LBH Bali Terima 36 Aduan Kasus Kekerasan Berbasis Gender

Kapan kasus ini berakhir kalau kamu gak ikut mencegah?

Denpasar, IDN Times – Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ketimpangan gender di Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan secara konsisten. Indeks Ketimpangan Gender (IKG) tahun 2022 di Indonesia bersadarkan data BPS sebesar 0,459. Angka ini turun 0,006 poin dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 0,465.

Provinsi Bali sendiri masuk ke dalam lima provinsi yang memiliki IKG terendah di Indonesia pada tahun 2022. Yakni menduduki peringkat ketiga dengan poin 0,321 poin. Kendati begitu, ternyata dampak ketimpangan gender di Bali juga berujung pada permasalahan hukum. Hal ini dibeberkan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Rezky Pratiwi, pada Senin (6/5/2024). Sejak tahun 2023, mereka menerima 36 kasus laporan kekerasan berbasis gender.

1. Dominasi kasus kekerasan berbasis gender didominasi korban perempuan

LBH Bali Terima 36 Aduan Kasus Kekerasan Berbasis GenderIlustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). (IDN Times/Aditya Pratama)

Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi, menerima 36 kasus kekerasan berbasis gender sejak tahun 2023. Dari puluhan kasus tersebut, korbannya didominasi perempuan. Kekerasan berbasis gender akarnya dari relasi yang timpang antara korban dan pelaku, karena ketidaksetaraan gender.

“Kami sebelumnya mendampingi korban pelecehan seksual dengan pelaku dosen STIKES Buleleng. Bantuan hukum LBH Bali di kasus tersebut dilakukan di semua tahapan, lewat pendampingan pemeriksaan dari kepolisian hingga persidangan, penguatan korban, memastikan penanganan psikologis dan mendorong restitusi,” ungkapnya.

2. Peran aparat yang kurang maksimal dalam penanganan laporan

LBH Bali Terima 36 Aduan Kasus Kekerasan Berbasis GenderIlustrasi KDRT (IDN Times /Aditya Pratama)

Misalkan dalam kasus KDRT, relasi timpang berakibat pada tuntutan yang besar pada perempuan untuk mengurus dan mempertahankan rumah tangga. Termasuk ketika terjadi kekerasan oleh suami. Jadi banyak korban yang sulit keluar dari hubungan perkawinan yang abusive.

Sementara aparat penegak hukum juga masih kerap tidak memproses laporan korban secara serius. Bahkan ada juga kasus di mana korban yang ditetapkan sebagai tersangka tanpa melihat konteks KDRT.

3. Kekerasan berbasis gender bisa dicegah

LBH Bali Terima 36 Aduan Kasus Kekerasan Berbasis GenderIlustrasi kekerasan dalam rumah tangga KDRT. (IDN Times/Muhammad Tarmizi Murdianto)

Apakah hal ini bisa dicegah? Menurut Tiwi, pencegahan bisa dilakukan dengan memastikan akses edukasi dan layanan di level komunitas, sekolah, tempat kerja, dan sebagainya. Hal ini untuk mencegah dan merespon kekerasan berbasis gender. Selain itu, pencegahan juga harus dilakukan dengan menyasar akar persoalan, yaitu ketidaksetaraan gender.

“Misalnya dengan mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan untuk menghasilkan kebijakan yang berdimensi kesetaraan gender,” jelasnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya