Bimas Nurcahya Soroti Karya Musisi yang Di-remix

Siapa yang diuntungkan?

Denpasar, IDN Times - Majunya dunia musik dunia, namun Indonesia masih juga diwarnai oleh permasalahan hak cipta terhadap karya-karya yang ada. Owner dari Pragita Prabawa Pustaka, Bimas Nurcahya, mengatakan menerima banyak keluhan dari pencipta lagu. Keluhan tersebut terkait dengan perlindungan hak cipta atas karya-karya mereka. Karena ternyata banyak pencipta karya yang tidak menyadari hak-hak dasarnya.

“Mereka mengeluhkan yang sebenarnya banyak juga terjadi di seluruh Indonesia. Jadi ketidaktahuan para pencipta bahwa ada perlindungan hak cipta. Itu yang pertama. Lagu mereka banyak yang dipakai di digital, mereka tidak dapat apa-apa,” ungkapnya dalam acara Save Your Song di Rumah Tanjung Bungkak (RTB), beberapa waktu lalu.

1. Tidak tercatatnya karya menguntungkan para pelanggar hak cipta

Bimas Nurcahya Soroti Karya Musisi yang Di-remixilustrasi musik di Bali (Dok.IDN Times/istimewa)

Bimas Nurcahya, Owner Pragita Prabawa Pustaka, menekankan banyak pencipta lagu di seluruh Indonesia yang tidak tahu betapa pentingnya merawat data lagunya. Padahal jika mereka merawat data karyanya, lalu musiknya digunakan secara digital, maka bisa mendapatkan royalti. Selain itu, banyak pencipta lagu yang tidak sadar telah mengalihkan karya ciptanya untuk orang lain melalui perjanjian.

Lalu pihak mana yang diuntungkan dalam situasi ini? Secara logika, Bimas mengatakan platform digital telah berkomitmen mengambil royalty on top, misalnya rate internasional sebesar 12 persen. Kemudian karya-karya yang belum tercatat sering kali mengalami remix atau ruffle, yang kemudian revenue atau pendapatannya masuk ke para pelanggar hak cipta. Malah pencipta karya itu sendiri tidak mendapatkan apa-apa.

“Siapa yang diuntungkan? Adalah para pelanggar hak cipta kalau gak tercatat datanya,” jelasnya.

Ia mengakui Bali memiliki banyak musisi berbakat. Namun sering kali mengalami miskomunikasi terkait hak cipta ketika berkolaborasi dengan pihak eksternal.

2. WAMI dorong seniman Bali untuk mendokumentasikan karyanya

Bimas Nurcahya Soroti Karya Musisi yang Di-remixilustrasi musik di Bali (Dok.IDN Times/istimewa)

Sementara itu Chief of Licencing & Copyright Officer Wahana Musik Indonesia (WAMI), Meidi Ferialdi, menyoroti pentingnya perlindungan hak cipta di era digital saat ini. WAMI ingin membantu para pencipta lagu untuk mendapatkan hak ekonomi yang seharusnya dari karya-karya mereka, baik di dalam maupun luar Indonesia. Pihaknya juga menyoroti kurangnya dokumentasi dari karya cipta seniman di Bali.

“Sebenarnya bukan cuman masalah royalti aja. Tapi lebih kepada bagaimana kami bisa melindungi hak cipta dari para pencipta lagu atau para seniman ya,” terangnya.

WAMI sendiri merupakan sebuah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang bertugas untuk mengelola karya cipta dari komposer lagu atau musik milik anggotanya, dengan fokus pada pengelolaan hak komposer dari sisi performing rights, atau ketika karya tersebut dibawakan dalam sebuah pertunjukan.

3. Pemerintah diharapkan peduli pentingnya lembaga musik

Bimas Nurcahya Soroti Karya Musisi yang Di-remixilustrasi musik di Bali (Dok.IDN Times/istimewa)

Sementara itu vokalis Navicula, Gede Robi Suprianto, mengakui musisi di Bali bersemangat untuk menciptakan karya-karya. Namun banyak dari mereka yang belum membicarakan sisi bisnis dari karyanya. Apalagi dengan kemajuan digital saat ini, peluang untuk mendapatkan pemasukan lain terbuka lebar. Hal itu terjadi karena kurangnya akses lembaga-lembaga seperti di atas. Karena rata-rata mereka berkantor di Jakarta.

"Negara harus hadir dan membentuk lembaga untuk memperhatikan musik. Ini bekerja sama dengan swasta dan melakukan sosialisasi yang masif. Mungkin di bawah naungan Kemenparekraf. Terserah mereka (pemerintah),” ungkapnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya