa di phasing-out dengan tahunnya,” ungkapnya, pada Sabtu (26/3/2022).

Selain itu, ada 4 jenis produk yang di dalamnya mengandung merkuri akan dibawa pada COP 5 mendatang. Seperti baterai zink silver oxide dengan kandungan merkuri di bawah 2 persen, switch shely untuk memonitoring dan kontrol intrumen dengan kandungan merkuri 20 miligram (mg) per produk, lampu FLS yang penggunaannya di bawah 40 watt dengan kandungan merkuri 10 mg per lampu, dan lampu LGLS penggunaan secara umum tri blend phosphor di bawah 60 watt dengan kandungan merkuri 5 mg per produk.

2. Isu kedua sempat gagal disepakati pada COP 3, tapi berhasil disepakati di COP 4.2

Rangkuman Hasil Konvensi Minamata di Baliilustrasi limbah merkuri (stabroeknews.com)

Isu kedua adalah effectiveness evaluation, yang merupakan kerangka untuk menentukan bagaimana mengevaluasi terhadap pengaturan konvensi, dan langkah-langkah yang dilakukan oleh parties dalam mewujudkan tujuan konvensi.

Effectiveness evaluation ini tidak berhasil di COP 3 yang dilaksanakan pada tahun 2019 di Jenewa. Memang agak ketar-ketir untuk poin effectiveness evaluation disepakati. Walaupun memang ada beberapa hal yang harus sesuai dengan masukan dari negara-negara pihak. Memang agak alot ketika berbicara masalah, misalnya berapa ekspor yang bisa dikirim per regional,” kata Rosa.

Meskipun belum seluruhnya dapat disepakati secara konsensus, COP-4.2 telah membuat kemajuan yang baik untuk kedua isu tersebut.

3. Terbentuknya Bali Declaration to Combat Illegal Trade of Mercury

Rangkuman Hasil Konvensi Minamata di Baliilustrasi merkuri dalam termometer (commons.wikimedia.org/Jurii)

Sementara itu Staf Ahli Bidang Hubungan Antarlembaga Kementerian Luar Negeri RI sekaligus merangkap ketua delegasi, Muhsin Syihab, mengatakan keberhasilan lainnya dalam Konvensi Minamata 2021-2022 ini adalah tercapainya deklarasi untuk pertama kalinya, yaitu Bali Declaration to Combat Illegal Trade of Mercury, oleh Menteri LHK pada hari pertama COP.

Menurutnya Deklarasi Bali merupakan deklarasi pertama dalam rangka COP Konvensi Minamata. Karena pada COP sebelumnya, tidak ada deklarasi yang dihasilkan. Sekaligus merupakan langkah awal untuk menjalin koordinasi, kolaborasi, dan kerja sama lebih lanjut untuk bersama-sama memerangi masalah perdagangan ilegal merkuri.

“Deklarasi Bali ini menjadi alat sekaligus katalisator dalam memenuhi atau mengimplementasikan Konvensi Minamata. Deklarasi Bali ini juga menjadi bukti political will dari semua pihak untuk melaksanakan Konvensi Minamata, dan juga memerangi perdagangan illegal mercury,” ungkapnya.

Bali Declaration ini kemudian mendapatkan dukungan tertulis dari beberapa negara di antaranya Argentina, Prancis, Estonia, Slovenia, Belanda, Belgia, Swedia, Austria, Jerman, Romania, Ceko, dan Finlandia.

Deklarasi ini bersifat tidak mengikat (non-binding), Isu perdagangan ilegal merkuri ini diharapkan dapat mendorong adanya kerja sama di tingkat bilateral, regional, dan multilateral untuk mengatasi perdagangan ilegal tersebut.

Sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat melengkapi tata kelola internasional untuk melawan perdagangan ilegal merkuri.

4. COP 4.2 Konvensi Minamata juga mengangkat soal gender mainstreaming

Rangkuman Hasil Konvensi Minamata di Baligoogle

Muhsin Syihab menambahkan, ada keputusan yang menarik di sini. Yaitu untuk pertama kalinya COP Minamata mengangkat gender mainstreaming yang ada di Indonesia, dan secara kebetulan Presiden COP, Executive Secretary, dan Menteri KLHK RI juga perempuan.

“Dalam beberapa kesempatan, banyak kesempatan di atas podium itu perempuan semua yang memimpin dari secretariat, reporter, presidennya perempuan. Jadi ini adalah COP untuk kebangkitan perempuan,” terangnya.

Gender mainstreaming menurutnya, selain untuk empowerment perempuan, juga perlindungan terhadap nasib perempuan. Terutama bagi mereka yang melakukan aktivitas penambangan emas di skala kecil yang juga didominasi oleh perempuan. Sebagian dari mereka juga menjadi korban perdagangan illegal mercury.

Baca Juga: Daftar Kasus Pelecehan Seksual oleh Oknum Polisi di Bali

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya